FITNESS & HEALTH

Menjadikan Anak Influencer Media Sosial, Apa Bahayanya?

Aulia Putriningtias
Senin 16 Juni 2025 / 16:01
Jakarta: Dokumenter terbaru dari kanal ternama Netflix bertajuk "Bad Influence: The Dark Side of Kidfluencing" tengah ramai dibicarakan. Dokumenter ini membahas bagaimana peran influencer anak-anak begitu berbahaya, kenapa?

Di era influencer dan personal branding yang dibangun di media sosial, meraih ketenaran daring menjadi lebih mungkin dari sebelumnya. Termasuk kepada anak-anak, yang menyukai banyak atensi.

Baca juga: Juvenile Delinquency, Ketika Kenakalan Anak Sudah Mengarah pada Kriminal

Dalam survei daring yang dilakukan oleh seorang peneliti di Children Digital Media Center UCLA, ditemukan bahwa 33 persen mengatakan menjadi terkenal itu penting di media sosial. 

Temuan menunjukkan 54 persen dari mereka yang percaya ketenaran itu "sangat penting" untuk foto-foto masa depan mereka.

Sayangnya, ambisi semacam ini dapat mengarah ke beberapa tempat yang buruk. Apa yang dimulai sebagai upaya terbaik orang tua untuk memulai karier anak-anak mereka dapat, dengan cepat berubah menjadi dunia gelap yang didominasi oleh orang dewasa, khususnya pria.

The New York Times melakukan investigasi dan mengungkap sisi gelap dunia influencer anak di platform Meta.

Sebanyak 5000 akun yang dikelola ibu-ibu yang diperiksa oleh Times memberikan "wawasan yang mengganggu" tentang bagaimana media sosial "membentuk kembali masa kanak-kanak" dengan "dorongan dan keterlibatan langsung dari orang tua".

Sebuah firma demografi audiens menemukan 32 juta pengikut pria dewasa di antara 5000 akun influencer anak yang diteliti Times. Analisis lain menggunakan perangkat lunak klasifikasi gambar menunjukkan bahwa gambar yang sugestif kemungkinan besar akan mendapatkan 'suka' dan komentar. 


(Pada dasarnya, media sosial begitu luas dan bebas. Bukan saja memberikan konsumsi terhadap para pengidap penyimpangan seksual, melainkan juga memberikan efek mental serius terhadap anak. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

Tampaknya berinteraksi dengan audiens yang sebagian besar pria membuka pintu bagi pelecehan anak-anak ini. Terkadang, para pria "menyanjung, menggertak, dan memeras" anak perempuan dan orang tua mereka untuk mendapatkan gambar yang cabul. 

Maraknya influencer anak-anak menimbulkan banyak kemungkinan. Mulai dari secara terbuka mengakui di platform lain bahwa mereka tertarik secara seksual kepada anak-anak. Para dewasa yang memiliki masalah seksual ini menganggap orang tua memberikan asupan gratis atas fantasi mereka.

Para orang tua merasa sulit untuk menjauhkan anak-anak mereka dari sisi media sosial yang mengancam. Namun, panggung yang sudah dirasakan oleh mereka tak sedikit membuat kebingungan, hingga melanggengkan hal ini terjadi kepada anak-anak mereka.
 

Apa yang harus dilakukan untuk menghindari ini?


Pada dasarnya, media sosial begitu luas dan bebas. Sebaiknya untuk berhenti memberikan panggung anak di media sosial, terkhususnya menjadikan influencer. Bukan saja memberikan konsumsi terhadap para pengidap penyimpangan seksual, melainkan juga memberikan efek mental serius terhadap anak.

Para ahli mengatakan bahwa para influencer muda ini bahkan lebih berisiko mengalami masalah daripada yang dibatasi akses media sosialnya. Hal ini karena kehidupan mereka terus-menerus disiarkan dan diamati oleh jutaan orang di seluruh dunia. 

Membatasi waktu di akun setiap hari adalah salah satu dari banyak hal yang dapat membantu. 

Dengan melakukan ini, anak-anak dapat lebih menikmati momen ini dan tidak perlu khawatir untuk memenuhi standar tertentu untuk mencoba dan menjadi terkenal. 

Baca juga: Diluar Dugaan, Banyak Usia 15 - 19 Tahun yang Terkena Sifilis!

Menggunakan media sosial dalam sudut pandang yang positif dan menjadi pengaruh yang baik bagi orang lain adalah hal yang penting, terutama bagi remaja dan anak-anak muda.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH