FITNESS & HEALTH
Mengapa Keberhasilan Eliminasi Malaria di Indonesia dan Asia Pasifik Tergantung dari Tanah Papua?
Aulia Putriningtias
Kamis 12 Juni 2025 / 16:28
Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa terjadi kemajuan dalam penanggulangan malaria di Indonesia. Namun, masih ada empat tantangan yang dihadapi.
Pada 2015 lalu, Kemenkes mencatat terdapat sebanyak 217.025 kasus malaria di Indonesia. Lalu jumlah kasus itu melonjak hingga 239.733 kasus pada 2025.
Data mencatat bahwa sebanyak 407 dari 514 kabupaten/kota telah bebas malaria. Meski sebanyak 79 persen kabupaten/kota bebas malaria, keberhasilan eliminasi malaria di Indonesia dan Asia Pasifik bergantung pada capaian Tanah Papua.
Hingga tahun 2024, 93 persen atau sekitar 508.120 kasus nasional berasal dari Tanah Papua. Papua Tengah mencatat 31 persen atau sekitar 168.278 kasus nasional. Kasus tertinggi dari Kabupaten Mimika yakni 95,9 persen atau sekitar 161.402 kasus.
Baca juga: BRIN Kembangkan Sistem AI untuk Bantu Tingkatkan Akurasi Diagnosis Malaria
Adapun empat tantangan menurut Kemenkes dalam menangani kasus malaria, antara lain:
1. Lebih dari 90 persen dari kasus nasional berasal dari Papua, dan penemuan kasus sangat rendah (+54 persen dari estimasi).
2. Sekitar 20 persen dari total kasus ditemukan padc mobile migrant populations (MMPs) dan menghambat proses eliminasi pada kab/kota endemis rendah.
3. KLB (kejadian luar biasa) malaria dilaporkan terjadi di daerah yang telah ditetapkan bebas malaria.
4. Belum optimalnya implementasi One Health untuk pengelolaan kesehatan lingkungan dan pengendalian vektor.
Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini mengatakan bahwa pendekatan dalam mengentaskan kejadian malaria diperlukan tidak hanya orang. Namun, juga diperlukan pendekatan lingkungan dan vektor.
"Tentu membutuhkan pendekatan tidak hanya dari orang, tapi lingkungan, juga vektor," kata Ina dalam temu media secara daring di Zoom, Kamis, 12 Juni 2025.
Pada pendekatan manusia atau orang, merujuk terhadap intervensi yang langsung menyasar terhadap individu atau kelompok masyarakat. Intervensi tersebut dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobati infeksi malaria secara tepat waktu dan efektif.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini. Dok. SS/Aulia Medcom
Pada pendekatan lingkungan, strategi ini bertujuan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi lingkungan agar tidak mendukung perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Nyamuk vektor malaria adalah nyamuk Anopheles betina sekaligus mengurangi kontak antara manusia dan nyamuk.
Sementara itu, pendekatan vektor sendiri adalah penanganan yang merujuk kepada upaya pengendalian dan pemutusan siklus hidup nyamuk yang pembawa parasit malaria. Nyamuk ini adalah nyamuk Anopheles.
Menurut Ina, ketiga pendekatan di atas sangat penting untuk dilakukan di Indonesia. Hal ini terutama dalam sepuluh tahun terakhir, Kemenkes mencatat terdapat peningkatan capaian kasus malaria.
"Meskipun begitu, malaria merupakan penyakit yang bisa dideteksi, diobati, dan dicegah sehingga memungkinkan untuk dieliminasi," imbuh Ina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Pada 2015 lalu, Kemenkes mencatat terdapat sebanyak 217.025 kasus malaria di Indonesia. Lalu jumlah kasus itu melonjak hingga 239.733 kasus pada 2025.
Data mencatat bahwa sebanyak 407 dari 514 kabupaten/kota telah bebas malaria. Meski sebanyak 79 persen kabupaten/kota bebas malaria, keberhasilan eliminasi malaria di Indonesia dan Asia Pasifik bergantung pada capaian Tanah Papua.
Hingga tahun 2024, 93 persen atau sekitar 508.120 kasus nasional berasal dari Tanah Papua. Papua Tengah mencatat 31 persen atau sekitar 168.278 kasus nasional. Kasus tertinggi dari Kabupaten Mimika yakni 95,9 persen atau sekitar 161.402 kasus.
Baca juga: BRIN Kembangkan Sistem AI untuk Bantu Tingkatkan Akurasi Diagnosis Malaria
Adapun empat tantangan menurut Kemenkes dalam menangani kasus malaria, antara lain:
1. Lebih dari 90 persen dari kasus nasional berasal dari Papua, dan penemuan kasus sangat rendah (+54 persen dari estimasi).
2. Sekitar 20 persen dari total kasus ditemukan padc mobile migrant populations (MMPs) dan menghambat proses eliminasi pada kab/kota endemis rendah.
3. KLB (kejadian luar biasa) malaria dilaporkan terjadi di daerah yang telah ditetapkan bebas malaria.
4. Belum optimalnya implementasi One Health untuk pengelolaan kesehatan lingkungan dan pengendalian vektor.
Butuhnya pendekatan lingkungan-vektor dalam penanganan malaria
Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini mengatakan bahwa pendekatan dalam mengentaskan kejadian malaria diperlukan tidak hanya orang. Namun, juga diperlukan pendekatan lingkungan dan vektor.
"Tentu membutuhkan pendekatan tidak hanya dari orang, tapi lingkungan, juga vektor," kata Ina dalam temu media secara daring di Zoom, Kamis, 12 Juni 2025.
Pada pendekatan manusia atau orang, merujuk terhadap intervensi yang langsung menyasar terhadap individu atau kelompok masyarakat. Intervensi tersebut dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobati infeksi malaria secara tepat waktu dan efektif.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes Ina Agustina Isturini. Dok. SS/Aulia Medcom
Pada pendekatan lingkungan, strategi ini bertujuan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi lingkungan agar tidak mendukung perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Nyamuk vektor malaria adalah nyamuk Anopheles betina sekaligus mengurangi kontak antara manusia dan nyamuk.
Sementara itu, pendekatan vektor sendiri adalah penanganan yang merujuk kepada upaya pengendalian dan pemutusan siklus hidup nyamuk yang pembawa parasit malaria. Nyamuk ini adalah nyamuk Anopheles.
Menurut Ina, ketiga pendekatan di atas sangat penting untuk dilakukan di Indonesia. Hal ini terutama dalam sepuluh tahun terakhir, Kemenkes mencatat terdapat peningkatan capaian kasus malaria.
"Meskipun begitu, malaria merupakan penyakit yang bisa dideteksi, diobati, dan dicegah sehingga memungkinkan untuk dieliminasi," imbuh Ina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)