KULINER

Tampil di Google Doodle, Ini Asal Usul Papeda

A. Firdaus
Jumat 20 Oktober 2023 / 06:29
Jakarta: Google Doodle menampilkan Papeda yang merupakan makanan khas dari Indonesia Timur. Alasannya, tepat pada hari ini 8 tahun lalu Papeda dikenalkan publik sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.

Di Indonesia Timur, Papeda menjadi makanan pokok masyarakat Papua, Maluku, dan beberapa daerah di Sulawesi. Papeda berbahan dasar sagu, yang bertekstur menyerupai lem atau berwarna putih bening.

Melansir Indonesia.go.id, Papeda dalam bahasa Inanwatan atau Papua disebut juga Dao. Memiliki rasa yang tawar, Papeda cocok disajikan bersama dengan lauk, seperti Ikan Tongkol.

Apalagi jika ikan tongkol itu dibumbui dengan kunyit atau bersama dengan kuah kuning. Papeda juga kerap dinikmati dengan sayur yang diolah dari daun melinjo muda atau disebut dengan sayur ganemo.
 

Makanan yang dihormati


Menurut sejarah, Papeda terkenal luas dalam masyarakat adat Sentanu dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, juga Manokwari. Makanan kenyal ini sering dihidangkan saat acara-acara penting di wilayah Papua, Maluku, dan sekitarnya.

Tak heran, Papeda menjadi salah satu warisan kuliner Nusantara yang khas. Sebagai makanan tradisional yang khas itu pula, Papeda menyimpan riwayat sejarah.

Masyarakat adat Papua begitu menghormati sagu lebih dari sekadar makanan lezat. Suku-suku di Papua mengenal mitologi sagu dengan kisah penjelmaan manusia.

Oleh masyarakat Raja Ampat, sagu memang dianggap sebagai sesuatu yang begitu istimewa. Itulah sebabnya, saat memanen sagu mereka kerap menggelar upacara khusus.

Hal itu dilakukan sebagai rasa syukur dan penghormatan akan hasil panen (sagu) yang melimpah. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan seluruh keluarga di sana.

Bubur Papeda juga kerap kali muncul pada upacara adat Papua, yakni Watani Kame. Upacara tersebut dilakukan sebagai tanda berakhirnya siklus kematian seseorang.

Kemudian, Papeda dibagikan paling banyak kepada relasi yang sangat membantu pada upacara Watani Kame tersebut. Di Inanwatan, Papeda bersama daging babi juga menjadi makanan yang wajib disajikan saat upacara kelahiran anak pertama.

Makanan itu telah disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis. Selain itu, Suku Nuaulu dan Suku Huaulu juga melarang wanita yang sedang dalam masa haid memasak Papeda. Karena menurut mereka proses merebus sagu menjadi Papeda dianggap tabu.
 

Keunikan memasak dan memakannya


Masyarakat Papua, Maluku dan sekitarnya menjadikan Papeda sebagai makanan pokok mereka. Proses mengolah sagu menjadi bubur Papeda membutuhkan perkakas belanga. Lalu, saat air mendidih dituangkan ke dalam saripati sagu sambil diaduk sampai mengental dan terjadi perubahan warna.

Yaitu dari putih menjadi bening keabu-abuan. Pengadukan dalam proses ini harus searah sampai tekstur benar-benar merata menjadi bubur lem.

Sepasang sumpit atau dua garpu khusus digunakan untuk mengambil dan menyantap Papeda. Caranya dengan menggulung-gulung hingga bubur papeda melingkari sumpit atau garpu.

Lalu diletakkan di piring dan siap disantap bersama kuah kuning. Tak perlu dikunyah, menyantap papeda dapat langsung diseruput dan ditelan.
 

Papeda dengan beragam manfaat


Warisan kuliner asal Papua dan Maluku yang satu ini memiliki berbagai manfaat yang berguna bagi kesehatan tubuh. Selain kaya serat, Papeda juga rendah kolestrol dan bernutrisi.

Papeda memiliki nutria esensial seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, dan lain-lain. Bahkan, rutin mengkonsumsi papeda dapat meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh.

Selain itu juga dapat mengurangi resiko terjadinya kanker usus, hingga membersihkan paru-paru. Sagu yang kaya manfaat seharusnya dapat dijadikan makanan pokok nasional.

Papeda pun sudah melanglang buana ke berbagai kota di Indonesia. Termasuk di Jakarta, di mana Papeda menjadi jajanan yang dijajakan bersamaan dengan makanan khas daerah lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH