YOUR FASHION
JF3 Talk 2025: Menilik Kebijakan Ekraf dalam Mendukung Pelaku Industri Fesyen Lokal
Medcom
Selasa 17 Juni 2025 / 14:19
Jakarta: Fesyen menjadi peringkat pertama dalam kontribusi ekspor ekonomi kreatif di Indonesia. Sayangnya, potensi ini masih belum banyak berkembang secara merata di Indonesia, masih banyak masyarakat terutama pelaku industri fesyen yang belum paham bagaimana caranya tumbuh dan berkembang.
Thresia Mareta, Advisor JF3 & Founder LAKON Indonesia mengatakan situasi saat ini menggambarkan ekosistem Indonesia seperti berjalan di tempat, dan para pelaku industri seperti melakukan pengulangan saja. Sebagai pelaku industri, kita harus berpikir kembali dan memberikan kontribusi untuk lebih efektif agar industri fashion maju.
"Kita tahu, potensi kreator Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini tidak bisa tumbuh sendiri, ia membutuhkan lingkungan yang mendukung, support system yang baik untuk berkembang. Inilah pentingnya kolaborasi lintas sektor, dan terutama, dukungan nyata dari pemerintah dalam membangun fondasi industri yang kokoh," ujarnya dalam diskusi JF3 Talk 2025 (Vol.2), pada Rabu (11/6/2025) di Teras Lakon, Summarecon Serpong, Tangerang.
Seperti diketahui, dari ketiga sektor Ekonomi Kreatif (kuliner, kriya dan fesyen), industri fesyen menempati posisi yang sangat strategis dan menonjol.
Sebagai bentuk ekspresi budaya sekaligus identitas visual bangsa, sektor fesyen tidak hanya memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi juga memiliki potensi besar untuk tampil di panggung global.
Indonesia dikenal memiliki kekayaan kain tradisional seperti batik, tenun, dan songket yang dapat dikembangkan dalam rancangan kontemporer yang berdaya saing internasional.
Dalam kesempatan yang sama, Irene Umar (Wakil Menteri Ekonomi Kreatif)
mengungkapkan salah satu tantangan utama dalam industri fashion adalah ketersediaan dan pengolahan bahan baku.
Meski Indonesia kaya akan material lokal, namun teknologi pengolahannya masih tertinggal. Kita masih perlu untuk melakukan inovasi teknologi yang terbarukan untuk mengolah bahan yang kita miliki.
"Kita sadar bahwa kekuatan terbesar terletak pada proses design karena kita memiliki fashion designer yang sangat luar biasa. Permasalahannya bukan di inkubasi dari creative ideas-nya, tapi lebih kepada bagaimana caranya kita bisa menunjukkan kepada dunia, bahwa we have it," ungkap Irene.

(Indonesia dikenal memiliki kekayaan kain tradisional seperti batik, tenun, dan songket yang dapat dikembangkan dalam rancangan kontemporer yang berdaya saing internasional. Foto: Dok. Yuni)
"Melihat demografi Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar, maka kita merencanakan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat muslim fashion di kawasan Asia. Yang menjadi tantangannya kita bersama adalah bagaimana kita mendorong ini tidak hanya untuk level nasional, tapi juga untuk level internasional," jelasnya.
Irene menyebutkan beberapa langkah konkret yang telah dilakukan oleh Ekraf, antara lain:
1. Melakukan pemetaan dan mencari potensial buyer yang berada di luar negeri. Perancis sudah menjadi salah satu partner-nya.
2. Indonesia hadir di Osaka World Expo 2025, dari acara itu telah menjalin kerja sama dengan Jepang untuk membuka distribution outlet brand Indonesia disana.
3. Ada beberapa agents yang ada di Jepang yang sudah dihubungi oleh Ekraf dan akan dilakukan beberapa zoom sessions dengan brands-brands Indonesia yang siap untuk ekspor dalam skala hal kecil untuk market testing di sana.
4. Hong Kong menjadi salah satu targetnya dan masih dalam tahap identify untuk membuka pasar Indonesia di sana karena belum ada pesaing yang lain.
5. Ekraf membantu brand lokal dalam melebarkan distribusi produk secara global melalui mitra-mitra yang telah bekerja sama di dalamnya.
6. Melalui digital platform kita mampu menampilkan karya-karya desainer lokal agar bisa dilihat secara global.
"Namun demikian, ekspansi ini memerlukan kesiapan dari pelaku industri, baik dari sisi produk, standar global, hingga kapasitas produksi," papar Irene.
Lebih lanjut, Irene menekankan bahwa fashion tetap menjadi fokus utama (top 3) sektor ekraf karena nilai tambahnya tidak hanya berasal dari mass production, tetapi dari value creation yang lebih tinggi dan berkelanjutan.
"Ekraf juga menerapkan standarisasi dan mendorong diplomasi budaya-ekonomi, dengan membawa brand yang sudah terkurasi dan siap ke pasar global. Selain itu, pemerintah juga perlu mendapatkan feedback dari para pelaku industri untuk meningkatkan efektivitas dari program yang dijalankan dan mencari solusi dari tiap permasalahan yang ada," tutup Irene.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(yyy)
Thresia Mareta, Advisor JF3 & Founder LAKON Indonesia mengatakan situasi saat ini menggambarkan ekosistem Indonesia seperti berjalan di tempat, dan para pelaku industri seperti melakukan pengulangan saja. Sebagai pelaku industri, kita harus berpikir kembali dan memberikan kontribusi untuk lebih efektif agar industri fashion maju.
"Kita tahu, potensi kreator Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini tidak bisa tumbuh sendiri, ia membutuhkan lingkungan yang mendukung, support system yang baik untuk berkembang. Inilah pentingnya kolaborasi lintas sektor, dan terutama, dukungan nyata dari pemerintah dalam membangun fondasi industri yang kokoh," ujarnya dalam diskusi JF3 Talk 2025 (Vol.2), pada Rabu (11/6/2025) di Teras Lakon, Summarecon Serpong, Tangerang.
Seperti diketahui, dari ketiga sektor Ekonomi Kreatif (kuliner, kriya dan fesyen), industri fesyen menempati posisi yang sangat strategis dan menonjol.
Sebagai bentuk ekspresi budaya sekaligus identitas visual bangsa, sektor fesyen tidak hanya memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi juga memiliki potensi besar untuk tampil di panggung global.
Indonesia dikenal memiliki kekayaan kain tradisional seperti batik, tenun, dan songket yang dapat dikembangkan dalam rancangan kontemporer yang berdaya saing internasional.
Dalam kesempatan yang sama, Irene Umar (Wakil Menteri Ekonomi Kreatif)
mengungkapkan salah satu tantangan utama dalam industri fashion adalah ketersediaan dan pengolahan bahan baku.
Meski Indonesia kaya akan material lokal, namun teknologi pengolahannya masih tertinggal. Kita masih perlu untuk melakukan inovasi teknologi yang terbarukan untuk mengolah bahan yang kita miliki.
"Kita sadar bahwa kekuatan terbesar terletak pada proses design karena kita memiliki fashion designer yang sangat luar biasa. Permasalahannya bukan di inkubasi dari creative ideas-nya, tapi lebih kepada bagaimana caranya kita bisa menunjukkan kepada dunia, bahwa we have it," ungkap Irene.

(Indonesia dikenal memiliki kekayaan kain tradisional seperti batik, tenun, dan songket yang dapat dikembangkan dalam rancangan kontemporer yang berdaya saing internasional. Foto: Dok. Yuni)
Langkah konkret Ekraf
Menurut Irene, fokus utama Kemenparekraf saat ini adalah mengoptimalkan keunggulan Indonesia di sektor desain dan mendorong fashion yang tidak hanya mengangkat warisan budaya seperti batik dan tenun, tetapi juga produk ready to wear yang bisa dipakai sehari-hari."Melihat demografi Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar, maka kita merencanakan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat muslim fashion di kawasan Asia. Yang menjadi tantangannya kita bersama adalah bagaimana kita mendorong ini tidak hanya untuk level nasional, tapi juga untuk level internasional," jelasnya.
Irene menyebutkan beberapa langkah konkret yang telah dilakukan oleh Ekraf, antara lain:
1. Melakukan pemetaan dan mencari potensial buyer yang berada di luar negeri. Perancis sudah menjadi salah satu partner-nya.
2. Indonesia hadir di Osaka World Expo 2025, dari acara itu telah menjalin kerja sama dengan Jepang untuk membuka distribution outlet brand Indonesia disana.
3. Ada beberapa agents yang ada di Jepang yang sudah dihubungi oleh Ekraf dan akan dilakukan beberapa zoom sessions dengan brands-brands Indonesia yang siap untuk ekspor dalam skala hal kecil untuk market testing di sana.
4. Hong Kong menjadi salah satu targetnya dan masih dalam tahap identify untuk membuka pasar Indonesia di sana karena belum ada pesaing yang lain.
5. Ekraf membantu brand lokal dalam melebarkan distribusi produk secara global melalui mitra-mitra yang telah bekerja sama di dalamnya.
6. Melalui digital platform kita mampu menampilkan karya-karya desainer lokal agar bisa dilihat secara global.
"Namun demikian, ekspansi ini memerlukan kesiapan dari pelaku industri, baik dari sisi produk, standar global, hingga kapasitas produksi," papar Irene.
Lebih lanjut, Irene menekankan bahwa fashion tetap menjadi fokus utama (top 3) sektor ekraf karena nilai tambahnya tidak hanya berasal dari mass production, tetapi dari value creation yang lebih tinggi dan berkelanjutan.
"Ekraf juga menerapkan standarisasi dan mendorong diplomasi budaya-ekonomi, dengan membawa brand yang sudah terkurasi dan siap ke pasar global. Selain itu, pemerintah juga perlu mendapatkan feedback dari para pelaku industri untuk meningkatkan efektivitas dari program yang dijalankan dan mencari solusi dari tiap permasalahan yang ada," tutup Irene.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(yyy)