Jakarta: Dengan ketersediaan stok vaksin yang menipis, dimungkinkan penggunaan jenis vaksin yang berbeda. Pastinya timbul pertanyaan, apakah vaksinasi dengan dua jenis vaksin covid-19 yang berbeda ini aman?
Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi dalam tayangan Newsline Metro TV menerangkan bahwa vaksin pertama dan kedua diharapkan sama satu seri.
Mengapa demikian? "Karena itu sudah ada penelitiannya dan jelas efikasinya. Bilamana kita mencampurkan dalam satu seri vaksin pertama kedua mungkin tidak apa-apa. Tetapi efikasinya kita tidak tahu karena tidak ada penelitiannya," jelas Prof. Dr. Iris.
Ia melanjutkan biasanya yang dilakukan satu seri sama, nanti boosternya baru diberikan berbeda platformnya.
.jpeg)
(Jika pun tidak tersedia satu seri, Prof. Iris mengatakan penyuntikkan vaksinasi bisa dilakukan dengan melihat platform vaksin yang sama. Foto: Dok. Metro TV)
Prof. Iris mengatakan kita bisa melihat platform vaksin. "Kalau kita lihat vaksin, itu platformnya apa. Apakah dia seluruh virusnya dimatikan, ataukah messenger RNA, ataukah viral vector. Ya, jadi tergantung. Sebaiknya mencampurkan dalam satu seri itu harusnya yang sama. Seyogyanya untuk melihat efikasinya," papar Prof. Iris.
"Misalnya Sinovac dengan Sinovac itu yang pertama satu seri. Kemudian kita mau booster. Kita pertimbangkan kita kasih Moderna atau Pfizer untuk supaya mengcover Delta. Itu pemikirannya seperti itu," lanjut Prof. Iris.
Jadi hasilnya bisa berbeda menurut Prof. Iris jika memberikan suntikan vaksinasi pertama dan kedua dengan yang berbeda.
Prof. Iris mengatakan jika dua (jenis) vaksin diberikan maka akan berbeda hasilnya. "Kita tidak bisa menilai efikasinya," tegas Prof. Iris. Hal ini menurutnya karena penelitian itu berdasarkan satu seri dua kali suntikan yang sama.
Prof. Iris menjelaskan bahwa untuk komorbid tentu harus dikontrol dulu. "Biasanya datang pada dokter yang merawatnya. Atas izin dokternya bahwa ini pasien sudah terkontrol stabil baru boleh divaksinasi."
Iya memaparkan misalnya Moderna habis bisa diberikan Pfizer. "(Ini karena) platformnya sama. Jadi diusahakan dalam satu seri itu dua platform yang sama, walaupun mereknya lain," tukasnya lagi.
Dan Prof. Iris juga mengingatkan pada masyarakat bahwa semua vaksin dianggap baik. Yang sudah datang ke Indonesia dan mendapatkan izin BPOM.
"(Jadi) apa yang di depan mata itu yang dilakukan. Jadi kita tidak bisa memilih. Mungkin di negara lain karena jumlah vaksinnya banyak jadi mereka bisa memilih tetapi di negara kita masih terbatas. Jadi apa yang ada segeralah vaksinasi supaya mendapatkan kekebalan," pungkasnya.
Hi Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/OVO @Rp 50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkedan. Salam hangat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi dalam tayangan Newsline Metro TV menerangkan bahwa vaksin pertama dan kedua diharapkan sama satu seri.
Mengapa demikian? "Karena itu sudah ada penelitiannya dan jelas efikasinya. Bilamana kita mencampurkan dalam satu seri vaksin pertama kedua mungkin tidak apa-apa. Tetapi efikasinya kita tidak tahu karena tidak ada penelitiannya," jelas Prof. Dr. Iris.
Ia melanjutkan biasanya yang dilakukan satu seri sama, nanti boosternya baru diberikan berbeda platformnya.
.jpeg)
(Jika pun tidak tersedia satu seri, Prof. Iris mengatakan penyuntikkan vaksinasi bisa dilakukan dengan melihat platform vaksin yang sama. Foto: Dok. Metro TV)
Melihat platform vaksin
Prof. Iris mengatakan kita bisa melihat platform vaksin. "Kalau kita lihat vaksin, itu platformnya apa. Apakah dia seluruh virusnya dimatikan, ataukah messenger RNA, ataukah viral vector. Ya, jadi tergantung. Sebaiknya mencampurkan dalam satu seri itu harusnya yang sama. Seyogyanya untuk melihat efikasinya," papar Prof. Iris.
"Misalnya Sinovac dengan Sinovac itu yang pertama satu seri. Kemudian kita mau booster. Kita pertimbangkan kita kasih Moderna atau Pfizer untuk supaya mengcover Delta. Itu pemikirannya seperti itu," lanjut Prof. Iris.
Jadi hasilnya bisa berbeda menurut Prof. Iris jika memberikan suntikan vaksinasi pertama dan kedua dengan yang berbeda.
Prof. Iris mengatakan jika dua (jenis) vaksin diberikan maka akan berbeda hasilnya. "Kita tidak bisa menilai efikasinya," tegas Prof. Iris. Hal ini menurutnya karena penelitian itu berdasarkan satu seri dua kali suntikan yang sama.
Bagaimana dengan yang komorbid?
Prof. Iris menjelaskan bahwa untuk komorbid tentu harus dikontrol dulu. "Biasanya datang pada dokter yang merawatnya. Atas izin dokternya bahwa ini pasien sudah terkontrol stabil baru boleh divaksinasi."
Iya memaparkan misalnya Moderna habis bisa diberikan Pfizer. "(Ini karena) platformnya sama. Jadi diusahakan dalam satu seri itu dua platform yang sama, walaupun mereknya lain," tukasnya lagi.
Dan Prof. Iris juga mengingatkan pada masyarakat bahwa semua vaksin dianggap baik. Yang sudah datang ke Indonesia dan mendapatkan izin BPOM.
"(Jadi) apa yang di depan mata itu yang dilakukan. Jadi kita tidak bisa memilih. Mungkin di negara lain karena jumlah vaksinnya banyak jadi mereka bisa memilih tetapi di negara kita masih terbatas. Jadi apa yang ada segeralah vaksinasi supaya mendapatkan kekebalan," pungkasnya.
Hi Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/OVO @Rp 50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkedan. Salam hangat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)