FITNESS & HEALTH
Tantangan Imunisasi di Era Digital: Akses Internet Tinggi, Misinformasi Masih Mengancam
A. Firdaus
Sabtu 20 Desember 2025 / 17:30
Jakarta: Tantangan penurunan capaian imunisasi kemungkinan akan berlanjut hingga 2025-2026 dan beberapa tahun ke depan. Indonesia yang sudah sangat melek internet sejak 2020 dengan 229 juta penduduk memiliki koneksi, memungkinkan akses informasi dari berbagai sumber, termasuk yang memiliki kepentingan tertentu.
"24% akses internet digunakan untuk media sosial, dan 15% untuk mencari perintah atau informasi, sehingga teman-teman mungkin lebih tahu tentang hal ini," kata dr. Indri Yogyaswari, MARS selaku Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dalam acara Media Briefing di Direktorat Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan pada Jum'at (19/12/25).
Potret pembicaraan tentang imunisasi di media sosial selama 16-31 Oktober menunjukkan topik paling trending adalah imunisasi HPV dengan 24%, diikuti polio 18%, imunisasi bayi, lengkap, DT, dan rubela.
Selama periode itu, terdapat 898 pembicaraan tentang imunisasi dan vaksin, serta 247 tentang misinformasi online terkait vaksin. "Ini menunjukkan betapa pentingnya mengatasi hoaks di dunia maya," ujar dr. Indri.
Untuk mengatasi tantangan ini, Kemenkes telah melakukan berbagai upaya. Pertama, memastikan ketersediaan vaksin melalui produksi dan distribusi yang stabil. Kedua, melatih vaksinator tentang cara penyuntikan dan penanganan efek samping.
Ketiga, mengembangkan sistem pelaporan dan mengintegrasikan imunisasi dengan program lain seperti penanganan stunting, TIAS, dan malaria. Keempat, menyusun strategi komunikasi berdasarkan hipologi, yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, seperti mayoritas muslim atau suku Jawa.
"Strategi ini sedang dikembangkan dan segera dipublikasikan," jelasnya.
Selain itu, kolaborasi diperkuat dengan mitra sektor, organisasi masyarakat, dan media untuk meningkatkan kesadaran. Kementerian berharap langkah-langkah ini dapat mendorong capaian imunisasi di tengah arus informasi yang deras.
"Kami berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari penyakit melalui edukasi yang akurat," tutup dr. Indri.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
"24% akses internet digunakan untuk media sosial, dan 15% untuk mencari perintah atau informasi, sehingga teman-teman mungkin lebih tahu tentang hal ini," kata dr. Indri Yogyaswari, MARS selaku Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dalam acara Media Briefing di Direktorat Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan pada Jum'at (19/12/25).
Potret pembicaraan tentang imunisasi di media sosial selama 16-31 Oktober menunjukkan topik paling trending adalah imunisasi HPV dengan 24%, diikuti polio 18%, imunisasi bayi, lengkap, DT, dan rubela.
Selama periode itu, terdapat 898 pembicaraan tentang imunisasi dan vaksin, serta 247 tentang misinformasi online terkait vaksin. "Ini menunjukkan betapa pentingnya mengatasi hoaks di dunia maya," ujar dr. Indri.
Upaya mengatasi tantangan imunisasi di era digital
Untuk mengatasi tantangan ini, Kemenkes telah melakukan berbagai upaya. Pertama, memastikan ketersediaan vaksin melalui produksi dan distribusi yang stabil. Kedua, melatih vaksinator tentang cara penyuntikan dan penanganan efek samping.
Ketiga, mengembangkan sistem pelaporan dan mengintegrasikan imunisasi dengan program lain seperti penanganan stunting, TIAS, dan malaria. Keempat, menyusun strategi komunikasi berdasarkan hipologi, yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, seperti mayoritas muslim atau suku Jawa.
"Strategi ini sedang dikembangkan dan segera dipublikasikan," jelasnya.
Selain itu, kolaborasi diperkuat dengan mitra sektor, organisasi masyarakat, dan media untuk meningkatkan kesadaran. Kementerian berharap langkah-langkah ini dapat mendorong capaian imunisasi di tengah arus informasi yang deras.
"Kami berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari penyakit melalui edukasi yang akurat," tutup dr. Indri.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)