FITNESS & HEALTH

Ini Alasan Kasus Sub Varian BA.2 tak Melonjak di Indonesia

Raka Lestari
Sabtu 19 Maret 2022 / 11:24
Jakarta: Beberapa negara di Eropa mengalami peningkatan kasus covid-19 yang cukup tajam. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor.

Salah satunya adalah dengan adanya sub varian Omicron BA.2 yang memiliki tingkat penularan lebih cepat. Selain itu, berbagai pelonggaran protokol kesehatan juga sudah mulai dilakukan.

“Jadi betul di Eropa sekarang ada kenaikan lagi. Sebenarnya bukan hanya di Eropa, Hongkong juga ada kenaikan tinggi, China juga ada, Korea Selatan sampai 300 ribu per hari,” ungkap Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, dalam Konferensi Pers Virtual.

“Kita teliti kenaikan itu karena ada sub varian baru atau anaknya dari Omicron. Kalau Omicron kan BA.1 dan sub varian BA.1.1. ada sub varian BA.2. Nah yang BA.2 ini lebih cepat menularnya dibanding BA.1 tapi tetap dia masuk dalam varian Omicron, cuma sub variannya beda. Tapi tidak lebih parah, yang lainnya sama cuma lebih cepat menular saja,” ujar Budi.

Menkes Budi juga menjelaskan bahwa sub varian BA.2 ini juga sudah masuk ke Indonesia dan sudah diidentifikasi sekitar 3-4 minggu yang lalu. Kendati begitu, kasus di Indonesia tetap menurun.

“Itu kombinasi dari banyak hal. Kombinasi dari berapa banyak yang sudah terkena infeksi, berapa banyak yang sudah divaksinasi, berapa lama vaksinasi yang sebelumnya, booster-nya juga kapan. Kita jadi merasa ada baiknya juga Indonesia vaksinasinya kan baru gencarnya pada bulan September-Oktober dibandingkan negara-negara Eropa kan lebih dini vaksinasinya,” tutur Budi.

Menurut Menkes Budi, hal ini berakibat pada level titer antibodi masyarakat Indonesia yang relatif masih lebih tinggi. Jadi relatif masih lebih menahan pada saat gelombang sub varian Omicron masuk.

"Betul ada kenaikan karena memang ada varian baru, kenaikan itu akan sampai ke Indonesia saya jawab sudah sampai,” ungkapnya.

“Varian barunya sudah masuk sejak sebulan yang lalu tapi apakah ada kenaikan di Indonesia, jawabannya tidak. Penyebabnya kenapa, mungkin secara ilmiah satu-satunya penjelasan adalah karena memang kondisi epidemiologis populasi kita relatif lebih siap dibandingkan yang lain,” tutup Menkes Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH