FITNESS & HEALTH

Penanganan Fibrilasi Atrium dengan PFA, Keunggulan dan Cara Kerjanya

A. Firdaus
Kamis 09 Januari 2025 / 15:10
Jakarta: Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Selain penyakit jantung koroner, gangguan irama jantung (aritmia) juga memberi kontribusi yang signifikan.

Aritmia yang paling banyak ditemukan di masyarakat adalah fibrilasi atrium (FA). Diperkirakan jumlah penderita fibrilasi atrium di Indonesia mencapai lebih dari tiga juta penduduk, dengan prevalensi yang meningkat seiring bertambahnya usia.

Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut sangat cepat dan tidak beraturan. Normalnya, jantung akan berdenyut sekitar 60-100 kali per menit saat kita sedang santai, namun pada fibrilasi atrium, serambi jantung bisa berdenyut lebih dari 400 kali per menit.

Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah dan gagal jantung. Penggumpalan darah yang terbentuk dapat mengakibatkan terjadinya stroke.

Baca juga: Perempuan Lebih Berisiko terkena Masalah Irama Jantung

Pasien fibrilasi atrium mempunyai risiko 4-5 kali lipat terjadinya stroke dibanding pasien yang bukan fibrilasi atrium. Selain itu, denyut serambi jantung yang super cepat dan tidak teratur meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung dan tentunya meningkatkan mortalitas pasien fibrilasi atrium.

Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K), seorang ahli aritmia di Heartology Cardiovascular Hospital, menjelaskan aritmia bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk kelainan struktur jantung, tekanan darah tinggi, gangguan tiroid, atau bahkan efek samping obat-obatan tertentu.

"Gejala aritmia yang sering dikeluhkan antara lain jantung berdebar (palpitasi), pusing, nyeri dada, atau mudah lelah. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana deteksi dini dilakukan," imbau Dr. Dicky saat temu media di Heartology Cardiovascular Hospital.

"Pemeriksaan seperti elektrokardiogram (EKG) atau monitor jantung Holter dapat membantu mendiagnosis aritmia sejak awal sehingga pengobatan bisa lebih efektif," terangnya.
 

Tata laksana fibrilasi atrium


Ada beberapa cara untuk menangani fibrilasi atrium, di antaranya; terapi obat-obatan (medikamentosa), kontrol faktor risiko, dan kateter ablasi. Pasien yang tidak mempan dengan obat-obatan, perlu dilakukan tindakan kateter ablasi untuk mencegah memburuknya fungsi pompa jantung (gagal jantung), menurunkan risiko stroke dan memperpanjang usia pasien.

Di Heartology Cardiovascular Hospital telah menggunakan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA) dalam tata laksana fibrilasi atrium. Dr. dr. Faris Basalamah, Sp.JP(K), Direktur Heartology Cardiovascular Hospital, mengatakan, kehadiran PFA di Heartology adalah langkah besar dalam dunia kardiologi untuk membawa layanan kesehatan jantung di Indonesia ke standar internasional.


Konferensi Pers penanganan Fibrilasi Artium menggunakan metode PFA bersama dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD (kiri), Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K) (tengah), dan Dr. dr. Faris Basalamah, Sp.JP(K). Dok. A. Firdaus/Medcom

"Sebagai rumah sakit yang berfokus pada tata laksana kardiovaskular, kami selalu mengedepankan inovasi demi menempatkan kenyamanan dan keamanan pasien sebagai prioritas utama," ucap Dr. Faris.

PFA memiliki keunggulan dibandingkan teknologi ablasi yang sebelumnya dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi dengan nilai keampuhan pengobatan setara terhadap pasien atrial fibrilasi yang persisten maupun non-persisten.

"Kami juga percaya bahwa keberhasilan ini tidak hanya terletak pada teknologi, tetapi juga kerja sama tim yang solid antara dokter, tenaga medis, dan seluruh pihak yang terlibat dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pasien," terang Dr. Faris.
 

Cara kerja PFA


Pulsed Field Ablation merupakan inovasi mutakhir dalam dunia kardiologi yang membawa pendekatan baru pada tatalaksana fibrilasi atrium. PFA sendiri merupakan salah satu kategori kateter ablasi (tindakan invasif minimal non-bedah) non-thermal yang bekerja melalui proses electroporation, yaitu pengiriman gelombang listrik pendek yang membuka pori-pori membran sel, sehingga jaringan yang ditargetkan dapat dihancurkan dengan aman tanpa memengaruhi jaringan lainnya.

Tata laksana ini berbeda dengan ablasi thermal yang menggunakan energi radio frekuensi, yaitu energi panas untuk menciptakan lesi, atau energi krio (cryo) yang menggunakan energi dingin untuk membekukan jaringan. Oleh karena sifat terapinya yang selektif seperti ini, maka tindakan ablasi dengan PFA ini lebih cepat, lebih efektif dan lebih aman bagi pasien.

Tindakan PFA dilakukan pada 28 Desember 2024 pada seorang pasien, usia 65 tahun, dari Sumatera Barat yang telah lama mengalami FA. Keluhan yang dirasakan terutama berupa berdebar, dada tidak nyaman dan mudah lelah.

Pasien telah menjalani pengobatan FA di daerah asalnya selama beberapa tahun, namun aritmia (FA) nya belum sembuh. Akhirnya dia memutuskan mencari solusi lebih lanjut dan dirujuk oleh dokternya ke Heartology.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH