FITNESS & HEALTH
Kemenkes Harap Kolaborasi Multi-sektoral dalam Menghadapi Tantangan Penyintas Limfoma Hodgkin
A. Firdaus
Jumat 27 September 2024 / 15:03
Jakarta: Limfoma adalah salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik, bagian penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Ada dua jenis utama limfoma, yaitu Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
Limfoma Hodgkin, meskipun lebih jarang ditemukan, memiliki ciri khas sel Reed Sternberg dan seringkali menyerang orang dewasa muda serta mereka yang berusia di atas 55 tahun.
Di Indonesia, kesadaran mengenai Limfoma Hodgkin masih sangat rendah. Salah satu tantangannya, adalah gejala-gejalanya yang tidak spesifik. Sehingga membuat penyakit ini sulit dikenali. Bahkan banyak pasien baru mengetahui bahwa mereka mengidap kanker setelah penyakitnya mencapai tahap lanjut.
Menanggapi tantangan tersebut, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, menekankan pentingnya kolaborasi multi-sektoral untuk memperkuat sistem kesehatan Indonesia.
"Pemerintah melalui Kemenkes sangat menyambut baik kolaborasi lintas sektor dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia," ungkap dr. Nadia dalam acara media bertajuk: Kenali Limfoma Hodgkin sekaligus Memperingati Bulan Kesadaran Limfoma yang jatuh pada September setiap tahunnya yang diselenggarakan PT Takeda Indonesia.
"Kami menyadari bahwa pemerintah tidak dapat bekerja sendirian, dan oleh karena itu, kami sangat memerlukan dukungan dari para pemangku kepentingan terkait—mulai dari sektor swasta, organisasi pasien, hingga masyarakat luas," sambungnya.
Dengan kerja sama yang baik, dr. Nadia berharap, kita dapat memberikan perawatan yang lebih baik bagi para pasien, termasuk mereka yang menderita Limfoma Hodgkin.
Baca juga: Sering Salah Diagnosis, Ini Gejala Spesifik dari Kanker Limfoma Hodgkin
Perjalanan panjang para pasien untuk mendapatkan diagnosis yang benar dan menjalani pengobatan yang tepat menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh mereka yang berjuang melawan kanker, tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga secara finansial dan mental. Beban psikologis ini tidak hanya dirasakan oleh pasien, tetapi juga oleh keluarga dan orang-orang di sekitar mereka.
Oleh karena itu, dukungan yang kuat dari lingkungan sangatlah penting. Aryanthi Baramuli Putri, SH, MH, ketua umum Cancer Information and Support Center (CISC), yang juga seorang penyintas kanker, turut menyampaikan pentingnya dukungan bagi pasien kanker.
"Berbagai tantangan dihadapi pasien kanker khususnya akses terhadap diagnosis dan pengobatan
seperti masalah psikologis, informasi dan keuangan. Itulah mengapa CISC didirikan sebagai sebuah
organisasi pasien, guna memberikan informasi dan dukungan psikososial," terang Aryanthi.
"Dari sekitar 3.000 anggota CISC, terdapat sekitar 250 rekan-rekan penyintas Limfoma (termasuk Hodgkin dan non-Hodgkin)," sambungnya.
Shinta Caroline, Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia, menegaskan komitmen Takeda
dalam mendukung penanganan Limfoma Hodgkin di Indonesia. termasuk meningkatkan tatalaksana Limfoma Hodgkin di Indonesia melalui penyediaan obat-obatan yang inovatif, dan lebih dari itu, melalui upaya kolaboratif bersama semua pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia seputar Limfoma Hodgkin.
"Kami tidak hanya ingin menjadi penyedia solusi kesehatan yang tepercaya, tetapi juga mitra jangka panjang bagi pemerintah, organisasi pasien, asosiasi medis, sektor swasta, dan masyarakat luas," terang Shinta.
"Fokus utama kami selalu pada kepentingan pasien, bagaimana kita bisa memberikan perawatan yang terbaik, meningkatkan kualitas hidup mereka, dan mendukung perjalanan mereka melawan penyakit ini. Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang kuat, kita dapat menciptakan dampak positif yang nyata bagi pasien Limfoma Hodgkin di Indonesia," tutup Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Limfoma Hodgkin, meskipun lebih jarang ditemukan, memiliki ciri khas sel Reed Sternberg dan seringkali menyerang orang dewasa muda serta mereka yang berusia di atas 55 tahun.
Di Indonesia, kesadaran mengenai Limfoma Hodgkin masih sangat rendah. Salah satu tantangannya, adalah gejala-gejalanya yang tidak spesifik. Sehingga membuat penyakit ini sulit dikenali. Bahkan banyak pasien baru mengetahui bahwa mereka mengidap kanker setelah penyakitnya mencapai tahap lanjut.
Menanggapi tantangan tersebut, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, menekankan pentingnya kolaborasi multi-sektoral untuk memperkuat sistem kesehatan Indonesia.
"Pemerintah melalui Kemenkes sangat menyambut baik kolaborasi lintas sektor dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia," ungkap dr. Nadia dalam acara media bertajuk: Kenali Limfoma Hodgkin sekaligus Memperingati Bulan Kesadaran Limfoma yang jatuh pada September setiap tahunnya yang diselenggarakan PT Takeda Indonesia.
"Kami menyadari bahwa pemerintah tidak dapat bekerja sendirian, dan oleh karena itu, kami sangat memerlukan dukungan dari para pemangku kepentingan terkait—mulai dari sektor swasta, organisasi pasien, hingga masyarakat luas," sambungnya.
Dengan kerja sama yang baik, dr. Nadia berharap, kita dapat memberikan perawatan yang lebih baik bagi para pasien, termasuk mereka yang menderita Limfoma Hodgkin.
Baca juga: Sering Salah Diagnosis, Ini Gejala Spesifik dari Kanker Limfoma Hodgkin
Perjalanan panjang para pasien untuk mendapatkan diagnosis yang benar dan menjalani pengobatan yang tepat menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh mereka yang berjuang melawan kanker, tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga secara finansial dan mental. Beban psikologis ini tidak hanya dirasakan oleh pasien, tetapi juga oleh keluarga dan orang-orang di sekitar mereka.
Oleh karena itu, dukungan yang kuat dari lingkungan sangatlah penting. Aryanthi Baramuli Putri, SH, MH, ketua umum Cancer Information and Support Center (CISC), yang juga seorang penyintas kanker, turut menyampaikan pentingnya dukungan bagi pasien kanker.
"Berbagai tantangan dihadapi pasien kanker khususnya akses terhadap diagnosis dan pengobatan
seperti masalah psikologis, informasi dan keuangan. Itulah mengapa CISC didirikan sebagai sebuah
organisasi pasien, guna memberikan informasi dan dukungan psikososial," terang Aryanthi.
"Dari sekitar 3.000 anggota CISC, terdapat sekitar 250 rekan-rekan penyintas Limfoma (termasuk Hodgkin dan non-Hodgkin)," sambungnya.
Shinta Caroline, Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia, menegaskan komitmen Takeda
dalam mendukung penanganan Limfoma Hodgkin di Indonesia. termasuk meningkatkan tatalaksana Limfoma Hodgkin di Indonesia melalui penyediaan obat-obatan yang inovatif, dan lebih dari itu, melalui upaya kolaboratif bersama semua pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia seputar Limfoma Hodgkin.
"Kami tidak hanya ingin menjadi penyedia solusi kesehatan yang tepercaya, tetapi juga mitra jangka panjang bagi pemerintah, organisasi pasien, asosiasi medis, sektor swasta, dan masyarakat luas," terang Shinta.
"Fokus utama kami selalu pada kepentingan pasien, bagaimana kita bisa memberikan perawatan yang terbaik, meningkatkan kualitas hidup mereka, dan mendukung perjalanan mereka melawan penyakit ini. Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang kuat, kita dapat menciptakan dampak positif yang nyata bagi pasien Limfoma Hodgkin di Indonesia," tutup Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)