FITNESS & HEALTH
Upaya Kemenkes dalam Mengatasi Jumlah Kasus Kusta yang Tinggi pada Anak
Raka Lestari
Sabtu 30 Januari 2021 / 14:00
Jakarta: Jumlah anak-anak yang mengalami kusta masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan per tanggal 13 Januari 2021, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 %. Angka ini belum mencapai target pemerintah yaitu dibawah 5%.
Sekretaris Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia (KSMHI) Perdoski, dr. Zunarsih Sp.KK, menjelaskan kusta merupakan penyakit menular menahun. Biasanya disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae).
“Kusta menular melalui saluran pernapasan. Gejala awal kusta ditandai dengan timbulnya bercak merah ataupun putih pada kulit. Apabila tidak diobati, penyakit kusta berpotensi menimbulkan kecacatan yang seringkali menyebabkan diskriminasi, baik kepada penderita maupun keluarga,” ujar dr. Zunarsih dalam temu media Hari Kusta Sedunia Tahun 2021 yang digelar secara virtual.
“Kalau mereka tidak segera ditemukan dan diobati, itu akan mendapatkan stigma dan diskriminasi seumur hidup. Kalau kondisi tangannya sudah putus-putus, sudah kiting. Bagaimana dia bisa sekolah dengan baik, saat dewasa bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik,” terangnya.
Sebagai langkah penanganan, Direktur Penegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan bahwa, Kemenkes menerjunkan kader di Puskesmas untuk melakukan penemuan kasus sedini mungkin agar bisa segera diobati. Skrining dilakukan di rumah, sekolah, maupun lingkungan sekitar.
“Kami biasanya melakukan pemeriksaan di anak sekolah, ini terintegrasi dengan program UKS. Jika kita temukan anak positif kusta, kita bisa lakukan pemeriksaan kontak khususnya keluarganya atau gurunya di sekolah,” ucap dr. Nadia.
Selanjutnya, dilakukan pengobatan kepada penderita. Pada kusta tipe basah harus minum obat selama 12 bulan, sedangkan untuk tipe kering harus minum obat selama 6 bulan. Untuk itu, kepatuhan penderita mengonsumsi obat adalah kunci menyembuhkan kusta.
Selain itu, Kemenkes juga aktif melakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan pemahaman, bahwa adanya bercak putih maupun merah bukanlah bercak biasa, namun membutuhkan penanganan lebih lanjut di fasyankes.
Keseriusan pemerintah dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan (P2) Kusta juga terlihat dari masuknya program P2 Kusta, sebagai Program Prioritas Nasional (Pro-PN) dan pemberian dukungan dana yang memadai bagi pelaksanaan program baik di pusat dan di daerah.
Melalui dukungan dana tersebut, daerah-daerah telah melakukan akselerasi upaya-upaya melalui berbagai kegiatan advokasi, sosialisasi, pelatihan, upaya deteksi dini dan penemuan aktif demi tercapainya target Eliminasi Kusta tingkat Kabupaten/Kota tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Sekretaris Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia (KSMHI) Perdoski, dr. Zunarsih Sp.KK, menjelaskan kusta merupakan penyakit menular menahun. Biasanya disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae).
“Kusta menular melalui saluran pernapasan. Gejala awal kusta ditandai dengan timbulnya bercak merah ataupun putih pada kulit. Apabila tidak diobati, penyakit kusta berpotensi menimbulkan kecacatan yang seringkali menyebabkan diskriminasi, baik kepada penderita maupun keluarga,” ujar dr. Zunarsih dalam temu media Hari Kusta Sedunia Tahun 2021 yang digelar secara virtual.
“Kalau mereka tidak segera ditemukan dan diobati, itu akan mendapatkan stigma dan diskriminasi seumur hidup. Kalau kondisi tangannya sudah putus-putus, sudah kiting. Bagaimana dia bisa sekolah dengan baik, saat dewasa bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik,” terangnya.
Sebagai langkah penanganan, Direktur Penegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan bahwa, Kemenkes menerjunkan kader di Puskesmas untuk melakukan penemuan kasus sedini mungkin agar bisa segera diobati. Skrining dilakukan di rumah, sekolah, maupun lingkungan sekitar.
“Kami biasanya melakukan pemeriksaan di anak sekolah, ini terintegrasi dengan program UKS. Jika kita temukan anak positif kusta, kita bisa lakukan pemeriksaan kontak khususnya keluarganya atau gurunya di sekolah,” ucap dr. Nadia.
Selanjutnya, dilakukan pengobatan kepada penderita. Pada kusta tipe basah harus minum obat selama 12 bulan, sedangkan untuk tipe kering harus minum obat selama 6 bulan. Untuk itu, kepatuhan penderita mengonsumsi obat adalah kunci menyembuhkan kusta.
Selain itu, Kemenkes juga aktif melakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan pemahaman, bahwa adanya bercak putih maupun merah bukanlah bercak biasa, namun membutuhkan penanganan lebih lanjut di fasyankes.
Keseriusan pemerintah dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan (P2) Kusta juga terlihat dari masuknya program P2 Kusta, sebagai Program Prioritas Nasional (Pro-PN) dan pemberian dukungan dana yang memadai bagi pelaksanaan program baik di pusat dan di daerah.
Melalui dukungan dana tersebut, daerah-daerah telah melakukan akselerasi upaya-upaya melalui berbagai kegiatan advokasi, sosialisasi, pelatihan, upaya deteksi dini dan penemuan aktif demi tercapainya target Eliminasi Kusta tingkat Kabupaten/Kota tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)