FITNESS & HEALTH
3 Berita Terpopuler Gaya: Resistensi Antimikroba Hingga Informasi Genomik
Yatin Suleha
Rabu 25 September 2024 / 06:32
Jakarta: Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika antibiotik tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh. Resistensi antibiotik menyebabkan bakteri tetap berkembang biak dan sulit diobati. Akibatnya, penderita dapat mengalami komplikasi yang berat, bahkan kematian.
Data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) yang diperbarui pada 2022 menyebutkan bahwa resistensi antimikroba pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae di Indonesia terdeteksi melalui pemeriksaan spesimen darah dan urine pasien yang terinfeksi AMR.
Dari laporan rumah sakit yang diterima Kemenkes, penanganan pasien dengan infeksi resistensi antimikroba membutuhkan upaya yang besar. Sebab, bakteri yang kebal terhadap antibiotik memengaruhi perawatan pasien. Berikut ini, Medcom.id/gaya merangkum berita menarik yang terjadi sepanjang Selasa, 24 September 2024 :
Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menyebabkan munculnya bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Kejadian yang disebut dengan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) ini berdampak pada semakin sulitnya pengobatan dan perawatan pasien.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengungkapkan data kejadian resistensi antimikroba yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel. Data tersebut mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik.
“Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada,” jelas Dirjen Azhar Jaya.
Selengkapnya klik di sini
Penelitian mengemukakan bahwa pria cenderung lebih mudah sakit dibanding perempuan. Hal ini salah satunya karena pria melakukan lebih sedikit tindakan untuk menghindar terjangkit penyakit.
Peneliti utama di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, Dr. Matthew Memoli, mengungkapkan dalam sebuah penelitian terungkap bahwa pria lebih abai dengan tindakan pencegahan penyakit, seperti enggan mengenakan masker atau mencuci tangan.
Pria juga lebih cenderung memiliki gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok atau sering mengonsumsi alkohol. Perilaku buruk itu pun tidak dibarengi dengan perawatan medis secara rutin, yang menyebabkan mereka lebih mudah jatuh sakit.
Selengkapnya klik di sini
Salah satu pemanfaatan data genomik dalam program Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) melalui SatuDNA adalah kemampuan untuk mengetahui jenis obat yang paling cocok sesuai dengan kondisi individu secara pasti. Hal ini akan memudahkan dokter dalam memberikan resep obat yang tepat sekaligus meminimalkan efek samping.
Informasi mengenai kecocokan obat diperoleh dari hasil analisis farmakogenomik. Farmakogenomik adalah penggunaan informasi genomik untuk memilih dan mempersonalisasi penggunaan obat, guna menghindari reaksi yang merugikan serta mengoptimalkan kemanjuran obat.
Project Management Officer BGSi Irene Lorinda Indalao, SSi, MSc, PhD menyampaikan, laporan farmakogenomik ini dapat diperoleh oleh partisipan program BGSi yang ikut serta dalam pengambilan sampel darah. Setelah pengambilan sampel, akan dilakukan analisis genetik.
Selengkapnya klik di sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) yang diperbarui pada 2022 menyebutkan bahwa resistensi antimikroba pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae di Indonesia terdeteksi melalui pemeriksaan spesimen darah dan urine pasien yang terinfeksi AMR.
Dari laporan rumah sakit yang diterima Kemenkes, penanganan pasien dengan infeksi resistensi antimikroba membutuhkan upaya yang besar. Sebab, bakteri yang kebal terhadap antibiotik memengaruhi perawatan pasien. Berikut ini, Medcom.id/gaya merangkum berita menarik yang terjadi sepanjang Selasa, 24 September 2024 :
1. Dirjen Kemenkes Ungkap Data Kejadian Resistensi Antimikroba
Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menyebabkan munculnya bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Kejadian yang disebut dengan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) ini berdampak pada semakin sulitnya pengobatan dan perawatan pasien.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengungkapkan data kejadian resistensi antimikroba yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel. Data tersebut mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik.
“Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor. Yang pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada,” jelas Dirjen Azhar Jaya.
Selengkapnya klik di sini
2. Penelitian Sebut Pria Lebih Mudah Sakit Dibanding Wanita, Ini Alasannya
Penelitian mengemukakan bahwa pria cenderung lebih mudah sakit dibanding perempuan. Hal ini salah satunya karena pria melakukan lebih sedikit tindakan untuk menghindar terjangkit penyakit.
Peneliti utama di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, Dr. Matthew Memoli, mengungkapkan dalam sebuah penelitian terungkap bahwa pria lebih abai dengan tindakan pencegahan penyakit, seperti enggan mengenakan masker atau mencuci tangan.
Pria juga lebih cenderung memiliki gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok atau sering mengonsumsi alkohol. Perilaku buruk itu pun tidak dibarengi dengan perawatan medis secara rutin, yang menyebabkan mereka lebih mudah jatuh sakit.
Selengkapnya klik di sini
3. Ketahui Obat yang Cocok Lewat Informasi Genomik, Bisa Minimalkan Efek Samping
Salah satu pemanfaatan data genomik dalam program Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) melalui SatuDNA adalah kemampuan untuk mengetahui jenis obat yang paling cocok sesuai dengan kondisi individu secara pasti. Hal ini akan memudahkan dokter dalam memberikan resep obat yang tepat sekaligus meminimalkan efek samping.
Informasi mengenai kecocokan obat diperoleh dari hasil analisis farmakogenomik. Farmakogenomik adalah penggunaan informasi genomik untuk memilih dan mempersonalisasi penggunaan obat, guna menghindari reaksi yang merugikan serta mengoptimalkan kemanjuran obat.
Project Management Officer BGSi Irene Lorinda Indalao, SSi, MSc, PhD menyampaikan, laporan farmakogenomik ini dapat diperoleh oleh partisipan program BGSi yang ikut serta dalam pengambilan sampel darah. Setelah pengambilan sampel, akan dilakukan analisis genetik.
Selengkapnya klik di sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)