FITNESS & HEALTH
Ahli: Penurunan Vaksinasi Jadi Faktor Lonjakan Batuk Rejan Tahun Ini
Medcom
Kamis 04 September 2025 / 13:10
Jakarta: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan bahwa jumlah kasus batuk rejan atau pertusis tahun ini meningkat drastis, mencapai lima kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Brian Labus, PhD, MPH, REHS, seorang ahli penyakit menular dan asisten profesor di Departemen Epidemiologi dan Biostatistik di Sekolah Kesehatan Masyarakat UNLV, menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kasus batuk rejan baru-baru ini.
“Penyakit menular sering mengikuti pola reguler, dan peningkatan pertussis terjadi setiap tujuh hingga 10 tahun," kata Labus.
Selain itu, Labus menambahkan bahwa penurunan tingkat vaksinasi pada anak-anak dan berkurangnya kekebalan seiring waktu juga berkontribusi pada lonjakan kasus ini.
Baca juga: Meski Sulit Sembuh, Batuk Rejan Bisa Dicegah dengan Vaksinasi
Batuk rejan adalah penyakit pernapasan yang umum, tetapi sering sulit dikenali karena gejalanya mirip dengan infeksi bakteri dan virus pernapasan lainnya. Pada tahap awal, gejala batuk rejan biasanya merasakan hidung berair, demam ringan, dan batuk yang terasa gatal.
Namun, seiring perkembangan penyakit, batuk hebat yang menyerang seluruh tubuh mulai muncul dan bisa sangat parah hingga menyebabkan muntah dan kesulitan bernapas. Salah satu ciri khas batuk rejan adalah suara 'whooping' yang terdengar saat anak berusaha mengambil napas setelah batuk hebat.
Zachary Hoy, MD, spesialis penyakit menular anak di Pediatrix Medical Group di Nashville, Tennessee, menekankan bahwa bayi, terutama yang berusia di bawah 3 bulan sangat rentan mengalami komplikasi serius akibat batuk rejan.
“Dua komplikasi paling menakutkan adalah apnea, yaitu jeda pernapasan yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen, gangguan jantung, atau pneumonia,” jelas dr. Hoy.
Sekitar satu dari tiga bayi di bawah usia 1 tahun yang terkena batuk rejan harus dirawat di rumah sakit. Risiko perawatan rumah sakit semakin tinggi pada bayi yang usianya semakin muda.
Selain itu, bayi yang dirawat di rumah sakit karena batuk rejan juga berisiko mengalami komplikasi serius, antara lain:
Terjadi pada sekitar 2 dari 3 bayi (68%). Apnea adalah jeda pernapasan yang dapat membahayakan karena menyebabkan kekurangan oksigen.
Terjadi pada sekitar 1 dari 5 bayi (22%). Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang dapat memperburuk kondisi pernapasan.
Terjadi pada sekitar 1 dari 50 bayi (2%). Kejang bisa menjadi tanda gangguan serius pada otak akibat kurangnya oksigen.
Terjadi pada sekitar 1 dari 150 bayi (0,6%). Ensefalopati adalah kerusakan otak yang dapat menyebabkan gangguan fungsi otak jangka panjang.
Sekitar 1 dari 100 bayi (1%) meninggal akibat komplikasi batuk rejan.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Brian Labus, PhD, MPH, REHS, seorang ahli penyakit menular dan asisten profesor di Departemen Epidemiologi dan Biostatistik di Sekolah Kesehatan Masyarakat UNLV, menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kasus batuk rejan baru-baru ini.
“Penyakit menular sering mengikuti pola reguler, dan peningkatan pertussis terjadi setiap tujuh hingga 10 tahun," kata Labus.
Selain itu, Labus menambahkan bahwa penurunan tingkat vaksinasi pada anak-anak dan berkurangnya kekebalan seiring waktu juga berkontribusi pada lonjakan kasus ini.
Baca juga: Meski Sulit Sembuh, Batuk Rejan Bisa Dicegah dengan Vaksinasi
Apa itu batuk rejan?
Batuk rejan adalah penyakit pernapasan yang umum, tetapi sering sulit dikenali karena gejalanya mirip dengan infeksi bakteri dan virus pernapasan lainnya. Pada tahap awal, gejala batuk rejan biasanya merasakan hidung berair, demam ringan, dan batuk yang terasa gatal.
Namun, seiring perkembangan penyakit, batuk hebat yang menyerang seluruh tubuh mulai muncul dan bisa sangat parah hingga menyebabkan muntah dan kesulitan bernapas. Salah satu ciri khas batuk rejan adalah suara 'whooping' yang terdengar saat anak berusaha mengambil napas setelah batuk hebat.
Zachary Hoy, MD, spesialis penyakit menular anak di Pediatrix Medical Group di Nashville, Tennessee, menekankan bahwa bayi, terutama yang berusia di bawah 3 bulan sangat rentan mengalami komplikasi serius akibat batuk rejan.
“Dua komplikasi paling menakutkan adalah apnea, yaitu jeda pernapasan yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen, gangguan jantung, atau pneumonia,” jelas dr. Hoy.
Risiko dan komplikasi pada bayi
Sekitar satu dari tiga bayi di bawah usia 1 tahun yang terkena batuk rejan harus dirawat di rumah sakit. Risiko perawatan rumah sakit semakin tinggi pada bayi yang usianya semakin muda.
Selain itu, bayi yang dirawat di rumah sakit karena batuk rejan juga berisiko mengalami komplikasi serius, antara lain:
1. Apnea
Terjadi pada sekitar 2 dari 3 bayi (68%). Apnea adalah jeda pernapasan yang dapat membahayakan karena menyebabkan kekurangan oksigen.
2. Pneumonia
Terjadi pada sekitar 1 dari 5 bayi (22%). Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang dapat memperburuk kondisi pernapasan.
3. Kejang
Terjadi pada sekitar 1 dari 50 bayi (2%). Kejang bisa menjadi tanda gangguan serius pada otak akibat kurangnya oksigen.
4. Ensefalopati
Terjadi pada sekitar 1 dari 150 bayi (0,6%). Ensefalopati adalah kerusakan otak yang dapat menyebabkan gangguan fungsi otak jangka panjang.
5. Kematian
Sekitar 1 dari 100 bayi (1%) meninggal akibat komplikasi batuk rejan.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)