Tangkapan layar film pendek Tilik. (Foto: Ravacana Films)
Tangkapan layar film pendek Tilik. (Foto: Ravacana Films)

Ulasan Film Tilik dalam 9 Babak

Cecylia Rura • 22 Agustus 2020 18:07
[Mengandung Spoiler]
 

Jakarta: Film Tilik dalam durasi 32 menit menceritakan perjalanan ibu-ibu dari desa mengunjungi Bu Lurah di rumah sakit di kota. Mereka menggunakan truk yang dikemudikan Gotrek. Sepanjang perjalanan, Yu Ning (Brilliana Arfira Desy), Bu Tejo (Siti Fauziah/Ozie), Bu Tri (Angeline Rizky/Putri Manjo), dan Yu Sam (Dyah Mulani/Aniek) membicarakan Dian (Luly Syahkisrani), gadis desa yang dikagumi para pria.
 
Film Tilik dirilis pertama kali pada 2018 dengan mengemban dua pesan besar. Sutradara Wahyu Agung Prasetyo memaparkan, film Tilik memuat dua pesan penting untuk masyarakat desa yaitu tentang penyebaran berita hoaks atau berita bohong serta perihal hak perempuan memilih status hidupnya.

“Narasi yang kami bawa itu ada dua ya, mbak. Yang paling besar. Satu, tentang berita hoaks atau berita-berita sesat bahwa kita sebagai masyarakat harus bisa bijak dan bisa dewasa menyikapi itu. Artinya ketika ada berita yang datang tidak langsung ditelan mentah-mentah, tapi ada filterisasi, ada validasi, baru disebarkan,” kata Wahyu Agung saat berbincang dengan Medcom.id.
 
“Pada saat itu kami juga sangat resah soal itu dan ketika kami hendak membuat film itu, momennya pas mau pilpres. Itu jadi rentan banget kan untuk black campaign segala macam dan doktrin-doktrin di kampung-kampung. Itu narasi besarnya. Baru kedua adalah perempuan ngomongin soal perempuan dan hak perempuan sampai ke status single perempuan itu,” lanjut Agung.
 
Film Tilik akhirnya bisa disaksikan secara gratis oleh publik melalui YouTube Ravacana Films sejak 17 Agustus 2020. Dalam empat hari, film pendek Tilik sudah mencapai lebih dari 5,9 juta penayangan.
 
Saya mencoba mengulas film Tilik dari sudut pandang pesan hoaks atau berita bohong dan perihal perempuan yang ingin disampaikan Ravacana Films. Ulasan saya bagi dalam sembilan babak berdasarkan percakapan “asyik” para pemain dalam road film ini. Dialog dalam adegan di ulasan sini berpotensi spoiler. Maka, sebaiknya menonton filmnya terdahulu.

BABAK 1 – Siapa Dian?


Pada 3 menit pertama, penonton dikenalkan dengan topik utama yaitu Dian. Yu Sam membuka percakapan dengan Bu Tejo dan Bu Tri tentang Dian. Dia menanyakan apakah Dian dan Fikri, anak Bu Lurah, berpacaran. Sebab, Yu Sam mendapat informasi samar-samar (aku dengar kabar) tentang hubungan mereka.
 
“Aku dengar kabar kalau Fikri tadi mengantar ibunya ke rumah sakit sama Dian,” ucap Yu Sam.
 
“Masa?,” tanya Bu Tejo.
 
“Yang bener, bu?” tanya Bu Tri.
 
“Iya,” kata Yu Sam dengan yakin.
 
Pada dialog ini, Yu Sam membagikan informasi itu kepada orang yang sebetulnya tidak ada sangkut paut dengan Dian yaitu Bu Tejo dan Bu Tri. Padahal, Dian merupakan saudara jauh dari Yu Ning, ibu yang duduk di baris belakang.
 
Bu Tejo dan Bu Tri merasa tidak yakin. Kemudian, Yu Sam mengatakan sumber informasi tersebut dari Yu Ning. Di sini, baru dikonfirmasi bahwa Dian bersama Fikri mengantar Bu Lurah ke rumah sakit.
 
Adegan ini memberi sinyal bahwa informasi tentang Dian dan Fikri sebenarnya sudah benar, hanya saja Yu Sam ingin memberi tahu Bu Tejo dan Bu Tri. Konfirmasi kebenaran berita pertama ditandai dengan sorak ibu-ibu setelah Yu Ning angkat bicara.
 
Bu Tejo kemudian menanyakan pekerjaan Dian kepada Yu Sam. Lagi-lagi, pertanyaan ini tidak diberikan langsung untuk Yu Ning, saudara jauh Dian. Asumsi muncul berdasarkan informasi yang beredar di internet. Mereka percaya kabar itu valid hanya karena disertai foto.
 
“Kok dempet-dempetan gitu.”
 
“Astaghfirullahaladzim.”

BABAK 2 – Berita dari internet


Babak selanjutnya ditandai dengan bunyi mesin truk yang dominan. Disebutkan, Dian banyak dibicarakan di Facebook. Bu Tejo memberi pembelaan apa yang diketahuinya melalui internet valid.
 
Sementara itu, Yu Ning memberi peringatan tentang kejadian penipuan di desa di masa lalu karena percaya berita di internet. Jangan sampai terulang lagi. Dialog ini menekankan masyarakat untuk tidak mudah percaya berita yang tersebar di media sosial
 
Pada babak ini, Yu Ning menyebut perangai ketiga ibu tersebut seperti seorang wartawan.
 
“Oalah. Kalian ini ngalah-ngalahin wartawan wae, sampai ngurusin seluk-beluk hidup orang lain, sampai kayak gitu,” kata Yu Ning.
 
Namun, Bu Tejo kembali memberi pembelaan berita di internet lebih valid dan menyarankan Yu Ning membaca berita di internet. Yu Ning memperingatkan tentang validasi berita yang tersebar di internet.
 
“Tapi semuanya belum tentu benar, lho, Bu Tejo. Berita dari internet itu harus dicek dulu, enggak cuma ditelan mentah-mentah,” ujar Yu Ning.
 
Babak ini ditutup dengan adegan Yu Nah mual dan mau muntah.

BABAK 3 – Muntah=Hamil?


Kejadian Yu Nah mual dikaitkan Bu Tejo dengan ingatan yang "tiba-tiba muncul". Bu Tejo dengan modal ingatan tersebut memaparkan pernah melihat Dian muntah-muntah. Dia menyebut Dian muntah-muntah dengan prediksi sedang hamil.
 
Yu Sam di sini tidak sepakat dengan Bu Tejo. Melihat Yu Nah hanya muntah-muntah tetapi tidak hamil. Bu Tejo tidak mau kalah. Dengan modal pengalaman pernah melahirkan, dia meyakinkan dirinya dapat membedakan muntah karena hamil dan bukan.
 
Bu Tri sejak awal pro dengan Bu Tejo. Lagi-lagi Bu Tejo dengan jurus "ingatan tiba-tiba muncul" meyakini pendapatnya benar perihal muntah-muntah adalah ciri-ciri orang pasti hamil.
 
Pada babak ini, Yu Ning kembali menandas ujaran Bu Tejo. Untuk kali kedua, Yu Ning menyebutkan profesi pekerjaan, kali ini dokter untuk memvalidasi ujaran Bu Tejo. Sebelumnya, Yu Ning menyebut profesi wartawan.
 
“Walah-walah Bu Tejo. Kok sudah kayak dokter saja, nyatanya badan Dian sampai sekarang enggak ada perubahan, kok,” ujar Yu Ning.
 
Babak ini perlahan ditutup dengan Bu Tejo yang ingin buang air kecil di tengah jalan.
 
 
 
 

BABAK 4 – Black Campaign


Dian menelepon Yu Ning. Gotrek mulai penasaran. Adegan ini membenarkan bahwa Dian memang menjadi primadona para pria di desa, termasuk para pria beristri.
 
“Dian, Yu???” tanya Gotrek antusias.
 
Di samping itu, telepon dari Dian putus-putus diterima Yu Ning. Sehingga informasi dari Dian tidak tersampaikan dengan baik. Sementara itu, Yu Ning terus memastikan dia bersama rombongan harus bisa tiba dengan selamat ke rumah sakit dengan terus menanyai Gotrek.
 
Bu Tejo kemudian datang. Kali ini, informasi yang disampaikan yaitu mengenai suap yang kerap terjadi jelang pemilihan pemimpin baru. Tiba-tiba sejumlah uang disodorkan untuk Gotrek.
 
Awalnya ini disambut baik oleh Yu Ning, orang yang sedari tadi tidak sepakat dengan Bu Tejo. Namun, rupanya Bu Tejo punya maksud lain. Tampak Bu Tejo mengelak, tetapi memamerkan emas.
 
“Kalau warga yang pingin suamiku jadi, lurah begitu, kayak Gotrek apa Yu Ning mau jadi tim sukses masa aku menolak,” kata bu Tejo.
 
“Itu tadi sogokan, sudah kembalikan saja daripada bikin masalah,” kata Yu Ning kepada Gotrek.
 
Bu Tejo mengelak jika ini bagian dari suap. Namun, dia tetap meyakinkan Yu Ning dan Gotrek bahwa desa memerlukan lurah baru. Pada ujaran Bu Tejo, dipaparkan juga status Bu Lurah yang sudah menjanda.
 
“Sudah saatnya Bu Lurah istirahat. Kasihan lho Bu Lurah ini, iya enggak?” kata Bu Tejo.
 
“Maksudnya biar Pak Tejo yang gantikan, kan?” tandas Yu Ning.
 
Bu Tejo tetap keukeuh Bu Lurah sudah tidak bisa bekerja. Terlebih, statusnya sekarang seorang diri dinilai kurang bisa menjaga kesehatan diri sendiri.
 
“Kalau single buat ngurus hidupnya sendiri saja berat,” kata Bu Tejo.
 
Gotrek sebagai kubu netral mengakhiri pertikaian tentang jabatan lurah baru. Dia mengusulkan Dian yang sudah pasti ditolak oleh mayoritas ibu-ibu desa.
 
“Sekarang begini aja, bu. Yang jadi lurah Dian aja gimana?” kata Gotrek.
 
“Ya Allah, janganlah!” teriak Bu Tejo.

BABAK 5 – Fitnah


Memasuki babak kelima, adegan menyiratkan peraturan tata tertib penggunaan kendaraan roda empat ditampilkan. Sehingga Yu Sam harus menunduk ketika truk melintas di area pos polisi.
 
Sementara itu, Bu Tejo kembali uring-uringan. Kali ini dia menunjukkan kembali kekuatannya dengan menawarkan bantuan yang sebenarnya sudah terlambat.
 
“Tahu begitu, kan, aku bisa menghubungi temannya bapak anak-anak (Pak Tejo) yang punya bis, gitu, lho. Jadi enggak susah begini,” kata Bu Tejo.
 
“Namanya juga darurat, bu,” kata Yu Ning.
 
Yu Ning melalui tekadnya mengunjungi Bu Lurah, secara tidak langsung memvalidasi ucapan Bu Tejo tentang status single Bu Lurah sebelumnya.
 
“Kasihan Bu Lurah, siapa coba yang jaga rumah sakit? Enggak punya siapa-siapa, enggak ada suami, punya anak satu aja (Fikri) kayak gitu,” kata Yu Ning.
 
Bu Tejo tanpa pikir panjang mengambil kesimpulan sendiri tentang penyebab Bu Lurah jatuh sakit. Dia memulai cerita Bu Lurah sakit karena ulah putra semata wayang yang disebut dekat (juga belum valid) dengan Dian.
 
“Oh, sekarang aku mengerti, kenapa Bu Lurah sakit lagi. Pasti karena memikirkan anaknya yang punya hubungan dengan Dian. Betul, enggak?” kata Bu Tejo.
 
“Iya, pasti itu,” kata Bu Tri yang sejak awal mendukung ucapan Bu Tejo tanpa bukti kuat.
 
Yu Ning mencoba positif bahwa Dian fokus berkarier. Namun, pernyataan itu disanggah Bu Tejo lewat sindiran hidup untuk Yu Ning sendiri tentang hidup berkarier.
 
Yu Ning menyerah berdebat. Dia meminta Bu Tejo tidak menyebarkan fitnah. Kali ini, Yu Sam ikut menyanggah pernyataan Bu Tejo.
 
“Iya, benar itu kata Yu Ning. Eh, Bu Tejo, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan,” kata Yu Sam.
 
Yu Ning muak ketika Bu Tejo kembali membicarakan Dian. Babak ini ditutup dengan truk mogok, ibu-ibu kompak mendorong truk kecuali Bu Tejo dan Bu Tri.

BABAK 6 – Berita dari internet (lagi)


Yu Ning muak karena Bu Tejo yang sedari tadi berbicara justru tidak ikut mendorong truk. Yu Ning kesal, lalu menyangkutpautkan sikap Bu Tejo dengan keinginan menjadi lurah baru. Yu Ning berpendapat truk mogok karena ucapan-ucapan pedas dari Bu Tejo.
 
Bu Tejo menunjukkan status sosialnya dengan peringatan “hati-hati” untuk Yu Ning. Bu Tejo menunjukkan rasa tidak suka menjadi perbincangan, sementara sedari tadi dia membicarakan Dian. Bu Tejo melalui ucapan-ucapannya, menyadari suaminya banyak diperbincangkan sejak berkawan dengan pejabat.
 
“Oh, jadi kalau Pak Tejo yang diomongin Bu Tejo enggak terima? Gitu kok ngomongin Dian,” kata Yu Ning.
 
Bu Tejo mendapat pembelaan Bu Tri. Mereka sepakat berita di internet itu valid dengan keyakinan internet diciptakan orang pintar. Secara tidak langsung, Bu Tejo dan Bu Tri percaya orang pintar menyebarkan berita valid.
 
“Namanya internet itu bikinan orang pintar, ya enggak mungkin salah,” kata Bu Tri.
 
“Kalau bodoh enggak mungkin bisa bikin internet, lah,” ujar Bu Tejo.
 
Mereka berdebat soal kebenaran berita di internet. Bu Tejo yakin berita di internet itu benar karena didukung foto.
 
“Tapi, kan, informasi dari Bu Tejo itu enggak jelas sumbernya. Cuma dari omongan-omongan di Facebook dan internet saja,” kata Yu Ning.
 
“Informasi dari internet itu konkret. Ada fotonya, ada gambarnya,” kata Bu Tejo.
 
“Kalau berita tentang Dian ternyata tidak seperti yang diucapkan Bu Tejo tadi, apa namanya bukan fitnah? Fitnah itu dosa besar, lho,” kata Yu Ning, mengulang perihal fitnah yang sempat disebutkan Yu Sam.
 
Bu Tejo yakin benar hanya karena topik tentang Dian sudah ramai dibicarakan. Menurut Bu Tejo, praktis pembicaraan tentang Dian valid. Sementara belum ada bukti nyata. Pertikaian Yu Ning dan Bu Tejo memanas. Babak ini ditutup penilangan.
 
 
 
 

BABAK 7 – Penjelasan PP 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan


“Bapak seharusnya paham aturan. Kendaraan seperti ini tidak diperkenankan untuk membawa rombongan. Bapak sudah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 5 Ayat 4. Jadi, terpaksa bapak kami tilang,” kata polisi yang menilang kepada Gotrek.
 
Pesan dalam adegan ini ingin menyampaikan peraturan tentang kendaraan. Sementara itu, tilik atau menjenguk sudah menjadi tradisi warga desa.
 
Bu Tejo menggambarkan seseorang dengan status sosialnya merasa bisa mengatasi pelanggaran. Bu Tejo juga meminta hati nurani dan empati polisi terhadap ibu-ibu yang hendak menjenguk orang sakit.
 
“Ini keadaannya darurat, pak. Tolonglah, pak. Nuraninya itu, lho, dipakai. Empatinya, pak, ya Allah,” ujar Bu Tejo.
 
“Ibu-ibu ini paham aturan, kan?” kata polisi.
 
“Pokoknya kami mau jenguk Bu Lurah, titik! Bapak kalau ngeyel saya gigit!” kata Bu Tejo.
 
“Jadi orang pedulilah, pak!” kata Bu Tejo.

BABAK 8 – Tilik Bu Lurah


Rombongan ibu-ibu dari desa tiba di rumah sakit. Rupanya, Bu Lurah disebut sedang masuk ICU. Dian mencoba menghubungi Yu Ning, tetapi ponsel Yu Ning mati karena kehabisan baterai.
 
Ucapan Dian dan Fikri tidak selaras perihal Bu Lurah masuk ICU. Dian menyebut Bu Lurah tidak bisa dijenguk lantaran masih di ICU. Fikri pun berkata demikian. Namun, Fikri menyebut kondisi ibunya membaik, berdasarkan kata dokter. Padahal pasien di ruang ICU justru yang sedang dalam keadaan kritis.
 
“Mohon maaf ibu-ibu. Sebenarnya ibu saya belum bisa dijenguk. Ibu masih di ICU, tetapi kata dokter ibu sudah enggak apa-apa. Enggak perlu dikawal, Cuma perlu dijaga saja,” kata Fikri.
 
Bu Tejo kemudian mengalihkan perbincangan ke status hubungan Fikri dan Dian.
 
“Wah, belum apa-apa kok sudah kayak suami istri saja, deh. Udah cepat resmikan,” kata Bu Tejo.
 
Yu Ning gelisah dan merasa khawatir karena tidak bisa menjenguk Bu Lurah. Sementara itu, Bu Tejo mencoba menjadi solutif dengan mengajak ibu-ibu ke Pasar Beringharjo. Babak ini ditutup dengan sikap Bu Tejo yang seolah-olah membenarkan semua ujarannya selama di perjalanan.
 
“Jadi, menyebarkan kabar yang enggak jelas itu termasuk fitnah enggak, ya?” tanya Bu Tejo kepada ibu-ibu.
 
“Enggak tahu deh, ya,” seru ibu-ibu kompak.
 
Yu Ning merana karena niat baik yang dipertahankan sedari tadi seperti tidak ada bukti nyata. Momen ini seperti membuktikan seluruh ujaran Bu Tejo hanya karena melihat kebersamaan Fikri dan Dian. Padahal, Fikri dan Dian tidak menanggapi pertanyaan Bu Tejo saat ditanya status mereka berdua.

BABAK 9 – Dian adalah…


Dian merasa khawatir karena terus berpura-pura. Dian mempertanyakan kepastian hubungan dengan seorang pria paruh baya. Sebab, hubungan mereka belum bisa berlanjut tanpa adanya lampu hijau dari Fikri, yaitu anak Bu Lurah.
 
Pada akhir cerita, tidak ada pembuktian dugaan Bu Tejo, Bu Tri, Yu Sam, bahkan Yu Ning terhadap Dian adalah benar. Dugaan mereka meleset. Sebab, yang mereka perbincangkan adalah hubungan Dian dan Fikri, bukan Dian dengan seorang pria paruh baya tersebut.
 
Maka, dari keempat ibu-ibu tersebut tidak ada yang benar dan tidak ada yang menang. Gunjingan mereka dipatahkan di akhir cerita.
 
Film Tilik merupakan produksi Ravacana Films bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui program Dana Istimewa (Danais). Film ini meraih penghargaan Film Pendek Terpilih pada Piala Maya 2018, Official Selection Jogja-Netpac Asian Film Festival 2018, dan Official Selection World Cinema Amsterdam 2019.
 
Potret warga desa dari Bu Tejo, Bu Tri, Yu Ning, dan Yu Sam tampak menarik karena celetukan mereka yang ceplas-ceplos. Jarang bahkan tidak akan ditemukan ketika berada di kota besar. Oleh sebab itu, ada penonton merasa tergelitik ketika Tilik dirilis untuk publik secara luas di YouTube. Meski dengan pendekatan lokal, watak Bu Tejo dapat ditemukan di setiap lingkar pertemanan.
 
Namun, video ini bisa menjadi sindiran langsung terhadap warga lokal kawasan Yogyakarta dalam kehidupan bersosial dan tradisi. Karena bekerja sama dengan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kebudayaan DIY, film Tilik juga memuat pesan untuk taat peraturan salah satunya perihal menggunakan kendaraan. Di samping itu, ada tradisi Tilik menggunakan truk yang bertentangan dengan peraturan.
 
Bagi mayoritas penonton, film Tilik menjadi hiburan segar dan menggelitik berkat kehadiran Bu Tejo. Di sisi lain, cerita menggunjing perempuan di desa terasa pedih bagi pemilik pengalaman serupa. Menertawakan tragedi inilah yang kerap kita sebut dengan komedi.
 
Tilik
 
Penulis: Bagus Sumartono
Sutradara: Wahyu Agung Prasetyo
Produser eksekutif: Budi Wibowo, SH, MM
Produser: Elena Rosmeisara (Ravacana Films)
Pemain: Gotrek, Siti Fauziah (Ozie), Brilliana Arfira Desy, Angeline Rizky (Putri Manjo), Dyah Mulani (Aniek), Luly Syahkisrani
Durasi: 32 menit
Klasifikasi usia: 13+
Tayang di YouTube Ravacana Films: 17 Agustus 2020
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan