FITNESS & HEALTH

Jadi Guru Besar FKUI, Prof Yunia Kembangkan Ilmu Penanganan Kelainan Kelopak Mata

Yuni Yuli Yanti
Kamis 06 Februari 2025 / 09:00
Jakarta: Universitas Indonesia (UI) secara resmi mengukuhkan Prof. Dr. dr. Yunia Irawati, SpM(K) sebagai Guru Besar/Profesor Fakultas Kedokteran UI dalam bidang Plastik dan Rekonstruksi Mata, pada Rabu (5/2/2025). 

Penghargaan akademik tertinggi ini diberikan atas kontribusi Prof. Dr. dr. Yunia Irawati, SpM(K) dalam pengembangan ilmu okuloplastik-rekonstruksi, khususnya dalam penanganan kelainan kelopak mata yang berdampak pada kesehatan penglihatan masyarakat, dan secara berkelanjutan turut mendukung produktivitas bangsa. 

Prof. Dr. dr. Yunia Irawati, SpM(K) dalam pidato pengukuhannya menyampaikan, bahwa kesehatan mata menjadi faktor krusial dalam mendukung produktivitas kerja yang secara masif turut memengaruhi keberlanjutan ekonomi negara. Sebab, penglihatan yang optimal memungkinkan seorang individu berfungsi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari. 

"Katarak memang masih menjadi penyebab utama kebutaan. Namun, gangguan penglihatan lainnya juga perlu diwaspadai. Salah satunya, kelainan kelopak mata (lagoftalmus), yang juga bisa berisiko serius pada penderitanya. Mulai dari iritasi, kerusakan kornea, gangguan tajam penglihatan, bahkan sampai kebutaan," ujarnya. 

Diketahui, lagoftalmus adalah ketidakmampuan menutup kelopak mata secara sempurna, menjadi kelainan kelopak mata yang umum dialami para penderita lepra. 

Padahal, dari sisi jumlah, penderita lepra di Indonesia menjadi terbanyak ketiga, setelah India dan Brazil. Data Kementerian Kesehatan menyebut, pada 2023 jumlah penderita lepra di Indonesia mencapai 12.798 kasus. 

"Di sinilah pendekatan okuloplastik-rekonstruksi (atau bedah plastik dan rekonstruksi pada ilmu kesehatan mata) memiliki peran besar! Sayang, implementasinya masih menemui persepsi yang keliru. Okuloplastik-rekonstruksi dianggap untuk kebutuhan estetika saja. Padahal cakupannya jauh lebih luas, termasuk pemulihan fungsi vital jaringan yang rusak. Bukan hanya itu, pembiayaan untuk prosedur ini juga masih terkendala lantaran dianggap tidak esensial oleh asuransi kesehatan," jelas Prof. Yunia. 

Sebagai upaya memberikan solusi, Prof. Yunia, sebelumnya telah berhasil melahirkan inovasi teknik modifikasi tarsorafi (disebut Teknik Yunia) yang lebih ekonomis untuk penanganan lagoftalmus pada penderita lepra. 

Teknik Yunia terbukti sama efektifnya dengan metode gold weight implant yang paling sering digunakan untuk menangani lagoftalmus pada penderita lepra. Temuan ini telah mengantarkan Prof. Yunia meraih gelar doktor pada 2021 lalu. 

"Sebagai akademisi, saya memiliki tanggung jawab besar untuk berkontribusi kepada Indonesia dari hulu ke hilir. Tantangan kesehatan mata di Indonesia, terutama terkait kelainan kelopak mata dan kebutaan, memerlukan perhatian dan solusi yang kolaboratif dari berbagai pihak. Saya meyakini inisiatif, inovasi, dan kolaborasi mampu menjadi motor penggerak perubahan. Mari menjadi bagian dari solusi dan katalisator bagi masa depan yang lebih baik. Bersama, kita wujudkan masyarakat Indonesia yang unggul, sehat, tangguh, dan impactful," pungkas Prof. Yunia. 

Diketahui, pengukuhan Prof. Yunia menambah jumlah dokter spesialis mata dari JEC yang menjadi Guru Besar Ilmu Penyakit Mata di FKUI. Sebelumnya, gelar tersebut juga pernah dikukuhkan kepada (Almarhum) Prof. Dr. Istiantoro Sukardi, SpM(K), salah satu pendiri JEC sekaligus pengajar dan praktisi ahli bidang bedah katarak dan kornea. 

Lalu, Prof. Dr. Tjahjono D. Gondhowiarjo, SpM(K), PhD, pengajar dan praktisi ahli bidang katarak dan kornea, dan saat ini menjabat sebagai Direktur Pengembangan dan Pendidikan JEC Eye Hospitals and Clinics. 

Juga, Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K), pengajar dan praktisi ahli bidang glaukoma, dan saat ini menjabat sebagai Ketua JEC Glaucoma Service, serta Direktur Institut Pendidikan dan Riset JEC Eye Hospitals and Clinics. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(yyy)

MOST SEARCH