Film Pengepungan di Bukit Duri (Foto: Come and See Pictures)
Film Pengepungan di Bukit Duri (Foto: Come and See Pictures)

Film Pengepungan di Bukit Duri Tuai Kritik, Joko Anwar Bilang Begini

Rafi Alvirtyantoro • 21 April 2025 14:08
Jakarta: Film terbaru garapan sutradara ternama Joko Anwar, Pengepungan di Bukit Duri, menuai kontroversi di kalangan warganet. 
 
Alih-alih pujian, film yang dibintangi oleh sejumlah aktor dan aktris papan atas seperti Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Pitrashata Malasan, Endy Arfian, dan Fatih Unru ini justru mendapatkan kritik tajam terkait representasi isu sosial dan politik di dalamnya.
 
Sejumlah warganet menyampaikan kekecewaannya melalui media sosial, khususnya platform X. Mereka menilai film Pengepungan di Bukit Duri hanya fokus pada penggambaran kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah, tanpa berani menyentuh atau mengkritisi pihak-pihak yang berada dalam struktur kekuasaan yang lebih tinggi.


Kritik Pedas dari Warganet dan Kritikus Film di Media Sosial
 
Salah satu kritik pedas datang dari akun X @p*rl*f** yang menyebut film ini sebagai "parade fetisisasi kekerasan yang ditampilkan secara estetik, sambil ditempeli isu rasisme di lapisan paling dangkal." Akun tersebut menambahkan bahwa film ini gagal mengajak penonton untuk memahami akar sejarah permasalahan yang diangkat, dan justru terjebak pada sensasi kekerasan yang dilakukan oleh karakter psikopat.
 
Selaras dengan kritik tersebut, warganet lain dengan akun @t*k*tr**t berpendapat bahwa Pengepungan di Bukit Durisecara tidak langsung menghilangkan jejak peran negara dan militer dalam isu yang diangkat, serta gagal menggugat kekuasaan pihak-pihak tersebut. Ia menyayangkan bagaimana "brutalitas dijadikan tontonan visual yang ‘menarik’ tanpa kedalaman etis dan historis."
 
Akun tersebut juga menyoroti bahwa film Pengepungan di Bukit Duri justru memperkuat narasi lama yang keliru, yaitu bahwa kekerasan bersumber dari masyarakat sipil dengan kondisi ekonomi terbatas, dan mengabaikan potensi keterlibatan elite di dalamnya. 
 
"Padahal sejarah kita justru bicara sebaliknya," tulisnya.
 
Kritik-kritik ini menjadi viral dan memicu perdebatan di media sosial. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa Pengepungan di Bukit Duri juga menerima respons positif dan apresiasi dari sebagian penonton lainnya.
 
Menanggapi berbagai kritik yang muncul dan menyebabkan kontroversi, sutradara Joko Anwar akhirnya memberikan klarifikasi terkait film ke-11 yang disutradarainya ini.
 
Baca juga: Dukung Palestina di Coachella, Grup Hip-Hop Ini Diancam

Pembelaan dan Klarifikasi Sutradara Joko Anwar
 
Melalui unggahannya, Joko Anwar menegaskan bahwa penggambaran pelaku kekerasan dan rasisme dalam film Pengepungan di Bukit Duri merupakan konsekuensi dari sistem yang tidak berfungsi dengan baik.
 
"Dengan menggambarkan kerusuhan sebagai siklus, film ini justru mengkritik pembiaran struktural—yang tentu saja mencakup negara sebagai aktor besar," tulis Joko Anwar, dikutip dari akun X @jokoanwar, pada Senin, 21 April 2025.
 
Ia juga menyampaikan bahwa setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan kritik terhadap negara. 
 
"Ini adalah pilihan kami ketika memutuskan untuk bersuara lewat Pengepungan di Bukit Duri," lanjut Joko Anwar. 
 
Ia menambahkan bahwa "setiap ruang kosong yang dibiarkan oleh negara—dalam pendidikan, keadilan, dan keamanan—diisi oleh kekacauan. Dan itulah bentuk kritik kami."
 
Bahkan Joko Anwar menyebut Pengepungan di Bukit Duri sebagai "film akibat." Hal itu tercermin dalam perilaku brutal anak-anak di dalamnya.
 
"Perilaku itu lahir dari masyarakat yang sudah terbiasa menyakiti. Dan masyarakat itu dibentuk oleh arah kebijakan, nilai-nilai negara, dan cara bangsa ini menyikapi luka," jelas Joko Anwar. 
 

Joko Anwar: Kritik Sebagai Cermin, Bukan Ancaman
 
Terkait polemik yang berkembang di media sosial, Joko Anwar menekankan pentingnya dialog yang sehat antara pembuat film dan penonton, termasuk para kritikus.
 
"Dialog ini bukan soal siapa paling benar, tapi soal keberanian untuk saling mendengarkan. Tanpa itu, film cuma jadi monolog doang," tulisnya.
 
Ia mengaku tidak merasa terancam dengan kritik yang dialamatkan kepada filmnya. Joko Anwar justru merasa bahwa saling bertukar argumen tanpa adanya upaya untuk membungkam salah satu pihak adalah hal yang lebih konstruktif. 
 
"Bagi saya, kritik itu cermin, bukan ancaman. Jadi jangan kuatir, saya nggak akan resah karena kritik," tegasnya.
 
"Akan lebih sehat lagi, kalau argumen saya ditanggapi dengan argumen juga dan tidak menyuruh saya untuk diam. Karna saya manusia. Tidak mungkin dibungkam," pungkas Joko Anwar.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan