BRIN kembangkan sistem AI untuk tingkatkan akurasi diagnosis malaria
BRIN kembangkan sistem AI untuk tingkatkan akurasi diagnosis malaria

BRIN Kembangkan Sistem AI untuk Bantu Tingkatkan Akurasi Diagnosis Malaria

Muhammad Syahrul Ramadhan • 07 Mei 2025 15:03
Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan sebuah sistem diagnosis malaria berbasis teknologi kecerdasan buatan (AI). Sistem AI ini dirancang untuk meningkatkan tingkat akurasi proses diagnosis malaria.
 
Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN, Anto Satriyo Nugroho menjelaskan bahwa sistem diagnosis malaria berbasis AI, dirancang secara otomatis menentukan status infeksi malaria pasien melalui analisis mendalam microphotograph sediaan darah tipis dan tebal. Adapun data yang dipakai untuk pengembangan sistem AI ini beradal dari berbagai daerah, seperti Papua, Kalimantan hingga Sumba Barat Daya.
 
“Pengembangan sistem ini memanfaatkan ekstraksi fitur morfo-geometris yang memungkinkan AI untuk mengidentifikasi karakteristik ukuran dan bentuk sel darah yang terinfeksi,” kata Anton dalam Media Lounge Discussion (MELODI) BRIN, Rabu, 7 Mei 2025.

Anton sistem AI ini bukan untuk menggantikan dokter atau mikroskopis, tetapi untuk membantu mengambil keputusan akhir lebih cepat dan akurat. “Ini membantu mereka membuat keputusan yang akhir, tidak mudah menggantikan dokter dalam diagnosis,” ucapnya. 
 
Anto menambahkan terkait tantangan dalam pengembangan sistem AI untuk mendiagnosis malaria. Pertama adalah morfologi parasit berubah seiring waktu. Dan kedua adalah tahap-tahap kehidupan parasit.
 
"Ada siklus kehidupan mulai dari luar tubuh manusia sampai masuk ke dalam tubuh manusia ini berkembang menyerang ke human liver menyerang ke sel darah. Ini berkembang seperti ini menyebabkan adanya proses perubahan morfologinya dari sel darah ring stage berkembang ke thropozoite stage dan seterusnya. Sehingga tidak mudah bagi kami untuk membangun sistem yang mengidentifikasikan apakah falciparum, vivax, ovale atau malariae," jelasnya.

Berapa Tingkat Akurasinya?

Anton mengungkapkan sistem AI untuk mendiagnosis malaria ini memiliki akurasi 80,60 persen dengan tingkat sensitivitas 84,37 persen. Hasil ini diperoleh dari eksperimen yang dilakukan menggunakan  kumpulan data berisi 1388 Mikrofotografi yang diperoleh dari 19 apusan darah tipis, yang disediakan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Indonesia (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
 
“Kami ukur hasilnya akurasi Positive Predictive Value (PPV): 77,14 persen. Sedangkan sesistivitynya 84,37 persen. Akurasinya kami peroleh 80,60 persen. Ini masih tahap kami memakai sebagian kecil data,” bebernya.
 

 
?Baca juga: Inovasi AI dalam Deteksi Penyakit Malaria

 
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN, Puji Budi Setia Asih menambahkan pendekatan mikroskopis berbasis kecerdasan buatan (AI) akan membantu meningkatkan sensitivitas dan akurasi diagnostik.
 
Menurut Puji, sistem diagnosis malaria merupakan hal yang sangat krusial untuk menentukan penanganan ke tahap selanjutnya, seperti penentuan pengobatan dan tingkat keparahan penyakit. Karena itu pengembangan sistem AI ini diharapkan dapat membantu secara signifikan dalam menurunkan kasus malaria melalui early diagnosis and prompt treatment khususnya di daerah terpencil di Indonesia.
 
Pengembangan riset kecerdasan buatan atau (AI) untuk deteksi malaria ini dilakukan bersama dengan Pusat Riset Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PRKAKS) BRIN. Pengembangan diagnosis malaria ini berbasis algoritma Plasmodium. 
 
“Tantangannya sangat besar karena belum ada standarisasi pewarnaan yang tepat untuk gambar yang akan dianalisis, dan saat ini pengembangannya juga ditambah dengan AI,” katanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RUL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan