FITNESS & HEALTH
Bantah Isu BPA! Studi USU Buktikan Air Galon tetap Aman Dikonsumsi
Medcom
Selasa 11 Februari 2025 / 11:15
Medan: Kekhawatiran masyarakat mengenai potensi luruhan senyawa Bisphenol-A (BPA) dalam air minum kemasan galon polikarbonat yang terpapar sinar matahari kembali mencuat. Menanggapi hal ini, tim peneliti dari Kelompok Studi Kimia Organik Universitas Sumatera Utara (USU) melakukan penelitian independen untuk membuktikan kebenarannya.
Hasil penelitian yang dirilis Kamis 6 Februari lalu menunjukkan bahwa BPA tidak terdeteksi pada semua sampel air minum dalam kemasan galon yang diuji, termasuk yang telah terpapar sinar matahari selama beberapa hari.
Guru Besar Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU sekaligus Ketua Tim Peneliti, Prof. Dr. Juliati Tarigan, M.Si, menegaskan bahwa tidak ada bukti luruhan atau migrasi BPA dalam air minum kemasan galon polikarbonat, baik yang terpapar sinar matahari maupun tidak.
“Penelitian kami membuktikan bahwa merek-merek air kemasan galon yang populer di Kota Medan aman untuk dikonsumsi. Tidak ada indikasi BPA terlepas ke dalam air meskipun galon terpapar sinar matahari selama beberapa hari,” ujar Prof. Juliati dalam keterangan pers.
Baca juga: Pentingnya Standarisasi Keamanan Air Minum Isi Ulang
Hasil ini sekaligus membantah anggapan bahwa BPA dalam galon berbahan polikarbonat dapat luruh akibat paparan sinar matahari. BPA memiliki titik leleh 159 derajat Celsius, sementara suhu tertinggi yang tercatat di Indonesia hanya mencapai 38,5 derajat Celsius.
"Dengan kata lain, suhu alami di Indonesia tidak cukup tinggi untuk menyebabkan migrasi BPA dari kemasan ke air minum,” kata Prof. Juliati.
Selain itu, BPA memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air, sehingga kecil kemungkinan senyawa ini larut ke dalam air minum meskipun kemasan terkena panas.
Penelitian ini menggunakan empat merek air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat yang banyak dikonsumsi di Medan, yaitu dua merek nasional (AQUA dan Prima) serta dua merek lokal (Amoz dan Himudo).
Sampel diambil dari tiga titik distribusi yang berbeda dengan tiga kondisi penyimpanan:
- Kondisi normal (tidak terpapar sinar matahari).
- Terpapar sinar matahari langsung selama 5 hari.
- Terpapar sinar matahari langsung selama 10 hari.
Pengujian dilakukan dengan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), instrumen canggih yang mampu mendeteksi kandungan BPA hingga level mikrogram per liter (µg/L). Untuk meningkatkan akurasi, pengujian dilakukan tiga kali (triplo).
BPA merupakan zat kimia yang banyak ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari, termasuk kemasan makanan dan minuman, kertas struk belanja, hingga bahan tambalan gigi.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr. Brama Ihsan Sazli, Sp.PD-KEMD, menegaskan bahwa hingga kini belum ada bukti ilmiah kuat yang menunjukkan bahwa BPA dalam air minum kemasan galon berbahan polikarbonat dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius seperti kanker, diabetes, atau obesitas.
“Penelitian mengenai potensi bahaya BPA masih terbatas dan umumnya berbasis uji coba pada hewan. Tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk mengurai dan membuang BPA melalui proses detoksifikasi di hati dan ekskresi melalui urin dan feses,” jelas Dr. Brama.
Menurutnya, faktor gaya hidup, pola makan tidak seimbang, dan faktor genetik lebih berkontribusi terhadap penyakit metabolik dibanding paparan BPA dalam jumlah kecil.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Juliati mengimbau masyarakat untuk mengedukasi diri dengan informasi berbasis sains dan tidak mudah percaya pada misinformasi.
“Penelitian ini merupakan bagian dari upaya memberikan informasi akurat dan ilmiah kepada masyarakat. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi air minum dalam kemasan galon,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Hasil penelitian yang dirilis Kamis 6 Februari lalu menunjukkan bahwa BPA tidak terdeteksi pada semua sampel air minum dalam kemasan galon yang diuji, termasuk yang telah terpapar sinar matahari selama beberapa hari.
Guru Besar Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU sekaligus Ketua Tim Peneliti, Prof. Dr. Juliati Tarigan, M.Si, menegaskan bahwa tidak ada bukti luruhan atau migrasi BPA dalam air minum kemasan galon polikarbonat, baik yang terpapar sinar matahari maupun tidak.
“Penelitian kami membuktikan bahwa merek-merek air kemasan galon yang populer di Kota Medan aman untuk dikonsumsi. Tidak ada indikasi BPA terlepas ke dalam air meskipun galon terpapar sinar matahari selama beberapa hari,” ujar Prof. Juliati dalam keterangan pers.
Baca juga: Pentingnya Standarisasi Keamanan Air Minum Isi Ulang
Hasil ini sekaligus membantah anggapan bahwa BPA dalam galon berbahan polikarbonat dapat luruh akibat paparan sinar matahari. BPA memiliki titik leleh 159 derajat Celsius, sementara suhu tertinggi yang tercatat di Indonesia hanya mencapai 38,5 derajat Celsius.
"Dengan kata lain, suhu alami di Indonesia tidak cukup tinggi untuk menyebabkan migrasi BPA dari kemasan ke air minum,” kata Prof. Juliati.
Selain itu, BPA memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air, sehingga kecil kemungkinan senyawa ini larut ke dalam air minum meskipun kemasan terkena panas.
Metode Penelitian: Uji HPLC pada Berbagai Merek Air Galon
Penelitian ini menggunakan empat merek air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat yang banyak dikonsumsi di Medan, yaitu dua merek nasional (AQUA dan Prima) serta dua merek lokal (Amoz dan Himudo).
Sampel diambil dari tiga titik distribusi yang berbeda dengan tiga kondisi penyimpanan:
- Kondisi normal (tidak terpapar sinar matahari).
- Terpapar sinar matahari langsung selama 5 hari.
- Terpapar sinar matahari langsung selama 10 hari.
Pengujian dilakukan dengan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), instrumen canggih yang mampu mendeteksi kandungan BPA hingga level mikrogram per liter (µg/L). Untuk meningkatkan akurasi, pengujian dilakukan tiga kali (triplo).
BPA dan dampaknya bagi kesehatan: tidak ada bukti konklusif
BPA merupakan zat kimia yang banyak ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari, termasuk kemasan makanan dan minuman, kertas struk belanja, hingga bahan tambalan gigi.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr. Brama Ihsan Sazli, Sp.PD-KEMD, menegaskan bahwa hingga kini belum ada bukti ilmiah kuat yang menunjukkan bahwa BPA dalam air minum kemasan galon berbahan polikarbonat dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius seperti kanker, diabetes, atau obesitas.
“Penelitian mengenai potensi bahaya BPA masih terbatas dan umumnya berbasis uji coba pada hewan. Tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk mengurai dan membuang BPA melalui proses detoksifikasi di hati dan ekskresi melalui urin dan feses,” jelas Dr. Brama.
Menurutnya, faktor gaya hidup, pola makan tidak seimbang, dan faktor genetik lebih berkontribusi terhadap penyakit metabolik dibanding paparan BPA dalam jumlah kecil.
Bijak dalam menerima informasi
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Juliati mengimbau masyarakat untuk mengedukasi diri dengan informasi berbasis sains dan tidak mudah percaya pada misinformasi.
“Penelitian ini merupakan bagian dari upaya memberikan informasi akurat dan ilmiah kepada masyarakat. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi air minum dalam kemasan galon,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)