FITNESS & HEALTH
Bisa Fatal, Waspadai Bahaya Batuk Rejan pada Anak
Mia Vale
Minggu 23 Juni 2024 / 11:05
Jakarta: Batuk rejan mungkin terdengar seperti penyakit dari zaman dulu. Namun ternyata, penyakit yang juga disebut pertusis, masih 'hidup dan sehat' di beberapa negara, seperti Indonesia, bahkan di AS. Dikenal sebagai penyakit masa kanak-kanak, batuk rejan sebenarnya paling sering terjadi pada remaja dan orang dewasa.
Mereka menularkan batuk rejan kepada anggota keluarga lainnya tanpa menyadari bahwa gejala pilek yang mereka alami sebenarnya adalah pertusis. Bagi saudara kandung dan pasangan, tertular pertusis bisa berarti batuk parah dan tidak masuk kerja. Namun bila penerimanya adalah bayi yang tidak divaksinasi, batuk rejan dapat menimbulkan masalah serius.
“Sebagian besar penyakit parah dan komplikasi dari pertusis terjadi pada anak-anak yang masih sangat kecil, yang belum divaksinasi atau belum menyelesaikan vaksinasi mereka,” jelas Harry Keyserling, MD, profesor penyakit menular anak di Universitas Emory Atlanta dan juru bicara American Academy of Pediatrics.
Pada tahun 2012, dilaporkan ada 18 kematian akibat pertusis secara nasional. Sebagian besar anak-anak rentan ini tertular batuk rejan dari salah satu anggota keluarganya di rumah. Meskipun gejala pertusis ringan pada orang yang sudah divaksin, penyakit ini masih sangat menular.
Dan, pertusis ringan pada orang dewasa dengan mudah menjadi penyakit parah pada bayi. Yuk kita simak, separah apa akibatnya bagi anak yang terkena batuk rejan (pertusis) ini?
Bordetella pertusis merupakan bakteri yang dapat hidup di saluran pernapasan manusia. Pertusis ditularkan melalui sekret, sehingga bersin dan batuk menyebarkan penyakit tersebut.
Gejala umumnya dimulai berkisar seminggu setelah B. pertusis mendarat di hidung atau mulut. Perjalanan penyakit batuk rejan yang klasik jarang terlihat saat ini, kecuali pada anak-anak yang tidak mendapat vaksinasi lengkap.
Pada tahap awal, pertusis tampak seperti flu biasa yang dialami anak-anak di tahun-tahun awal mereka. Hidung meler, bersin, dan demam ringan merupakan ciri khasnya. Berbeda dengan flu, infeksi pertusis tidak hilang dalam waktu satu minggu. Hidung tersumbat dapat teratasi, namun digantikan oleh batuk yang hebat.
.jpg)
(Batuk rejan atau pertusis disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi paru-paru dan saluran pernapasan. Bordetella pertussis adalah jenis bakteri yang menjadi penyebab utama batuk rejan. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Pada pertusis fase kedua, serangan batuk terjadi setiap satu hingga dua jam sekali dan memburuk pada malam hari. Batuknya bisa sangat parah hingga menyebabkan muntah atau pingsan. Pada bayi yang lebih tua dan balita, hembusan napas setelah batuk terkadang dapat menghasilkan suara “teriakan” yang keras.
Banyak bayi di bawah usia 6 bulan tidak mengalami teriakan, namun mereka mungkin mengalami tersedak atau sesak napas. Fase batuk hebat bisa berlangsung dari satu hingga 10 minggu.
Gejala batuk rejan mulai mereda pada tahap ketiga, yang disebut fase pemulihan. Serangan batuk menjadi lebih jarang dan akhirnya mereda dalam beberapa minggu. Bagi orang tua, serangan batuk pada anak akibat pertusis dapat mengganggu penglihatan.
Anak-anak sering kali mengalami batuk pada bagian wajahnya yang berwarna merah padam. Mereka mungkin muntah atau pingsan setelah batuk parah. Karena kelelahan karena batuk, anak kecil bisa berhenti bernapas beberapa saat setelah serangan.
Bayi mungkin berhenti menyusu, sehingga mengakibatkan penurunan berat badan atau malnutrisi. Rawat inap seringkali diperlukan pada anak kecil yang menderita pertusis.
Sebelum vaksin diperkenalkan pada tahun 1950an, batuk rejan merupakan penyebab umum kematian pada anak kecil. Namun, antara tahun 2000 dan 2006, ada 156 kematian akibat pertusis yang dilaporkan ke pemerintah federal, menurut Tami Skoff, MS, ahli epidemiologi di Pusat Imunisasi dan Penyakit Pernapasan Nasional CDC.
Batuk rejan, jika tidak ditangani dengan tepat, dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah usia dua tahun. Berikut adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi, menurut laman WebMD:
- Dehidrasi di mana bisa menyebabkan anak kekurangan cairan dalam tubuh
- Sulit bernapas, biasamya terjadi karena batuk berkepanjangan
- Penurunan berat badan, karena anak kehilangan nafsu makan
- Pneumonia, yakni infeksi yang menyebabkan peradangan pada satu atau kedua paru-paru
- Kejang, ini bisa terjadi ppada beberapa kasus di mana kontraksi otot yang tiba-tiba dan tidak terkontrol akibat batuk
- Gangguan ginjal akibat dehidrasi berat
- Hipoksi, di mana pasokan oksigen ke otak atau bagian lain dari tubuh berkurang dan bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani
Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi pertusis. Vaksin ini biasa diberikan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, dan polio (vaksin DTP). Imunisasi dasar untuk DTP diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
Anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan agar manfaatnya lebih optimal. Imunisasi ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan 18 tahun. Imunisasi booster juga dianjurkan untuk diulangi tiap 10 tahun sekali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Mereka menularkan batuk rejan kepada anggota keluarga lainnya tanpa menyadari bahwa gejala pilek yang mereka alami sebenarnya adalah pertusis. Bagi saudara kandung dan pasangan, tertular pertusis bisa berarti batuk parah dan tidak masuk kerja. Namun bila penerimanya adalah bayi yang tidak divaksinasi, batuk rejan dapat menimbulkan masalah serius.
“Sebagian besar penyakit parah dan komplikasi dari pertusis terjadi pada anak-anak yang masih sangat kecil, yang belum divaksinasi atau belum menyelesaikan vaksinasi mereka,” jelas Harry Keyserling, MD, profesor penyakit menular anak di Universitas Emory Atlanta dan juru bicara American Academy of Pediatrics.
Pada tahun 2012, dilaporkan ada 18 kematian akibat pertusis secara nasional. Sebagian besar anak-anak rentan ini tertular batuk rejan dari salah satu anggota keluarganya di rumah. Meskipun gejala pertusis ringan pada orang yang sudah divaksin, penyakit ini masih sangat menular.
Dan, pertusis ringan pada orang dewasa dengan mudah menjadi penyakit parah pada bayi. Yuk kita simak, separah apa akibatnya bagi anak yang terkena batuk rejan (pertusis) ini?
Gejala klasik batuk rejan
Bordetella pertusis merupakan bakteri yang dapat hidup di saluran pernapasan manusia. Pertusis ditularkan melalui sekret, sehingga bersin dan batuk menyebarkan penyakit tersebut.
Gejala umumnya dimulai berkisar seminggu setelah B. pertusis mendarat di hidung atau mulut. Perjalanan penyakit batuk rejan yang klasik jarang terlihat saat ini, kecuali pada anak-anak yang tidak mendapat vaksinasi lengkap.
Pada tahap awal, pertusis tampak seperti flu biasa yang dialami anak-anak di tahun-tahun awal mereka. Hidung meler, bersin, dan demam ringan merupakan ciri khasnya. Berbeda dengan flu, infeksi pertusis tidak hilang dalam waktu satu minggu. Hidung tersumbat dapat teratasi, namun digantikan oleh batuk yang hebat.
.jpg)
(Batuk rejan atau pertusis disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi paru-paru dan saluran pernapasan. Bordetella pertussis adalah jenis bakteri yang menjadi penyebab utama batuk rejan. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Pada pertusis fase kedua, serangan batuk terjadi setiap satu hingga dua jam sekali dan memburuk pada malam hari. Batuknya bisa sangat parah hingga menyebabkan muntah atau pingsan. Pada bayi yang lebih tua dan balita, hembusan napas setelah batuk terkadang dapat menghasilkan suara “teriakan” yang keras.
Banyak bayi di bawah usia 6 bulan tidak mengalami teriakan, namun mereka mungkin mengalami tersedak atau sesak napas. Fase batuk hebat bisa berlangsung dari satu hingga 10 minggu.
Gejala batuk rejan mulai mereda pada tahap ketiga, yang disebut fase pemulihan. Serangan batuk menjadi lebih jarang dan akhirnya mereda dalam beberapa minggu. Bagi orang tua, serangan batuk pada anak akibat pertusis dapat mengganggu penglihatan.
Anak-anak sering kali mengalami batuk pada bagian wajahnya yang berwarna merah padam. Mereka mungkin muntah atau pingsan setelah batuk parah. Karena kelelahan karena batuk, anak kecil bisa berhenti bernapas beberapa saat setelah serangan.
Bayi mungkin berhenti menyusu, sehingga mengakibatkan penurunan berat badan atau malnutrisi. Rawat inap seringkali diperlukan pada anak kecil yang menderita pertusis.
Bayi, si paling rentan
Sebelum vaksin diperkenalkan pada tahun 1950an, batuk rejan merupakan penyebab umum kematian pada anak kecil. Namun, antara tahun 2000 dan 2006, ada 156 kematian akibat pertusis yang dilaporkan ke pemerintah federal, menurut Tami Skoff, MS, ahli epidemiologi di Pusat Imunisasi dan Penyakit Pernapasan Nasional CDC.
Batuk rejan, jika tidak ditangani dengan tepat, dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah usia dua tahun. Berikut adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi, menurut laman WebMD:
- Dehidrasi di mana bisa menyebabkan anak kekurangan cairan dalam tubuh
- Sulit bernapas, biasamya terjadi karena batuk berkepanjangan
- Penurunan berat badan, karena anak kehilangan nafsu makan
- Pneumonia, yakni infeksi yang menyebabkan peradangan pada satu atau kedua paru-paru
- Kejang, ini bisa terjadi ppada beberapa kasus di mana kontraksi otot yang tiba-tiba dan tidak terkontrol akibat batuk
- Gangguan ginjal akibat dehidrasi berat
- Hipoksi, di mana pasokan oksigen ke otak atau bagian lain dari tubuh berkurang dan bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani
Pencegahan batuk rejan
Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi pertusis. Vaksin ini biasa diberikan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, dan polio (vaksin DTP). Imunisasi dasar untuk DTP diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
Anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan agar manfaatnya lebih optimal. Imunisasi ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan 18 tahun. Imunisasi booster juga dianjurkan untuk diulangi tiap 10 tahun sekali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)