FITNESS & HEALTH
BPOM Soroti Pentingnya Lawan Produk Obat Ilegal bagi Konsumen di Era Digital
A. Firdaus
Jumat 14 November 2025 / 10:08
Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D., menegaskan pentingnya edukasi masyarakat dalam menghadapi tantangan era digital yang penuh dengan informasi palsu dan produk obat ilegal.
Prof. Taruna menjelaskan bahwa dunia saat ini didominasi oleh media sosial, sehingga masyarakat perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk membedakan informasi yang benar dari hoaks atau klaim berlebihan (overclaim).
Berbagai strategi telah diterapkan BPOM untuk melindungi masyarakat. Ia menyoroti dua strategi utama, yaitu yang pertama adalah memastikan edukasi agar masyarakat paham bahwa tidak semua informasi di media sosial atau pemasaran benar.
Kedua, mempromosikan konsep 'cek klik' dan konsumen cerdas. Konsumen cerdas, lanjutnya, berarti masyarakat harus memahami pentingnya memeriksa kemasan, risiko, label, dan situs web resmi, serta memahami apa itu CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) dan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).
Masyarakat, kata Prof. Taruna, harus memprioritaskan approval dari BPOM Indonesia daripada klaim dari negara lain seperti Amerika Serikat atau Korea. Ia menjelaskan bahwa produk yang dipasarkan di Indonesia harus memiliki izin dari BPOM, dan jika belum, itu bisa berarti produk tersebut belum terdaftar, dipasarkan ilegal, atau bahkan ditolak oleh BPOM.
"Badan POM menjamin keamanan, mutu, dan khasiat setiap produk yang beredar. Karena itu, semua obat harus memiliki izin edar dan memenuhi standar yang ditetapkan," Prof. Taruna dalam “Leading the Collaboration for Patient Safety, Healthcare Professional Regulation Compliance, and Prevention of Illegal Drug Distribution – Daewoong Group and BPOM.
"Peredaran produk tanpa izin adalah pelanggaran yang membahayakan pasien, dan BPOM bersama aparat hukum akan menindak tegas setiap bentuk distribusi ilegal untuk melindungi masyarakat serta industri yang taat regulasi,” sambungnya.
Prof. Taruna menambahkan bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi pengaturan, tetapi juga melakukan penindakan langsung di lapangan serta pelacakan jalur distribusi bersama aparat penegak hukum dan pihak terkait.
Pemerintah menegaskan bahwa pembelian, penyimpanan, atau penggunaan obat tanpa izin edar merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Kesehatan (UU No. 17 Tahun 2023), dan tenaga medis tidak dikecualikan dari konsekuensi hukum atas penggunaan produk ilegal.
Lebih lanjut, Prof. Taruna mengungkapkan komitmen BPOM dalam penegakan hukum. Ia menyebutkan bahwa BPOM telah berhasil meminta take down sebanyak 1,35 juta link yang mempromosikan produk ilegal. Dari jumlah tersebut, BPOM telah melakukan tindakan lebih lanjut seperti sita, segel, dan membawa pelaku ke pengadilan.
“Kita datang sita, kita datang segel, dan kita turun ke pengadilan. Kan negara kita negeri hukum, tidak boleh semuanya konyol dari BPOM langsung menangkap. Dia ditangkap, kalau mau kita tangkap, kita titipnya ke kepolisian,” jelasnya.
Terakhir, Prof. Taruna menambahkan bahwa dari 1,35 juta kasus, sekitar 300 telah ditindaklanjuti dengan sita, dan BPOM akan memberikan laporan resmi pada akhir tahun. Beberapa kasus bahkan telah masuk ke tahanan dan pengadilan, dengan hukuman maksimal hingga 12 tahun penjara.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Prof. Taruna menjelaskan bahwa dunia saat ini didominasi oleh media sosial, sehingga masyarakat perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk membedakan informasi yang benar dari hoaks atau klaim berlebihan (overclaim).
Berbagai strategi telah diterapkan BPOM untuk melindungi masyarakat. Ia menyoroti dua strategi utama, yaitu yang pertama adalah memastikan edukasi agar masyarakat paham bahwa tidak semua informasi di media sosial atau pemasaran benar.
Kedua, mempromosikan konsep 'cek klik' dan konsumen cerdas. Konsumen cerdas, lanjutnya, berarti masyarakat harus memahami pentingnya memeriksa kemasan, risiko, label, dan situs web resmi, serta memahami apa itu CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) dan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).
Masyarakat, kata Prof. Taruna, harus memprioritaskan approval dari BPOM Indonesia daripada klaim dari negara lain seperti Amerika Serikat atau Korea. Ia menjelaskan bahwa produk yang dipasarkan di Indonesia harus memiliki izin dari BPOM, dan jika belum, itu bisa berarti produk tersebut belum terdaftar, dipasarkan ilegal, atau bahkan ditolak oleh BPOM.
"Badan POM menjamin keamanan, mutu, dan khasiat setiap produk yang beredar. Karena itu, semua obat harus memiliki izin edar dan memenuhi standar yang ditetapkan," Prof. Taruna dalam “Leading the Collaboration for Patient Safety, Healthcare Professional Regulation Compliance, and Prevention of Illegal Drug Distribution – Daewoong Group and BPOM.
"Peredaran produk tanpa izin adalah pelanggaran yang membahayakan pasien, dan BPOM bersama aparat hukum akan menindak tegas setiap bentuk distribusi ilegal untuk melindungi masyarakat serta industri yang taat regulasi,” sambungnya.
Penggunaan obat tanpa izin
Prof. Taruna menambahkan bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi pengaturan, tetapi juga melakukan penindakan langsung di lapangan serta pelacakan jalur distribusi bersama aparat penegak hukum dan pihak terkait.
Pemerintah menegaskan bahwa pembelian, penyimpanan, atau penggunaan obat tanpa izin edar merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Kesehatan (UU No. 17 Tahun 2023), dan tenaga medis tidak dikecualikan dari konsekuensi hukum atas penggunaan produk ilegal.
Lebih lanjut, Prof. Taruna mengungkapkan komitmen BPOM dalam penegakan hukum. Ia menyebutkan bahwa BPOM telah berhasil meminta take down sebanyak 1,35 juta link yang mempromosikan produk ilegal. Dari jumlah tersebut, BPOM telah melakukan tindakan lebih lanjut seperti sita, segel, dan membawa pelaku ke pengadilan.
“Kita datang sita, kita datang segel, dan kita turun ke pengadilan. Kan negara kita negeri hukum, tidak boleh semuanya konyol dari BPOM langsung menangkap. Dia ditangkap, kalau mau kita tangkap, kita titipnya ke kepolisian,” jelasnya.
Terakhir, Prof. Taruna menambahkan bahwa dari 1,35 juta kasus, sekitar 300 telah ditindaklanjuti dengan sita, dan BPOM akan memberikan laporan resmi pada akhir tahun. Beberapa kasus bahkan telah masuk ke tahanan dan pengadilan, dengan hukuman maksimal hingga 12 tahun penjara.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)