FEATURE
Pahlawan Bidang Kesehatan: Bidan Mariya Abdikan Diri untuk Suku Anak Dalam
Mia Vale
Rabu 10 November 2021 / 23:16
Jakarta: Selama pandemi covid-19 ini semua tenaga kesehatan dikerahkan. Banyak pengorbanan yang mereka lakukan untuk masyarakat yang terpapar covid-19 ini. Mulai dari meninggalkan suami/istri, anak, sampai orang tua. Tak jarang dari mereka yang terpapar virus korona, bahkan ada pula yang meninggal dunia. Semua itu hanya untuk mengabdikan diri terhadap kesehatan.
Sebut saja bidan Mariya Kristiana yang memutuskan untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat adat di Jambi dan Riau yang berada di Suku Anak Dalam. Perempuan lulusan Stikes di Salatiga, Jawa Tengah ini langsung mendedikasikan ilmunya untuk kesehatan masyarakat di pedalaman.
Setelah menyelesaikan pendidikan stikes (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) di Salatiga, Jawa Tengah, tanpa ragu Mariya mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk kesehatan masyarakat di pedalaman. Berkecimpung di komunitas adat sejak tahun 2008, sisi kemanusiaannya terusik karena masih minimnya fasilitas kesehatan di pedalaman.
Belum lagi kurangnya tenaga kesehatan yang menjangkau wilayah pedalaman yang membuat suku Anak Dalam, di mana sangat terbatas kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan pribadi dan lingkungan.

(Bidan Maria akan terus memberikan pelayanan kesehatan untuk membantu sesama. Foto: Dok. Program Newsline/Metro TV)
Berangkat dari keadaan itu, Maria akhirnya, mengukuhkan diri, mengabdi tinggal di hutan, tempat suku asli pedalaman Sumatra, yakni Orang Rimba. Ia pun menjadi fasilitator kesehatan Talang Mamak Suranah dan bertugas di taman nasional Bukit Tigapuluh Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Beragam rintangan Maria hadapi selama mengabdi untuk masyarakat di sana. Tak hanya itu, pengorbanan yang diberikan pun cukup berat. Ditemani dengan satu orang teman dalam timnya, Maria menjalani semua itu dengan sukacita.
Selama mengabdi, Maria harus rela meninggalkan suami, Hartoni Sihombing, beserta anaknya yang masih kecil. Maria pun mengaku untuk berkomunikasi dengan suaminya pun baru bisa dilakukan 7 sampai 10 hari sekali. Itu pun harus mencari tempat atau menara tinggi demi mendapat signal.
"Cerita ada buka lowongan untuk tenaga kesehatan. Kita masukinna lamarannya, seminggu kemudian dipanggil dan sampe sekarang lah kak bekerja pengabdian di Suku Anak Dalam ini," tutur Mariya lewat program Newsline Metro TV.
Baginya ini adalah panggilan hati dan ia terketuk hati untuk membantu. "Karena masih banyak yang membutuhkan layanan kesehatan," jawabnya singkat sambil terus mencari sinyal di atas sebuah fasilitas kantor.
Ia masih akan terus menjalankan apa yang menjadi passionnya yaitu membantu dalam bidang kesehatan di area yang sulit dijangkau untuk terus bisa memberikan layanan kesehatan bagi sesama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Sebut saja bidan Mariya Kristiana yang memutuskan untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat adat di Jambi dan Riau yang berada di Suku Anak Dalam. Perempuan lulusan Stikes di Salatiga, Jawa Tengah ini langsung mendedikasikan ilmunya untuk kesehatan masyarakat di pedalaman.
Setelah menyelesaikan pendidikan stikes (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) di Salatiga, Jawa Tengah, tanpa ragu Mariya mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk kesehatan masyarakat di pedalaman. Berkecimpung di komunitas adat sejak tahun 2008, sisi kemanusiaannya terusik karena masih minimnya fasilitas kesehatan di pedalaman.
Belum lagi kurangnya tenaga kesehatan yang menjangkau wilayah pedalaman yang membuat suku Anak Dalam, di mana sangat terbatas kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan pribadi dan lingkungan.

(Bidan Maria akan terus memberikan pelayanan kesehatan untuk membantu sesama. Foto: Dok. Program Newsline/Metro TV)
Berangkat dari keadaan itu, Maria akhirnya, mengukuhkan diri, mengabdi tinggal di hutan, tempat suku asli pedalaman Sumatra, yakni Orang Rimba. Ia pun menjadi fasilitator kesehatan Talang Mamak Suranah dan bertugas di taman nasional Bukit Tigapuluh Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Beragam rintangan Maria hadapi selama mengabdi untuk masyarakat di sana. Tak hanya itu, pengorbanan yang diberikan pun cukup berat. Ditemani dengan satu orang teman dalam timnya, Maria menjalani semua itu dengan sukacita.
Selama mengabdi, Maria harus rela meninggalkan suami, Hartoni Sihombing, beserta anaknya yang masih kecil. Maria pun mengaku untuk berkomunikasi dengan suaminya pun baru bisa dilakukan 7 sampai 10 hari sekali. Itu pun harus mencari tempat atau menara tinggi demi mendapat signal.
"Cerita ada buka lowongan untuk tenaga kesehatan. Kita masukinna lamarannya, seminggu kemudian dipanggil dan sampe sekarang lah kak bekerja pengabdian di Suku Anak Dalam ini," tutur Mariya lewat program Newsline Metro TV.
Baginya ini adalah panggilan hati dan ia terketuk hati untuk membantu. "Karena masih banyak yang membutuhkan layanan kesehatan," jawabnya singkat sambil terus mencari sinyal di atas sebuah fasilitas kantor.
Ia masih akan terus menjalankan apa yang menjadi passionnya yaitu membantu dalam bidang kesehatan di area yang sulit dijangkau untuk terus bisa memberikan layanan kesehatan bagi sesama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)