FITNESS & HEALTH

Apakah BPA Berpengaruh pada Infertilitas dan Persalinan Prematur? Ini Jawaban Dokter Kandungan

Medcom
Selasa 15 Oktober 2024 / 11:10
Jakarta: Polemik mengenai BPA (Bisphenol-A) masih terus berlanjut. Salah satu isu yang berkembang yakni kaitan zat tersebut terhadap infertilitas.

Misinformasi yang beredar menyebutkan bahwa, BPA dapat menimbulkan infertilitas atau gangguan kesuburan pada perempuan, hingga menyebabkan mikropenis pada laki-laki. Padahal semua tudingan tersebut tidak berdasar. Spesialis kandungan & kebidanan dari Tzu Chi Hospital dr. Ervan Surya, Sp.OG menegaskan, kita perlu cermat ketika membaca penelitian mengenai BPA yang beredar di media sosial.

“Berdasarkan studi meta-analisis, tidak ada korelasi antara BPA dengan gangguan kesuburan. Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan sepanjang 2013 – 2022 meneliti kaitan antara BPA dan fertilitas perempuan dengan melihat tiga parameter: kebutuhan akan IVF (in-vitro fertilization) atau bayi tabung," ungkap dr. Ervan.

"PCOS (polycystic ovarian syndrome) dan endometriosis. Ternyata tidak ditemukan hubungan antara BPA dengan endometriosis, IVF dan PCOS,” terang dr. Ervan pada diksuksi media oleh Forum Ngobras.

Baca juga: Penelitian: AMDK Galon yang Diuji Terbukti tidak Mengandung BPA

Isu lain menyebutkan bahwa BPA bisa menyebabkan persalinan prematur. Hal ini tidak terbukti melalui studi meta-analisis terhadap 7 penelitian dengan total 3.004 partisipan. Studi meta-analisis lain mengulas hubungan antara paparan BPA saat kehamilan dengan kelahiran.

“Ternyata kesimpulannya, tidak ada kaitan antara paparan BPA dengan usia kehamilan, panjang bayi, berat badan bayi, dan lingkar kepala bayi,” papar dr. Ervan.

Penyebab persalinan prematur cukup beragam. Yang paling sering antara lain infeksi saluran kemih (ISK) dan infeksi vagina.
 

Penyebab Infertilitas


Bagaimana kaitan BPA dengan infertilitas pada laki-laki? Secara in vivo (penelitian pada hewan lab) memang berkaitan, Tapi pada manusia tidak ditemukan keterkaitannya.

"Mungkin membutuhkan penelitian lebih lanjut. Hubungan antara BPA dengan mikropenis pun belum saya temukan. Mikropenis itu penyebabnya banyak. Bisa kongenital, atau gangguan perkembangan organ seksual pada janin. Jangan jadikan satu hal sebagai kambing hitamnya, kita harus lihat berbagai kemungkinan,” papar dr. Ervan.

Infertilitas bisa dialami oleh perempuan maupun laki-laki. Pada perempuan, masalahnya bisa terletak pada organ genitalia, dan bisa juga secara sistemik misalnya kondisi hormon yang tidak seimbang. Infertilitas sendiri diartikan sebagai tidak terjadinya kehamilan setelah satu tahun menikah, dengan hubungan seksual rutin 2-3 kali seminggu, dan tanpa kontrasepsi.

Baca juga: Mengenal Andropause, Menopause-nya Pria Paruh Baya

“Pada perempuan, penyebab infertilitas 40% gangguan pada tuba fallopi dan panggul, 40% lagi disfungsi ovulasi, dan 10% yang tidak biasa misalnya autoimun,” ungkap dr. Ervan.

Pada laki-laki, infertilitas berhubungan dengan gangguan sperma. Kualitas dan kuantitas sperma bisa terganggu karena pelebaran pembuluh darah atau varises pada testis (varikokel). Bisa pula karena ada gangguan pada pabrik sperma, dan disfungsi seksual.

"Yang telah terbukti bisa memicu infertilitas adalah rokok dan alkohol. Kausalitas antara rokok dan infertilitas sudah jelas, tapi banyak yang tetap merokok. Sedangkan pada BPA yang belum pasti, kita malah ketakutan,” imbuhnya.

BPOM, kata dr. Ervan, telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, yang mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan polikarbonat.

“Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman,” terang dr. Ervan.
 

Cermat Menyikapi Isu agar Terhindar dari Misinformasi


Arus informasi yang begitu deras tak jarang membuat kita tenggelam dalam misinformasi. Ada banyak alasan mengapa orang suka membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya.

Penelitian yang dilakukan oleh MIT menemukan, konten negatif lebih cepat menyebar dibandingkan konten positif, walaupun produksi konten positif lebih banyak.


Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, DR. Devie Rahmawati, M.Hum. Dok. Ist

“Konten negatif membangunkan kewaspadaan dalam diri kita, apalagi bila menyentuh emosi. Orang ingin menjadi ‘pahlawan’ dengan membagikan konten tersebut ke orang-orang terdekat agar mereka tahu. Niatnya tidak jahat,” tutur pengamat sosial dari Universitas Indonesia, DR. Devie Rahmawati, M.Hum.

Devie menuturkan lebih lanjut, bahwa penyebaran misinformasi terkadang tanpa disadari dan disebabkan oleh 5P yaitu pahlawan, pengetahuan dan pengalaman lemah, pergaulan terdekat, personalitas dan platform.

“Bila kita punya pengetahuan dan pengalaman, misinformasi tidak gampang merasuk. Sebaliknya bila tidak ada, kita akan mudah terpeleset informasi yang tidak jelas,” ungkap Devie.

Ia menekankan bahayanya dampak dari misinformasi. Bisa terjadi kebingungan, kegagalan, kebodohan, sampai konflik sosial.

"Lantas, bagaimana kita bisa mencegah penyebaran misinformasi? Perlu kolaborasi antara penulis, konten kreator, pesohor, platform, dan pembaca. Ada banyak cara untuk melakukan cek fakta; ini bisa dimanfaatkan.  Ruang digital bisa menjadi hal yang positif bila dimanfaatkan dengan baik. ” tegas Devie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH