FITNESS & HEALTH

Apa Itu Quiet Quitting?

Mia Vale
Senin 07 Juli 2025 / 09:05
Jakarta: Fenomena quiet quitting pada karyawan seakan menjadi bentuk perlawanan terhadap “hustle culture” yang dirasa memberikan dampak kurang baik bagi kesehatan fisik dan mental seseorang. 

Awal munculnya quiet quitting mungkin tidak diketahui awal mulanya. Namun istilah ini bisa diartikan sebagai perilaku karyawan yang hanya melakukan pekerjaan pada batas minimum. 

Tidak berupaya lebih, baik dalam hal waktu, tenaga atau antusiasme, walaupun mereka mampu. Mereka benar-benar bekerja sesuai yang diperlukan saja. 

Baca juga: Apa Sih Manfaat Guling?
 

Apa penyebabnya?



(Quiet quitting adalah keputusan sadar oleh karyawan untuk tidak melampaui deskripsi pekerjaan mereka. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

Seperti dikatakan dalam situs resmi DJKN Kemenkeu, perilaku quiet quitting ini bisa disebabkan karena berbagai hal. Misal, karyawan merasa pekerjaannya kurang mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari perusahaan, baik yang bersifat materi maupun non materi, atau karena beban kerja yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan karyawan merasa kelelahan sampai burnout. 

Batas-batas yang samar antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga dapat menjadi faktor pendorong terjadinya perilaku ini. 

Karyawan kerap masih "disibukkan" dengan urusan pekerjaan di luar jam kerja atau bahkan saat libur. Bahkan hal ini bukan dalam keadaan darurat. Kondisi ini mengakibatkan karyawan melakukan quiet quitting, di mana mereka melakukan pekerjaan dengan baik, tetapi tidak "berusaha lebih keras".
 

Ciri-ciri quiet quitting


Mungkin kamu pernah melihat karyawan yang hanya melakukan upaya minimum untuk mempertahankan pekerjaan mereka, tetapi tidak mencurahkan waktu atau energi ekstra untuk peran mereka. Padahal dia mampu, tapi tidak mau. Umumnya itu menjadi tanda quiet quitting. 

Nah, agar perilaku karyawan ini dapat diantisipasi dengan cepat dan tepat, perusahaan perlu mengenali sejak dini terjadinya perilaku ini pada karyawannya. 

Adapun ciri atau tanda adanya karyawan yang mulai melakukan perilaku quiet quitting antara lain: 

- Bekerja sesuai porsinya
- Pulang kerja tepat waktu dan menghindari overtime
- Tidak bersedia melakukan pekerjaan di luar pekerjaan utama
- Tidak mau berurusan dengan pekerjaan atau menjawab pertanyaan seputar kewajiban kerja di waktu libur
- Pasif saat meeting atau diskusi tertentu terkait pekerjaan
- Hilang minat untuk menjadi karyawan berprestasi di perusahaan
- Jarang mengikuti acara yang diselenggarakan perusahaan

Baca juga: Heboh Group Fantasi Sedarah, Jangan Abaikan Dampak Psikologis pada Anak yang Jadi Korban
 

Benar atau salah?


Fenomena ini masih jadi perdebatan, karena tidak semua orang setuju dengan quiet quitting. Seorang pakar kesopanan di tempat kerja, Pattie Ehsai, menyatakan bahwa kamu tidak akan berhasil di tempat kerja dengan perilaku seperti itu. 

Namun dilihat dari sudut pandang lain yang dinukil dari Personio, fenomena ini tidak bisa dikatakan sepenuhnya salah karena sebenarnya hal ini akan menciptakan batasan yang lebih jelas antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi dan secara lebih luas, dapat mewujudkan work life balance. Jadi sebaiknya, sikapilah fenomena ini dengan bijak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH