FITNESS & HEALTH
Mencegah Virus Pernapasan Melalui Vaksinasi dan Edukasi
Medcom
Sabtu 21 Desember 2024 / 15:00
Jakarta: Para pakar kesehatan masyarakat menyatakan kekhawatiran terhadap risiko serius dari virus yang menjangkit pernapasan seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada populasi lanjut usia (lansia) dan individu dengan penyakit penyerta.
Di Indonesia, jumlah lansia terus meningkat seiring bertambahnya usia harapan hidup, dengan prediksi mencapai 14,6% dari total populasi pada tahun 2030. Saat ini, sekitar 20,7% lansia menderita penyakit penyerta yang memperburuk kerentanan mereka terhadap infeksi berat RSV.
Kondisi ini diperparah oleh sistem imun lansia yang melemah akibat penuaan, meningkatkan risiko komplikasi serius dan beban kesehatan masyarakat. RSV adalah virus pernapasan yang tersebar luas namun kurang dikenal, yang menular melalui inhalasi atau kontak dengan sekresi pernapasan dari mereka yang terinfeksi.
Biasanya virus ini menunjukkan gejala-gejala termasuk hidung tersumbat, batuk, mengi, dan demam ringan. Menegakkan diagnosis infeksi RSV sulit, dikarenakan gejalanya yang mirip dengan infeksi pernapasan lain seperti flu biasa, termasuk batuk, pilek, dan demam.
Proses diagnosis membutuhkan tes khusus yang sering kali mahal, memakan waktu, dan tidak mudah diakses secara luas. Lansia dan individu dengan penyakit penyerta sering kali tidak menyadari bahwa gejala mereka disebabkan oleh RSV, sehingga meningkatkan risiko komplikasi serius atau bahkan komplikasi fatal. Lebih lanjut, hingga saat ini belum tersedia pengobatan khusus untuk mengatasi RSV pada orang dewasa, yang menambah tantangan penanganannya.
Tantangan itulah yang membuat GSK menyelenggarakan pertemuan RespiVerse tahunan ketiga pada 13 dan 14 Desember di Bangkok, Thailand. Acara ini mempertemukan para pakar internasional ternama dan tenaga kesehatan dari 17 negara untuk membahas tantangan global yang mendesak dalam penyakit pernapasan.

GSK bekerja sama dengan dokter spesialis dan ahli dari seluruh dunia untuk menciptakan program unggulan yang bertujuan meningkatkan kualitas perawatan klinis dan hasil pengobatan baru bagi jutaan pasien dengan penyakit pernapasan.
"Kami meneliti dan mengembangkan vaksin, produk biologis, dan obat inhalasi untuk mengatasi penyakit pernafasan seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan Respiratory Syncytial Virus (RSV). GSK memanfaatkan teknologi terbaru untuk mengatasi penyebab utama penyakit ini dan mencegah perburukan, sehingga pasien mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih sehat," kata Dr. Gur Levy, Regional Medical Lead of Biologics Emerging Market GSK.
Pertemuan RespiVerse tahun ini menghadirkan pembicara dan peserta internasional terkemuka dari berbagai wilayah, termasuk Asia Tenggara, Amerika Latin, Amerika Tengah, dan lainnya. Acara ini mengintegrasikan sains, teknologi, dan keahlian untuk mengidentifikasi tantangan klinis utama di bidang pernapasan.
Tujuannya untuk mengembangkan konten ilmiah dalam rangka memperluas pengetahuan serta meningkatkan praktik profesional dokter paru di Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Panel ahli membahas empat patologi pernapasan utama: asma sedang, asma berat, PPOK, dan RSV.
"Pencegahan adalah kunci dalam kesehatan masyarakat, terutama untuk mengatasi penyakit pernapasan seperti RSV yang lebih sering terjadi dan berbahaya dibandingkan flu. Dengan memprioritaskan pencegahan, kami bertujuan untuk mengurangi beban RSV dan mendukung terciptanya komunitas yang lebih sehat di seluruh dunia, khususnya dalam menghadapi populasi global yang semakin menua," kata Dr. Arnas Berzanskis, VP & Regional Medical Affairs Head – Vaccines di GSK.
Dengan populasi lansia Indonesia yang terus meningkat, potensi beban kesehatan dan ekonomi akibat RSV pada orang dewasa perlu menjadi perhatian serius. Seiring dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan angka harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia, pencegahan RSV melalui vaksinasi dan edukasi menjadi langkah penting untuk mengurangi dampaknya, terutama pada kelompok berisiko tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ELG)
Di Indonesia, jumlah lansia terus meningkat seiring bertambahnya usia harapan hidup, dengan prediksi mencapai 14,6% dari total populasi pada tahun 2030. Saat ini, sekitar 20,7% lansia menderita penyakit penyerta yang memperburuk kerentanan mereka terhadap infeksi berat RSV.
Kondisi ini diperparah oleh sistem imun lansia yang melemah akibat penuaan, meningkatkan risiko komplikasi serius dan beban kesehatan masyarakat. RSV adalah virus pernapasan yang tersebar luas namun kurang dikenal, yang menular melalui inhalasi atau kontak dengan sekresi pernapasan dari mereka yang terinfeksi.
Biasanya virus ini menunjukkan gejala-gejala termasuk hidung tersumbat, batuk, mengi, dan demam ringan. Menegakkan diagnosis infeksi RSV sulit, dikarenakan gejalanya yang mirip dengan infeksi pernapasan lain seperti flu biasa, termasuk batuk, pilek, dan demam.
Proses diagnosis membutuhkan tes khusus yang sering kali mahal, memakan waktu, dan tidak mudah diakses secara luas. Lansia dan individu dengan penyakit penyerta sering kali tidak menyadari bahwa gejala mereka disebabkan oleh RSV, sehingga meningkatkan risiko komplikasi serius atau bahkan komplikasi fatal. Lebih lanjut, hingga saat ini belum tersedia pengobatan khusus untuk mengatasi RSV pada orang dewasa, yang menambah tantangan penanganannya.
baca juga: Selain Vaksin, Lakukan 6 Tips Pencegahan untuk Menghalau ISPA |
Tantangan itulah yang membuat GSK menyelenggarakan pertemuan RespiVerse tahunan ketiga pada 13 dan 14 Desember di Bangkok, Thailand. Acara ini mempertemukan para pakar internasional ternama dan tenaga kesehatan dari 17 negara untuk membahas tantangan global yang mendesak dalam penyakit pernapasan.

GSK bekerja sama dengan dokter spesialis dan ahli dari seluruh dunia untuk menciptakan program unggulan yang bertujuan meningkatkan kualitas perawatan klinis dan hasil pengobatan baru bagi jutaan pasien dengan penyakit pernapasan.
"Kami meneliti dan mengembangkan vaksin, produk biologis, dan obat inhalasi untuk mengatasi penyakit pernafasan seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan Respiratory Syncytial Virus (RSV). GSK memanfaatkan teknologi terbaru untuk mengatasi penyebab utama penyakit ini dan mencegah perburukan, sehingga pasien mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih sehat," kata Dr. Gur Levy, Regional Medical Lead of Biologics Emerging Market GSK.
Pertemuan RespiVerse tahun ini menghadirkan pembicara dan peserta internasional terkemuka dari berbagai wilayah, termasuk Asia Tenggara, Amerika Latin, Amerika Tengah, dan lainnya. Acara ini mengintegrasikan sains, teknologi, dan keahlian untuk mengidentifikasi tantangan klinis utama di bidang pernapasan.
Tujuannya untuk mengembangkan konten ilmiah dalam rangka memperluas pengetahuan serta meningkatkan praktik profesional dokter paru di Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Panel ahli membahas empat patologi pernapasan utama: asma sedang, asma berat, PPOK, dan RSV.
"Pencegahan adalah kunci dalam kesehatan masyarakat, terutama untuk mengatasi penyakit pernapasan seperti RSV yang lebih sering terjadi dan berbahaya dibandingkan flu. Dengan memprioritaskan pencegahan, kami bertujuan untuk mengurangi beban RSV dan mendukung terciptanya komunitas yang lebih sehat di seluruh dunia, khususnya dalam menghadapi populasi global yang semakin menua," kata Dr. Arnas Berzanskis, VP & Regional Medical Affairs Head – Vaccines di GSK.
Dengan populasi lansia Indonesia yang terus meningkat, potensi beban kesehatan dan ekonomi akibat RSV pada orang dewasa perlu menjadi perhatian serius. Seiring dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan angka harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia, pencegahan RSV melalui vaksinasi dan edukasi menjadi langkah penting untuk mengurangi dampaknya, terutama pada kelompok berisiko tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)