FITNESS & HEALTH
Dokter Beberkan Jurnalis Rentan Terkena Depresi, Ini Alasannya
Aulia Putriningtias
Kamis 21 Desember 2023 / 14:05
Jakarta: Jurnalis adalah salah satu profesi yang rentan terkena depresi. Karena sifat pekerjaan terus mengejar deadline, meliput konflik, bencana, kekerasan, kriminal dan mobilitas tinggi.
Hadirnya tekanan tersebut, dapat mengakibatkan kecemasan, kelelahan, trauma, depresi bahkan gangguan stres paska trauma (PTSD). Maka dari itu, dr. Lahargo Kembaren, SpKJ selaku Dokter Spesialis Kejiwaan mengimbau profesi jurnalis untuk selalu memperhatikan kondisi kesehatan jiwa.
Sebuah studi pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism dan University of Toronto terhadap 73 jurnalis dari organisasi berita internasional. Hal ini menunjukkan bahwa 70 persen di antaranya menderita tekanan psikologis pada tingkat tertentu.
Tanggapannya menunjukkan bahwa 26 persen memiliki kecemasan yang signifikan secara klinis sesuai dengan diagnosis tersebut. Generalized Anxiety Disorder yang meliputi gejala khawatir, perasaan gelisah, insomnia, konsentrasi buruk dan kelelahan.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Canadian Journalism Forum tentang Kekerasan dan Trauma, kepada 1000 pekerja media menemukan 69 persen pekerja media melaporkan sendiri bahwa mereka menderita kecemasan. Selain itu, angka 46 persen mengalami depresi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 31 negara termasuk Indonesia, sebanyak 44 persen responden menilai bahwa kesehatan mental adalah masalah kesehatan yang saat ini paling dikhawatirkan. WHO memperkirkan sekitar 3.8 persen atau 280 juta penduduk dunia mengalami depresi.
.jpg)
(Devy Yheanne, Leader of Communications & Public Affairs Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia, Malaysia & Philippines mengatakan jurnalis penting untuk menjaga kesehatan mental. Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Pada umumnya gejala depresi yang banyak dialami. Adapun seperti kecemasan, sedih, murung, suasana hati kosong, putus asa, gelisah, lemah, lesu, tidak dapat mengambil keputusan dan lain sebagainya yang sering kali tidak disadari oleh pasien.
Hal tersebut baik karena kesibukan maupun stigma di masyarakat yang mengakibatkan pasien mengabaikan kondisi kesehatan mentalnya. Gejala-gejala ini sebaiknya tidak diremehkan.
Dr. Lahargo Kembaren, SpKJ, menyoroti bahwa kondisi ini dapat berdampak pada kesejahteraan pasien secara fisik dan mental yang berdampak pada produktivias dan kesehariannya.
"Kita perlu memahami pentingnya kesehatan mental. Depresi adalah masalah kejiwaan yang dapat ditangani dan disembuhkan apabila segera mendapatkan penanganan medis yang tepat," kata dr. Lahargo saat Media Gathering bersama Johnson &Johnson, Kamis, 14 Desember 2023 lalu.
Devy Yheanne, Leader of Communications & Public Affairs Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia, Malaysia & Philippines mengatakan jurnalis, yang sering kali berada di garis depan peristiwa traumatis seperti konflik, bencana alam dan menghadapi tekanan berlebih. Kesehatan mental pun penting untuk dijaga.
"Padahal berita yang berkualitas dapat dihasilkan dengan baik apabila kesehatan fisik dan mental jurnalis dapat terjaga. Johnson & Johnson Indonesia berkomitmen untuk mendukung rekan-rekan media dalam menjalankan profesinya dengan baik salah satunya melalui edukasi kesehatan mental," paparnya.
Lebih lanjut, dr. Lahargo mengatakan untuk mencoba tidak fokus pada apa yang tidak bisa kita kontrol tapi fokus pada apa yang bisa kita kontrol. Yakni, yaitu tidur, makanan dan hubungan. Pastikan untuk tidur pada jam yang sama, sehingga tubuh akan terlatih.
"Rasa cemas dan stres memang sangat normal, tetapi apabila sudah mulai menganggu kinerja, maka sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter," tutup dr. Lahargo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Hadirnya tekanan tersebut, dapat mengakibatkan kecemasan, kelelahan, trauma, depresi bahkan gangguan stres paska trauma (PTSD). Maka dari itu, dr. Lahargo Kembaren, SpKJ selaku Dokter Spesialis Kejiwaan mengimbau profesi jurnalis untuk selalu memperhatikan kondisi kesehatan jiwa.
Sebuah studi pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism dan University of Toronto terhadap 73 jurnalis dari organisasi berita internasional. Hal ini menunjukkan bahwa 70 persen di antaranya menderita tekanan psikologis pada tingkat tertentu.
Tanggapannya menunjukkan bahwa 26 persen memiliki kecemasan yang signifikan secara klinis sesuai dengan diagnosis tersebut. Generalized Anxiety Disorder yang meliputi gejala khawatir, perasaan gelisah, insomnia, konsentrasi buruk dan kelelahan.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Canadian Journalism Forum tentang Kekerasan dan Trauma, kepada 1000 pekerja media menemukan 69 persen pekerja media melaporkan sendiri bahwa mereka menderita kecemasan. Selain itu, angka 46 persen mengalami depresi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 31 negara termasuk Indonesia, sebanyak 44 persen responden menilai bahwa kesehatan mental adalah masalah kesehatan yang saat ini paling dikhawatirkan. WHO memperkirkan sekitar 3.8 persen atau 280 juta penduduk dunia mengalami depresi.
.jpg)
(Devy Yheanne, Leader of Communications & Public Affairs Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia, Malaysia & Philippines mengatakan jurnalis penting untuk menjaga kesehatan mental. Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Apa saja gejala gangguan kesehatan mental yang sering dialami?
Pada umumnya gejala depresi yang banyak dialami. Adapun seperti kecemasan, sedih, murung, suasana hati kosong, putus asa, gelisah, lemah, lesu, tidak dapat mengambil keputusan dan lain sebagainya yang sering kali tidak disadari oleh pasien.
Hal tersebut baik karena kesibukan maupun stigma di masyarakat yang mengakibatkan pasien mengabaikan kondisi kesehatan mentalnya. Gejala-gejala ini sebaiknya tidak diremehkan.
Dr. Lahargo Kembaren, SpKJ, menyoroti bahwa kondisi ini dapat berdampak pada kesejahteraan pasien secara fisik dan mental yang berdampak pada produktivias dan kesehariannya.
"Kita perlu memahami pentingnya kesehatan mental. Depresi adalah masalah kejiwaan yang dapat ditangani dan disembuhkan apabila segera mendapatkan penanganan medis yang tepat," kata dr. Lahargo saat Media Gathering bersama Johnson &Johnson, Kamis, 14 Desember 2023 lalu.
Devy Yheanne, Leader of Communications & Public Affairs Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia, Malaysia & Philippines mengatakan jurnalis, yang sering kali berada di garis depan peristiwa traumatis seperti konflik, bencana alam dan menghadapi tekanan berlebih. Kesehatan mental pun penting untuk dijaga.
"Padahal berita yang berkualitas dapat dihasilkan dengan baik apabila kesehatan fisik dan mental jurnalis dapat terjaga. Johnson & Johnson Indonesia berkomitmen untuk mendukung rekan-rekan media dalam menjalankan profesinya dengan baik salah satunya melalui edukasi kesehatan mental," paparnya.
Lebih lanjut, dr. Lahargo mengatakan untuk mencoba tidak fokus pada apa yang tidak bisa kita kontrol tapi fokus pada apa yang bisa kita kontrol. Yakni, yaitu tidur, makanan dan hubungan. Pastikan untuk tidur pada jam yang sama, sehingga tubuh akan terlatih.
"Rasa cemas dan stres memang sangat normal, tetapi apabila sudah mulai menganggu kinerja, maka sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter," tutup dr. Lahargo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)