FITNESS & HEALTH
Kaitan antara Pembekuan Darah dengan Vaksin AstraZeneca
Raka Lestari
Selasa 22 Juni 2021 / 19:10
Jakarta: Sampai saat ini masih banyak orang yang merasa ragu dalam menggunakan vaksin covid-19 buatan AstraZeneca. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah kasus mengenai pembekuan darah setelah pemberian vaksin asal Inggris tersebut. Namun, apakah benar vaksin AstraZeneca bisa menyebabkan pembekuan darah?
“Dari hasil evaluasi European Medicines Agency (EMA), sejauh ini memang dijumpai ada hubungan kuat antara kejadian pembekuan darah dengan penggunaan vaksin AstraZeneca, tetapi kejadiannya sangat jarang,” tegas Prof. Zullies Ikawati, PhD. Apt, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), demikian dirilis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Prof Zullies juga menambahkan, sampai 5 Mei 2021, di Eropa telah ada laporan kejadian pembekuan darah akibat vaksin ini sebanyak 262 kasus. Dengan 51 di antaranya meninggal, dari penggunaan sebanyak 30 juta dosis vaksin. Jika dihitung, maka presentase kejadiannya sangat kecil sekali.
“Itulah kenapa EMA, semacam BPOM-nya Eropa masih menilai bahwa kalaupun memang vaksin ini dapat menyebabkan reaksi pembekuan darah, manfaatnya masih lebih besar daripada risikonya, sehingga vaksin ini tetap boleh diberikan,” tutur Prof. Zullies.
Menurut Prof. Zullies, sampai saat ini masih dipelajari mekanisme pasti penyebab pembekuan darah oleh vaksin AstraZeneca. Namun seorang peneliti Jerman, Greinacher, menduga bahwa reaksi pembekuan darah yang jarang ini berkaitan dengan platform vaksinnya, yaitu viral vector menggunakan adenovirus.
“Memang belum bisa dipastikan, tetapi penelitian sebelumnya menggunakan platform adenovirus ternyata menghasilkan reaksi yang sama, yaitu aktivasi platelet yang menyebabkan pembekuan darah. Dan reaksi yang sama ternyata juga dijumpai pada penggunaan vaksin Johnson & Johnson yang menggunakan platform yang sama, yaitu adenovirus,” kata Prof. Zullies.
Penggunaan vaksin Johnson & Johnson memang sempat dihentikan di Amerika dan setelah dievaluasi bisa digunakan kembali. Prof Zullies menyebutkan bahwa diduga ada reaksi imun yang berlebihan terhadap vaksin yang berasal dari adenovirus.
“Ketika vaksin tersebut berikatan dengan platelet, kemudian memicu serangkaian reaksi imun yang menyebabkan terjadinya pembekuan darah,” ujar Prof. Zullies.
“Reaksi ini sebenarnya bisa membaik sendiri, tetapi ada yang bisa berakibat fatal. Reaksi semacam ini mirip dengan reaksi yang dijumpai pada pasien yang sensitif terhadap heparin, suatu obat pengencer darah. Alih-alih mengencerkan darah, malah yang terjadi darahnya membeku,” tutup Prof. Zullies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
“Dari hasil evaluasi European Medicines Agency (EMA), sejauh ini memang dijumpai ada hubungan kuat antara kejadian pembekuan darah dengan penggunaan vaksin AstraZeneca, tetapi kejadiannya sangat jarang,” tegas Prof. Zullies Ikawati, PhD. Apt, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), demikian dirilis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Prof Zullies juga menambahkan, sampai 5 Mei 2021, di Eropa telah ada laporan kejadian pembekuan darah akibat vaksin ini sebanyak 262 kasus. Dengan 51 di antaranya meninggal, dari penggunaan sebanyak 30 juta dosis vaksin. Jika dihitung, maka presentase kejadiannya sangat kecil sekali.
“Itulah kenapa EMA, semacam BPOM-nya Eropa masih menilai bahwa kalaupun memang vaksin ini dapat menyebabkan reaksi pembekuan darah, manfaatnya masih lebih besar daripada risikonya, sehingga vaksin ini tetap boleh diberikan,” tutur Prof. Zullies.
Menurut Prof. Zullies, sampai saat ini masih dipelajari mekanisme pasti penyebab pembekuan darah oleh vaksin AstraZeneca. Namun seorang peneliti Jerman, Greinacher, menduga bahwa reaksi pembekuan darah yang jarang ini berkaitan dengan platform vaksinnya, yaitu viral vector menggunakan adenovirus.
“Memang belum bisa dipastikan, tetapi penelitian sebelumnya menggunakan platform adenovirus ternyata menghasilkan reaksi yang sama, yaitu aktivasi platelet yang menyebabkan pembekuan darah. Dan reaksi yang sama ternyata juga dijumpai pada penggunaan vaksin Johnson & Johnson yang menggunakan platform yang sama, yaitu adenovirus,” kata Prof. Zullies.
Penggunaan vaksin Johnson & Johnson memang sempat dihentikan di Amerika dan setelah dievaluasi bisa digunakan kembali. Prof Zullies menyebutkan bahwa diduga ada reaksi imun yang berlebihan terhadap vaksin yang berasal dari adenovirus.
“Ketika vaksin tersebut berikatan dengan platelet, kemudian memicu serangkaian reaksi imun yang menyebabkan terjadinya pembekuan darah,” ujar Prof. Zullies.
“Reaksi ini sebenarnya bisa membaik sendiri, tetapi ada yang bisa berakibat fatal. Reaksi semacam ini mirip dengan reaksi yang dijumpai pada pasien yang sensitif terhadap heparin, suatu obat pengencer darah. Alih-alih mengencerkan darah, malah yang terjadi darahnya membeku,” tutup Prof. Zullies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)