FITNESS & HEALTH
Mengenal Perbedaan Hipertensi Jas Putih dengan Hipertensi Terselubung
Raka Lestari
Sabtu 27 Februari 2021 / 18:42
Jakarta: Hipertensi merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan di masyarakat. Jika tidak dikontrol dengan baik, penyakit ini bisa sangat berbahaya. Mulai dari menyebabkan penyakit kardiovaskular, bahkan stroke sehingga tidak jarang penyakit ini juga bisa menyebabkan kematian.
Menurut dr. Eka Harmeiwaty, SpS, Sekretaris Jendral Indonesian Society of Hypertension (InaSH), untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi perlu dilakukan deteksi dini pada kelompok usia dewasa yang berumur 18 tahun ke atas.
"Di lapangan kadang kala terdapat kendala dalam menegakkan diagnosis pasti hipertensi karena dari dari hasil pengukuran ada kategori lain yaitu white coat hypertension (hipertensi jas putih) dan masked hypertension (hipertensi terselubung),” ujar dr. Eka dalam Virtual Press Conference: Tatalaksana Hipertensi pada Masa Pandemi.
Hipertensi jas putih, kata dr. Eka, sering ditemukan pada pasien hipertensi derajat 1 (tekanan darah siatolik 140-159 dan atau tekanan sistolik 90-99 mmHg) pada pemeriksaan di klinik. Namun pada pengukuran di rumah tekanan darah normal.
"Pada individu ini tidak perlu diberikan pengobatan, namun perlu pemantauan jangka panjang karena berisiko terjadi hipertensi di kemudian hari. Prevalensi diperkirakan 2,2 – 50 persen dan sangat dipengaruhi oleh cara pengukuran di klinik,” lanjut dr. Eka.
Sebaliknya, menurut dr. Eka, hipertensi terselubung menunjukkan tekanan darah normal saat diperiksa di klinik. Namun pengukuran di luar klinik hasilnya menunjukkan tekanan darah yang meningkat. Dari berbagai studi prevalensi adalah 9-48 persen.
"Hipertensi terselubung ini mempunyai risiko tinggi kerusakan organ. Untuk mengetahui hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung dibutuhkan pemeriksaan tekanan darah di rumah yang selanjutnya disingkat dengan PTDR,” jelas dr. Eka.
“Di tengah pandemi PTDR ini sangat bermanfaat karena sebagian pasien enggan ke rumah sakit terutama pasien lansia. Hasil PTDR bisa dikonsultasikan kepada dokter yang merawat secara online baik dengan chatting via medsos atau telemedicine," kata dr. Eka.
Menurutnya, PTDR ini disarankan pada pasien hipertensi terutama bagi pasien hipertensi dengan gangguan ginjal, diabetes, dan wanita hamil dan juga pasien dengan kepatuhan pengobatan yang buruk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Menurut dr. Eka Harmeiwaty, SpS, Sekretaris Jendral Indonesian Society of Hypertension (InaSH), untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi perlu dilakukan deteksi dini pada kelompok usia dewasa yang berumur 18 tahun ke atas.
"Di lapangan kadang kala terdapat kendala dalam menegakkan diagnosis pasti hipertensi karena dari dari hasil pengukuran ada kategori lain yaitu white coat hypertension (hipertensi jas putih) dan masked hypertension (hipertensi terselubung),” ujar dr. Eka dalam Virtual Press Conference: Tatalaksana Hipertensi pada Masa Pandemi.
Hipertensi jas putih, kata dr. Eka, sering ditemukan pada pasien hipertensi derajat 1 (tekanan darah siatolik 140-159 dan atau tekanan sistolik 90-99 mmHg) pada pemeriksaan di klinik. Namun pada pengukuran di rumah tekanan darah normal.
"Pada individu ini tidak perlu diberikan pengobatan, namun perlu pemantauan jangka panjang karena berisiko terjadi hipertensi di kemudian hari. Prevalensi diperkirakan 2,2 – 50 persen dan sangat dipengaruhi oleh cara pengukuran di klinik,” lanjut dr. Eka.
Sebaliknya, menurut dr. Eka, hipertensi terselubung menunjukkan tekanan darah normal saat diperiksa di klinik. Namun pengukuran di luar klinik hasilnya menunjukkan tekanan darah yang meningkat. Dari berbagai studi prevalensi adalah 9-48 persen.
"Hipertensi terselubung ini mempunyai risiko tinggi kerusakan organ. Untuk mengetahui hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung dibutuhkan pemeriksaan tekanan darah di rumah yang selanjutnya disingkat dengan PTDR,” jelas dr. Eka.
“Di tengah pandemi PTDR ini sangat bermanfaat karena sebagian pasien enggan ke rumah sakit terutama pasien lansia. Hasil PTDR bisa dikonsultasikan kepada dokter yang merawat secara online baik dengan chatting via medsos atau telemedicine," kata dr. Eka.
Menurutnya, PTDR ini disarankan pada pasien hipertensi terutama bagi pasien hipertensi dengan gangguan ginjal, diabetes, dan wanita hamil dan juga pasien dengan kepatuhan pengobatan yang buruk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)