FITNESS & HEALTH
Intoleransi Laktosa Vs Alergi Susu Sapi, Apa Bedanya?
Aulia Putriningtias
Selasa 27 Agustus 2024 / 18:30
Jakarta: Masih banyak masyarakat yang belum mengerti, atau menganggap sama, antara intoleransi laktosa dan alergi susu sapi. Padahal, keduanya beda, loh!
Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh dalam menyerap laktosa. Laktosa adalah bagian dari karbohidrat dan merupakan karbohidrat alami yang ada di susu sapi. Jadi setelah masuk, diserap, laktosa akan dipecah.
Setelah dipecah, lalu akan diserap dan dalam proses penyerapannya membutuhkan enzim laktase. Pada kondisi intoleransi laktosa, enzim laktasenya tidak bisa membantu dalam proses penyerapan tersebut.
Menurut data Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition (APJCN), bahwa prevalensi intoleransi laktosa pada anak Indonesia usia 3-5 tahun sebesar 21,3 persen. Sedangkan, kelompok usia 6-11 tahun sebanyak 57,8 persen.
Menurut Medical Marketing Manager Kalbe Nutritionals, dr. Dewi Virdianti Pangastuti, intoleransi laktosa dan alergi susu sapi memiliki gejala yang mirip. Karena hal ini, banyak orang yang salah tanggap membedakan keduanya.
Namun, ada perbedaan yang jelas, yakni jika alergi susu sapi biasanya sistem imun bereaksi karena adanya protein dari susu sapi. Dalam hal ini, tubuh anak tidak dapat toleran terhadap protein susu sapi yang mengandung whey dan kasein.
Sedangkan, jika intoleransi laktosa (karbohidrat), karena tidak ada enzim laktase atau enzim laktase tidak memproduksi dengan baik. Hal ini membuat anak lebih sensitif terhadap laktosa.
.jpg)
(Intoleransi laktosa adalah kondisi di mana kamu mengalami gejala pencernaan—seperti kembung , diare , dan gas —setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Gejala keduanya mirip, terutama gejala saluran pencernaan. Gejala alergi dapat timbul di saluran pencernaan (diare, kembung, mual, dan mudah muntah), di kulit (ruam, bercak kemerahan, dan gatal), dan di saluran pernapasan (anak mudah pilek atau bersin).
Gejala intoleransi laktosa juga ada di saluran pencernaan, namun tidak ada gejala di kulit dan tidak muncul gejala di saluran pernapasan. Gejala khas intoleransi laktosa, biasanya perut terasa sangat kembung dan ada bunyi berisik seperti ‘krucuk-krucuk’ di dalam saluran pencernaan.
Moms dan Dads juga dapat melihat gejala pada anak-anak yang masih menggunakan popok. Biasanya, area anus anak mudah merah dan beraroma asam. Hal ini karena laktosa bersifat asam dan menghasilkan gas.
Dr. Dewi menambahkan bahwa anak-anak dengan intoleransi laktosa tetap membutuhkan nutrisi yang seimbang. Di antaranya, harus memenuhi 30 persen protein, sekitar 50 persen karbohidrat, dan sekitar 20 persen lemak.
Kemudian menghindari makanan yang mengandung laktosa, yang banyak terdapat di susu sapi dan turunannya seperti keju dan yoghurt. Jika gejala anak sudah membaik, maka bisa kembali diberikan makanan yang mengandung laktosa.
Susu sapi merupakan sumber protein yang dapat digantikan dengan mengonsumsi sumber nutrisi protein lain. Misalnya, dengan mengonsumsi daging-dagingan, ayam, tempe. Lalu untuk sumber karbohidrat, dapat mengonsumsi nasi, kentang, jagung, dan banyak sumber karbohidrat lain yang dapat divariasikan.
Kalbe Nutritionals pun juga memiliki inovasi produk Morinaga Soya yang berisi isolat protein soya. Produk ini bukan hanya kedelai atau soya biasa, tetapi isolat protein soya yang sudah berbentuk protein sangat murni dari kedelai.
"Isolat protein soya sudah dimurnikan, karena diformulasikan sesuai kebutuhan anak masing-masing usia. Selain mengandung protein, kacang kedelai juga mengandung nutrisi lain. Sedangkan pada isolate protein soya, kandungan lain yang tidak dibutuhkan anak sudah disisihkan," ungkap Brand Manager Morinaga Specialties, Betzylia Wahyuningsih.
Jika merasa intoleransi laktosa si kecil begitu mengganggu, Moms dan Dads dapat membawanya kepada dokter ahli untuk ditinjau lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh dalam menyerap laktosa. Laktosa adalah bagian dari karbohidrat dan merupakan karbohidrat alami yang ada di susu sapi. Jadi setelah masuk, diserap, laktosa akan dipecah.
Setelah dipecah, lalu akan diserap dan dalam proses penyerapannya membutuhkan enzim laktase. Pada kondisi intoleransi laktosa, enzim laktasenya tidak bisa membantu dalam proses penyerapan tersebut.
Menurut data Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition (APJCN), bahwa prevalensi intoleransi laktosa pada anak Indonesia usia 3-5 tahun sebesar 21,3 persen. Sedangkan, kelompok usia 6-11 tahun sebanyak 57,8 persen.
Menurut Medical Marketing Manager Kalbe Nutritionals, dr. Dewi Virdianti Pangastuti, intoleransi laktosa dan alergi susu sapi memiliki gejala yang mirip. Karena hal ini, banyak orang yang salah tanggap membedakan keduanya.
Namun, ada perbedaan yang jelas, yakni jika alergi susu sapi biasanya sistem imun bereaksi karena adanya protein dari susu sapi. Dalam hal ini, tubuh anak tidak dapat toleran terhadap protein susu sapi yang mengandung whey dan kasein.
Sedangkan, jika intoleransi laktosa (karbohidrat), karena tidak ada enzim laktase atau enzim laktase tidak memproduksi dengan baik. Hal ini membuat anak lebih sensitif terhadap laktosa.
.jpg)
(Intoleransi laktosa adalah kondisi di mana kamu mengalami gejala pencernaan—seperti kembung , diare , dan gas —setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Bagaimana gejala alergi susu sapi dan intoleransi laktosa?
Gejala keduanya mirip, terutama gejala saluran pencernaan. Gejala alergi dapat timbul di saluran pencernaan (diare, kembung, mual, dan mudah muntah), di kulit (ruam, bercak kemerahan, dan gatal), dan di saluran pernapasan (anak mudah pilek atau bersin).
Gejala intoleransi laktosa juga ada di saluran pencernaan, namun tidak ada gejala di kulit dan tidak muncul gejala di saluran pernapasan. Gejala khas intoleransi laktosa, biasanya perut terasa sangat kembung dan ada bunyi berisik seperti ‘krucuk-krucuk’ di dalam saluran pencernaan.
Moms dan Dads juga dapat melihat gejala pada anak-anak yang masih menggunakan popok. Biasanya, area anus anak mudah merah dan beraroma asam. Hal ini karena laktosa bersifat asam dan menghasilkan gas.
Dr. Dewi menambahkan bahwa anak-anak dengan intoleransi laktosa tetap membutuhkan nutrisi yang seimbang. Di antaranya, harus memenuhi 30 persen protein, sekitar 50 persen karbohidrat, dan sekitar 20 persen lemak.
Kemudian menghindari makanan yang mengandung laktosa, yang banyak terdapat di susu sapi dan turunannya seperti keju dan yoghurt. Jika gejala anak sudah membaik, maka bisa kembali diberikan makanan yang mengandung laktosa.
Pentingnya memilih susu yang cocok untuk intoleransi laktosa
Susu sapi merupakan sumber protein yang dapat digantikan dengan mengonsumsi sumber nutrisi protein lain. Misalnya, dengan mengonsumsi daging-dagingan, ayam, tempe. Lalu untuk sumber karbohidrat, dapat mengonsumsi nasi, kentang, jagung, dan banyak sumber karbohidrat lain yang dapat divariasikan.
Kalbe Nutritionals pun juga memiliki inovasi produk Morinaga Soya yang berisi isolat protein soya. Produk ini bukan hanya kedelai atau soya biasa, tetapi isolat protein soya yang sudah berbentuk protein sangat murni dari kedelai.
"Isolat protein soya sudah dimurnikan, karena diformulasikan sesuai kebutuhan anak masing-masing usia. Selain mengandung protein, kacang kedelai juga mengandung nutrisi lain. Sedangkan pada isolate protein soya, kandungan lain yang tidak dibutuhkan anak sudah disisihkan," ungkap Brand Manager Morinaga Specialties, Betzylia Wahyuningsih.
Jika merasa intoleransi laktosa si kecil begitu mengganggu, Moms dan Dads dapat membawanya kepada dokter ahli untuk ditinjau lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)