FITNESS & HEALTH

Hanya 2 Hari Setelah Gejala Muncul, Demam Misterius di Kongo Tewaskan 50 Orang Lebih

Mia Vale
Minggu 02 Maret 2025 / 15:25
Jakarta: Dunia kesehatan kembali dikejutkan oleh kejadian yang cukup mengerikan. Sebuah penyakit misterius telah "mengambil nyawa" lebih dari 50 orang di Republik Demokratik Kongo (DRC) hanya beberapa jam setelah gejalanya muncul. 

Organisasi Kesehatan Dunia menggambarkan wabah ini sebagai 'ancaman kesehatan masyarakat yang signifikan'. Para pejabat setempat meyakini wabah ini dimulai pada 21 Januari, dengan 419 kasus telah tercatat, termasuk 53 kematian. 

WHO dan dokter di Kongo mengatakan bahwa waktu antara timbulnya gejala dan kematian pada sebagian besar kasus hanya 48 jam. Masih menurut kantor WHO di Afrika, wabah pertama dimulai di kota Boloko setelah tiga anak dilaporkan memakan bangkai kelelawar. 

Mereka meninggal 2 hari setelah mengalami gejala seperti demam berdarah, di mana para penderita mengalami demam, perdarahan, sakit kepala, nyeri sendi, dan gejala lainnya.
 

Awal mula kasus



(Demam Kongo atau dikenal dengan Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF) adalah demam berdarah yang disebabkan oleh Nairovirus (termasuk dalam famili Bunyaviridae) yang dapat ditularkan oleh kutu dari genus Hyalomma. Virus ini dapat menyebabkan wabah dan menjadi epidemi di suatu wilayah dengan angka kematian 10-40 persen. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

“Itulah yang benar-benar mengkhawatirkan,” kata Serge Ngalebato, direktur medis Rumah Sakit Bikoro di Kongo, kepada Associated Press, merujuk pada betapa cepatnya kematian para korban. 

WHO mengatakan dua zona kesehatan telah mencatat wabah ini terjadi di wilayah Bolomba dan Basankusu. Di zona kesehatan Basankusu, tercatat 419 kasus dengan 45 kematian tragis. Sedangkan di zona kesehatan Bolomba terdapat 12 kasus, dan 8 kematian besar.

Meskipun gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh banyak infeksi umum, pejabat kesehatan awalnya khawatir gejala dan kematian cepat beberapa korban juga bisa menjadi tanda demam berdarah seperti Ebola, yang juga dikaitkan dengan hewan yang terinfeksi. 

Baca juga: Waspada! Virus HMPV Sudah Masuk Indonesia, Ini Gejala dan Cara Pencegahannya

Namun, Ebola dan penyakit serupa termasuk Marburg telah dikesampingkan setelah lebih dari belasan sampel dikumpulkan dan diuji di ibu kota Kinshasa.
 

Masih menjadi misterius


Namun, setelah wabah kedua penyakit misterius ini dimulai di kota Bomate pada tanggal 9 Februari, para pejabat mengirimkan sampel dari 13 kasus untuk diuji. Semua sampel negatif terhadap Ebola dan penyakit hemoragik lainnya seperti Marburg, meskipun beberapa sampel positif malaria. 

Penyakit ini memiliki tingkat kematian sebesar 12,3 persen, menurut kantor WHO di Afrika, yaitu berkisar 10 kali lebih tinggi dibandingkan ketika covid pertama kali mulai menyebar. Dan tidak ada vaksin atau pengobatan untuk Marburg, yang menyebabkan pendarahan dari lubang seperti mata, telinga dan mulut.

Sampai saat ini WHO masih melakukan penyelidikan untuk mencari tahu apakah wabah itu disebabkan oleh penyakit tertentu, termasuk keracunan makanan dan minuman, demam tifoid, atau pun meningitis. 

Karena berdasar laporan WHO tahun 2022, ada peningkatkan kasus wabah yang ditularkan dari hewan ke manusia di Afrika antara tahun 2012 sampai 2022. Ebola dan virus yang menyebabkan demam berdarah menyumbang 70 persen wabah itu, dengan angka tertinggi ditemukan di Kongo dan Nigeria.

Para pejabat kesehatan mengatakan lokasi wabah yang terpencil, ditambah dengan lemahnya infrastruktur layanan kesehatan di negara tersebut meningkatkan risiko penyebaran lebih lanjut, sehingga memerlukan intervensi tingkat tinggi segera untuk membendung wabah tersebut. 

Wabah ini terjadi hanya beberapa bulan setelah misteri 'Penyakit X' melanda Kongo dan menewaskan 143 orang tahun lalu. Para pejabat kemudian menemukan bahwa penyakit tersebut kemungkinan merupakan bentuk penyakit pernapasan parah dari malaria.
 

Terus lakukan penelitian


CDC mengatakan kepada DailyMail, pada saat itu bahwa risiko internasional terhadap penyakit ini 'rendah'. Malaria sangat lazim di Kongo, memengaruhi 30 juta penduduk dan membunuh hampir 25.000 orang pada tahun 2022, menurut badan amal Severe Malaria Observatory. 

Pada tahun itu, Kongo mencatat kasus malaria terbanyak kedua di dunia setelah Nigeria. Negara ini juga bergulat dengan wabah Mpox. WHO memperkirakan sejauh ini terdapat lebih dari 47.000 kasus dugaan dan lebih dari 1.000 dugaan kematian.

Selain itu, sampel makanan, air, dan lingkungan juga akan diteliti untuk mengetahui kemungkinan kontaminasi. "Wabah ini, serta wabah-wabah sebelumnya di Kongo, memiliki dampak penting bagi dunia internasional. Kita perlu terus memantau dan membantu dalam diagnosis serta pengobatan," jelas Zania Stamataki, profesor imunologi virus di Universitas Birmingham, Inggris.

Amanda Rojek, peneliti senior di Pandemic Sciences Institute, Universitas Oxford, menambahkan bahwa meskipun satu penyakit mungkin dapat menjelaskan seluruh kasus, mereka sering menemukan situasi di mana ada kombinasi beberapa penyakit umum yang berkontribusi terhadap jumlah kasus.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH