WISATA
Pengelolaan Sampah dengan Prinsip 3R Harus Diterapkan di 5 Destinasi Super Prioritas
A. Firdaus
Selasa 01 Maret 2022 / 19:37
Jakarta: Pengelolaan sampah berwawasan lingkungan dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, dan Recycle) dinilai mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hal itu ditekankan Wakil Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Alue Dohong untuk sektor pariwisata alam, terutama untuk 5 Destinasi Super Prioritas.
"Ini adalah cara pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan karena dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta menghemat energi dan sumber daya alam," kata Alue dalam webinar bertajuk: Membangun Destinasti Wisata Super Prioritas yang Berkelanjutan Melalui Pengurangan Sampah Berwawasan Lingkungan secara virtual pada Selasa. ?
Menurut Alue, persoalan sampah, khususnya sampah plastik, masih menjadi tantangan utama dalam pengembangan lima destinasi super prioritas yang ditetapkan pemerintah. Di antaranya Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang.
Di dalam filosofi dan prinsip dasar pengelolaan sampah, Alue mengatakan kegiatan menghindari dan mencegah timbulnya sampah menempati hierarki atau kedudukan yang paling tinggi. Sebab didasari oleh pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan komitmen yang tinggi.
Tetapi jika pencegahan sampah masih sulit dilakukan, Alue mengajak agar masyarakat melakukan proses pemilahan sampah. Proses ini, dikatakan, menjadi faktor kunci yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pengelolaan sampah berikutnya.
"Kegiatan komposting tidak akan berjalan baik kalau tidak diawali pemilahan sampah yang layak dikomposkan. Begitu pula bank sampah, tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada pemilihan sampah yang layak daur ulang," katanya.
Oleh sebab itu, kebijakan dan gerakan pilah sampah dari rumah menjadi penting dan strategis untuk dilaksanakan di kabupaten dan kota di Indonesia. Hal tersebut, menurutnya, juga perlu dibarengi dengan sistem pengumpulan dan pengangkutan oleh pemerintah daerah sehingga mempermudah proses pengolahan lebih lanjut.
"Ini yang selalu menjadi catatan kita bahwa pada umumnya kita sudah menerapkan sistem tempat pembuangan sampah yang macam-macam warna itu, yang artinya di situ sudah dipilah dan seterusnya. Seharusnya proses dan pemindahan pengangkutannya juga harus dilakukan dengan jadwal dan hari yang terpisah," ujar Alue.
Untuk itu, Alue mendorong bahwa prinsip cegah dan pilah sampah dapat diterapkan di seluruh destinasi pariwisata di Indonesia. Khususnya di lima destinasi super prioritas.
"Untuk menerapkan prinsip tersebut, destinasi pariwisata membutuhkan komitmen dan tanggung jawab semua pihak, terutama para pengelola destinasi itu sendiri dan pemerintah daerah," terang Alue.
Lebih lanjut, komitmen dan tanggung jawab atas cegah dan pilah sampah juga harus ditularkan kepada seluruh pengunjung melalui kegiatan komunikasi, informasi, edukasi, serta perlu disertai dengan penegakan aturan yang tegas dan konsisten.
"Kolaborasi adalah kunci dalam membangun pengelolaan sampah berwawasan lingkungan di kawasan destinasi prioritas dan lainnya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
"Ini adalah cara pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan karena dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta menghemat energi dan sumber daya alam," kata Alue dalam webinar bertajuk: Membangun Destinasti Wisata Super Prioritas yang Berkelanjutan Melalui Pengurangan Sampah Berwawasan Lingkungan secara virtual pada Selasa. ?
Menurut Alue, persoalan sampah, khususnya sampah plastik, masih menjadi tantangan utama dalam pengembangan lima destinasi super prioritas yang ditetapkan pemerintah. Di antaranya Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang.
Di dalam filosofi dan prinsip dasar pengelolaan sampah, Alue mengatakan kegiatan menghindari dan mencegah timbulnya sampah menempati hierarki atau kedudukan yang paling tinggi. Sebab didasari oleh pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan komitmen yang tinggi.
Tetapi jika pencegahan sampah masih sulit dilakukan, Alue mengajak agar masyarakat melakukan proses pemilahan sampah. Proses ini, dikatakan, menjadi faktor kunci yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pengelolaan sampah berikutnya.
"Kegiatan komposting tidak akan berjalan baik kalau tidak diawali pemilahan sampah yang layak dikomposkan. Begitu pula bank sampah, tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada pemilihan sampah yang layak daur ulang," katanya.
Oleh sebab itu, kebijakan dan gerakan pilah sampah dari rumah menjadi penting dan strategis untuk dilaksanakan di kabupaten dan kota di Indonesia. Hal tersebut, menurutnya, juga perlu dibarengi dengan sistem pengumpulan dan pengangkutan oleh pemerintah daerah sehingga mempermudah proses pengolahan lebih lanjut.
"Ini yang selalu menjadi catatan kita bahwa pada umumnya kita sudah menerapkan sistem tempat pembuangan sampah yang macam-macam warna itu, yang artinya di situ sudah dipilah dan seterusnya. Seharusnya proses dan pemindahan pengangkutannya juga harus dilakukan dengan jadwal dan hari yang terpisah," ujar Alue.
Untuk itu, Alue mendorong bahwa prinsip cegah dan pilah sampah dapat diterapkan di seluruh destinasi pariwisata di Indonesia. Khususnya di lima destinasi super prioritas.
"Untuk menerapkan prinsip tersebut, destinasi pariwisata membutuhkan komitmen dan tanggung jawab semua pihak, terutama para pengelola destinasi itu sendiri dan pemerintah daerah," terang Alue.
Lebih lanjut, komitmen dan tanggung jawab atas cegah dan pilah sampah juga harus ditularkan kepada seluruh pengunjung melalui kegiatan komunikasi, informasi, edukasi, serta perlu disertai dengan penegakan aturan yang tegas dan konsisten.
"Kolaborasi adalah kunci dalam membangun pengelolaan sampah berwawasan lingkungan di kawasan destinasi prioritas dan lainnya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)