FITNESS & HEALTH

3 Langkah Efektif Meredam Korban Bullying agar tak Melakukan Tindakan Esktrem

A. Firdaus
Sabtu 08 November 2025 / 19:12
Jakarta: Baru-baru ini Indonesia dihebohkan oleh ledakan di SMAN 72 Jakarta yang memakan korban luka-luka mencapai 54 orang. Pengeboman ini merupakan aksi dari salah satu siswa yang diduga korban bullying di sekolah tersebut.

Menurut Psikolog Jovita Maria Ferliana, M. Psi., Psi, tindakan ekstrem yang dilakukan oleh siswa korban bullying tersebut merupakan manifestasi dari rasa sakit yang berubah menjadi kemarahan mematikan.

Namun, Jovita mengungkapkan bahwa ada langkah-langkah yang paling efektif dilakukan oleh pihak sekolah, keluarga, atau teman sebaya dalam mencegah kondisi emosional korban bullying yang berpotensi melakukan kekerasan balik. Berikut adalah di antaranya:
 

1. Peran sekolah


Perlu adanya pendampingan psikologis terstruktur dengan menyediakan layanan counseling rutin bagi korban bullying, bukan hanya sesaat setelah kejadian, melainkan secara kontinu.

“Terapkan program pemulihan emosi atau emotional recovery program untuk bantu siswa mengelola rasa takutnya, marahnya, dan juga malunya,” kata Jovita kepada Medcom.id (08/11/2025).

Selain itu, pentingnya budaya sekolah aman dan inklusif untuk menanamkan nilai empati, toleransi, dan tanggung jawab sosial melalui kegiatan seperti role play, diskusi, dan proyek sosial. Lalu, dukungan teman sebaya untuk membentuk peer counselor atau peer support group agar korban tidak merasa sendirian.
 

2. Peran keluarga


Pihak keluarga bisa melakukan dukungan emosional dan validasi. “Jadi mulai membiasakan untuk mendengarkan anak itu tanpa menghakimi. Kalaupun memang sudah pernah ada kejadian, katakan ‘kamu itu tidak bersalah dan kamu berhak merasa sedih atau marah’,” ungkapnya.

Pemodelan perilaku positif dengan cara orang tua menjadi teladan dalam mengelola emosi dan konflik serta ikuti edukasi parenting untuk meningkatkan kemampuan ini.

Selanjutnya, orang tua dapat membangun rasa aman di rumah dengan menciptakan rumah bebas dari kekerasan, ejekan, atau tekanan berlebihan; libatkan anak dalam aktivitas keluarga yang menumbuhkan rasa berharga dan meningkatkan kemampuan sosial.
 

3. Peran masyarakat


Kampanye dan edukasi publik dengan mengadakan program literasi emosi dan anti-bullying di komunitas, tempat ibadah, atau organisasi pemuda serta tekankan bahwa bullying adalah kekerasan psikologis dengan dampak jangka panjang, bukan sekadar kenakalan.

Kemudian, menumbuhkan jejaring dukungan lintas pihak dengan melibatkan guru, tokoh masyarakat, RT/RW untuk memantau anak korban.

“Jadi kalau misalnya RT, RW, atau tokoh-tokoh masyarakat tahu bahwa ada warga di sekitar itu yang pernah jadi korban kekerasan di rumah, atau kemudian rumahnya itu memang destruktif, toksik dan harus segera di dekati. Kemudian, segera dilakukan treatment kepada anak yang bersangkutan,” jelasnya.

Selain itu, harus fokus pada korban untuk melakukan pencegahan sekunder dan rehabilitasi dengan cara mengajak korban mengembangkan potensi melalui kegiatan positif, seperti olahraga, seni, atau organisasi sosial serta latih resiliensi dan empati agar mereka mengelola luka tanpa kekerasan.

Ingat!


Jika dampaknya lumayan parah, maka harus segera meminta bantuan ke tenaga profesional karena akan dilakukan intervensi psikoterapi. Misalnya dengan CBT atau terapi trauma lainnya untuk membantu mengatasi dampak psikologis yang mendalam. 

Secillia Nur Hafifah

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)

MOST SEARCH