FITNESS & HEALTH
Bukan Sekadar 'Sakit Kuning', Ketahui Penyebab, Risiko dan Cara Mencegah Hepatitis
Yuni Yuli Yanti
Senin 05 Mei 2025 / 07:00
Jakarta: Berdasarkan laporan dari WHO pada April 2024 lalu, sebanyak 3.500 orang meninggal setiap harinya di seluruh dunia karena virus hepatitis. Jumlahnya diperkirakan akan terus meningkat dengan 6.000 orang baru terinfeksi setiap harinya.
Bahkan, penyakit hepatitis menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian menular terbanyak di dunia setelah tuberkulosis.
Di Indonesia, hepatitis (peradangan hati) atau yang lebih dikenal sebagai ‘sakit kuning’, masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat. Rendahnya pemahaman terhadap bahaya penyakit ini tercermin dari masih adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A, khususnya di lingkungan sekolah. Minimnya kesadaran akan pentingnya vaksinasi hepatitis B pun menjadi salah satu tantangan utama dalam upaya pencegahan.
Seperti diketahui, hepatitis adalah kondisi peradangan pada organ hati. Peradangan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius.
Dr. Steven Zulkifly, Sp.PD, dari RS Siloam Kebon Jeruk, mengatakan salah satu penyebab paling umum adalah infeksi virus, dengan jenis yang paling sering ditemui meliputi virus hepatitis A, B, dan C.
Masing-masing jenis virus ini memiliki cara penularan dan tingkat keparahan yang berbeda-beda, sehingga penting untuk memahami penyebab dan karakteristiknya guna melakukan pencegahan serta penanganan yang tepat.
"Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses peradangan pada hati. Penyebabnya berupa infeksi dan non infeksi. Virus hepatitis A, B, C, D, hingga E adalah penyebab infeksi yang paling sering. Ada pula cytomegalovirus dan virus herpes. Cacing hati juga bisa menyebabkan hepatitis. Kasus yang sering timbul di masyarakat adalah hepatitis A, B, dan C," ujar dr. Steven.
Menurut dr. Steven, hepatitis tidak selalu disebabkan oleh infeksi virus. Dalam sejumlah kasus, peradangan hati justru dipicu oleh faktor non-infeksi, seperti konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit autoimun, serta perlemakan hati.
Konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam jangka panjang, dapat merusak sel-sel hati dan menyebabkan peradangan. Dosis parasetamol yang berlebihan, misalnya, juga bisa memicu hepatitis. Selain itu, perlemakan hati yang umumnya dialami oleh individu dengan obesitas juga berisiko berkembang menjadi hepatitis jika tidak ditangani dengan baik.
"Sementara itu, hepatitis akibat penyakit autoimun biasanya muncul secara tiba-tiba dan hingga kini belum ditemukan metode pencegahan yang efektif. Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan medis yang tepat sangat penting," jelas dr. Steven.

(Perlemakan hati juga bisa menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya hepatitis. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
"Sedangkan, hepatitis B dan C rentan terjadi di kelompok usia produktif sekitar 35-60 tahun. Karena faktor risikonya ada pada hubungan seksual, pembuatan tato, piercing, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril," tutur dr. Steven.

(Dr. Steven Zulkifly, Sp.PD. Foto: Dok. Istimewa)
Virusnya subur berkembang biak di lingkungan dengan tingkat sanitasi rendah. Risiko penularan juga sering terjadi karena orang yang menyiapkan hidangan kurang menjaga kebersihan, sehingga makanan dan minuman tercemar feses dari pengidap hepatitis. Di Indonesia, Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A kerap muncul di sekolah-sekolah.
Ada lima langkah untuk mencegah penyebaran virus ini, antara lain:
1. Pastikan makanan dan suplai air bersih. Jaga kebersihan dapur dan alat makan.
2. Terapkan kebiasaan sanitasi yang baik. Cuci tangan sebelum makan dan setelah ke kamar mandi.
3. Karena rute penularan adalah oral, lakukan praktek seksual yang sehat.
4. Virus hepatitis pada makanan atau minuman bisa mati jika dipanaskan di suhu 85° Celcius selama 1 menit. Maka konsumsilah makanan yang matang.
5. Anak-anak dapat divaksin hepatitis A dua kali dalam jarak waktu 6 bulan untuk proteksi seumur hidup.
"Meskipun hepatitis A bisa sembuh dengan sendirinya, tetapi tetap disarankan untuk melakukan vaksin hepatitis A. Penanganan hepatitis A sifatnya suportif berdasarkan gejala yang muncul. Jika mual dan muntah, pasien dipastikan tidak dehidrasi dan dapat asupan nutrisi. Jika demam, pasien akan beri obat penurun panas. Kondisi pasien biasanya membaik 1-2 minggu pasca infeksi. Penyembuhannya hingga 1 bulan. Tapi jika terjadi gagal hati akut, pasien harus dirawat di rumah sakit dengan pemantauan ketat," terang dr. Steven.
Dr. Steven menyampaikan di RS Siloam Kebon Jeruk, penanganan hepatitis bersifat menyeluruh. Penyakit ini dapat ditangani mulai dari tindakan preventif, diagnostik, hingga terapi. Vaksinasi hepatitis tersedia, sarana pemeriksaan lengkap, laboratorium, peralatan endoskopi yang dibutuhkan memadai. Fasilitas after care untuk pasien juga tersedia.
Pasien yang terkena hepatitis B akan terus dipantau hingga muncul waktu yang tepat untuk diterapi. Pasien hepatitis C akan langsung diobati agar tidak berkembang menjadi sirosis.
"Jika Anda memiliki faktor risiko tertular hepatitis, atau memiliki anggota keluarga yang terdiagnosis, segera lakukan pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)
Bahkan, penyakit hepatitis menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian menular terbanyak di dunia setelah tuberkulosis.
Di Indonesia, hepatitis (peradangan hati) atau yang lebih dikenal sebagai ‘sakit kuning’, masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat. Rendahnya pemahaman terhadap bahaya penyakit ini tercermin dari masih adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A, khususnya di lingkungan sekolah. Minimnya kesadaran akan pentingnya vaksinasi hepatitis B pun menjadi salah satu tantangan utama dalam upaya pencegahan.
Seperti diketahui, hepatitis adalah kondisi peradangan pada organ hati. Peradangan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius.
Dr. Steven Zulkifly, Sp.PD, dari RS Siloam Kebon Jeruk, mengatakan salah satu penyebab paling umum adalah infeksi virus, dengan jenis yang paling sering ditemui meliputi virus hepatitis A, B, dan C.
Masing-masing jenis virus ini memiliki cara penularan dan tingkat keparahan yang berbeda-beda, sehingga penting untuk memahami penyebab dan karakteristiknya guna melakukan pencegahan serta penanganan yang tepat.
"Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses peradangan pada hati. Penyebabnya berupa infeksi dan non infeksi. Virus hepatitis A, B, C, D, hingga E adalah penyebab infeksi yang paling sering. Ada pula cytomegalovirus dan virus herpes. Cacing hati juga bisa menyebabkan hepatitis. Kasus yang sering timbul di masyarakat adalah hepatitis A, B, dan C," ujar dr. Steven.
Menurut dr. Steven, hepatitis tidak selalu disebabkan oleh infeksi virus. Dalam sejumlah kasus, peradangan hati justru dipicu oleh faktor non-infeksi, seperti konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit autoimun, serta perlemakan hati.
Konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam jangka panjang, dapat merusak sel-sel hati dan menyebabkan peradangan. Dosis parasetamol yang berlebihan, misalnya, juga bisa memicu hepatitis. Selain itu, perlemakan hati yang umumnya dialami oleh individu dengan obesitas juga berisiko berkembang menjadi hepatitis jika tidak ditangani dengan baik.
"Sementara itu, hepatitis akibat penyakit autoimun biasanya muncul secara tiba-tiba dan hingga kini belum ditemukan metode pencegahan yang efektif. Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan medis yang tepat sangat penting," jelas dr. Steven.

(Perlemakan hati juga bisa menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya hepatitis. Foto: Ilustrasi. Dok. Freepik.com)
Gejala
Hampir sama dengan infeksi virus pada umumnya, gejala hepatitis A berupa demam, meriang, sakit kepala, nafsu makan menurun dan muntah. Bedanya, hepatitis A dapat disertai kondisi kuning yang biasanya bersifat akut. Sedangkan hepatitis B dan C sangat sulit dideteksi. Gejala-gejala baru muncul jika sudah terjadi komplikasi serius seperti pengerasan hati atau bahkan berkembang menjadi kanker hati.Kelompok usia rentan
Semua orang berisiko terjangkit hepatitis. Namun, ada kelompok usia tertentu yang rawan. Karena penularannya mudah terjangkit lewat oral, hepatitis A banyak ditemukan pada usia anak sekolah yang sanitasinya belum baik. Dari KLB di Indonesia, rentang usia rawan hepatitis A adalah 10-15 tahun."Sedangkan, hepatitis B dan C rentan terjadi di kelompok usia produktif sekitar 35-60 tahun. Karena faktor risikonya ada pada hubungan seksual, pembuatan tato, piercing, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril," tutur dr. Steven.

(Dr. Steven Zulkifly, Sp.PD. Foto: Dok. Istimewa)
Penularan dan pencegahan
Dr. Steven menyebutkan penularan hepatitis A terjadi melalui jalur fecal-oral. Pada umumnya, infeksi terjadi melalui konsumsi makanan atau minuman yang tercemar feses pengidap hepatitis, namun dapat juga melalui praktik kebiasaan seksual.Virusnya subur berkembang biak di lingkungan dengan tingkat sanitasi rendah. Risiko penularan juga sering terjadi karena orang yang menyiapkan hidangan kurang menjaga kebersihan, sehingga makanan dan minuman tercemar feses dari pengidap hepatitis. Di Indonesia, Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A kerap muncul di sekolah-sekolah.
Ada lima langkah untuk mencegah penyebaran virus ini, antara lain:
1. Pastikan makanan dan suplai air bersih. Jaga kebersihan dapur dan alat makan.
2. Terapkan kebiasaan sanitasi yang baik. Cuci tangan sebelum makan dan setelah ke kamar mandi.
3. Karena rute penularan adalah oral, lakukan praktek seksual yang sehat.
4. Virus hepatitis pada makanan atau minuman bisa mati jika dipanaskan di suhu 85° Celcius selama 1 menit. Maka konsumsilah makanan yang matang.
5. Anak-anak dapat divaksin hepatitis A dua kali dalam jarak waktu 6 bulan untuk proteksi seumur hidup.
"Meskipun hepatitis A bisa sembuh dengan sendirinya, tetapi tetap disarankan untuk melakukan vaksin hepatitis A. Penanganan hepatitis A sifatnya suportif berdasarkan gejala yang muncul. Jika mual dan muntah, pasien dipastikan tidak dehidrasi dan dapat asupan nutrisi. Jika demam, pasien akan beri obat penurun panas. Kondisi pasien biasanya membaik 1-2 minggu pasca infeksi. Penyembuhannya hingga 1 bulan. Tapi jika terjadi gagal hati akut, pasien harus dirawat di rumah sakit dengan pemantauan ketat," terang dr. Steven.
Pentingnya vaksinasi hepatitis
Grup RS Siloam dari tahun ke tahun menunjukan komitmen dalam pengobatan dan juga mengedukasi masyarakat mengenai hepatitis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya hepatitis serta pentingnya vaksinasi hepatitis.Dr. Steven menyampaikan di RS Siloam Kebon Jeruk, penanganan hepatitis bersifat menyeluruh. Penyakit ini dapat ditangani mulai dari tindakan preventif, diagnostik, hingga terapi. Vaksinasi hepatitis tersedia, sarana pemeriksaan lengkap, laboratorium, peralatan endoskopi yang dibutuhkan memadai. Fasilitas after care untuk pasien juga tersedia.
Pasien yang terkena hepatitis B akan terus dipantau hingga muncul waktu yang tepat untuk diterapi. Pasien hepatitis C akan langsung diobati agar tidak berkembang menjadi sirosis.
"Jika Anda memiliki faktor risiko tertular hepatitis, atau memiliki anggota keluarga yang terdiagnosis, segera lakukan pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)