Jakarta: Rasanya baru kemarin hiruk-pikuk Kota Jakarta yang penuh dengan kemacetan mewarnai kehidupan ibu kota. Jajaran mobil berbaris, orang-orang berlalu-lalang dengan membawa tas, map, atau sedang browsing media sosial di handphone. Pemandangan orang-orang berjajar duduk dengan laptop di kedai kopi sudah biasa. Perencanaan business plan ke depan sudah di tangan.
Kesibukan pekerjaan mewarnai aktivitas sehari-hari. Tapi itu kemarin. Dan hari-hari ini, berbagai pandangan tersebut berubah. Tak terdengar lagi derap langkah-langkah sepatu high heels, bot, atau decit sepatu di lantai lobi, atau menunggu lift yang sampai antre.
Virus korona sedang "menguasai" kita. Tapi perubahan memang butuh waktu. Dan anak muda terkadang menjadi "gerah" dengan aturan yang baru-social distancing atau jaga jarak. Apalagi sulitnya adrenalin bersosialisasi untuk diredam.
Salah satu yang "kena batunya" adalah Wulan Angraeni (26). Gara-gara 'korona' bikin mati gaya anak muda, Wulan nekat tetap bekerja. Walaupun katanya hanya keluar dua kali saja. Tapi, perempuan cantik yang bekerja sebagai Media Strategic Planning di PT Vector kini menyesalinya.
.jpeg)
(Waktu itu Wulan menganggap tak apa bercafe ria. Namun ia mengatakan jangan "bandel" lagi dan ikuti peraturan pemerintan yang ingin menjaga kesehatan kita semua. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Diawali dengan gejala batuk kering dan tenggorokan terasa gatal, ia masih pergi ke kantor. Di hari berikutnya ia sudah merasa sesak napas.
Dilalah, karena ia juga punya asma, si penyakit ini yang ia jadikan alasan. "Aku mikirnya, mungkin karena asma aku kambuh dan mungkin karena kelamaan berada di ruangan ber-AC. Ya udah deh, aku semprot inhaler aja. Getting better dan masih melakukan Zoom meeting," kenang Wulan.
Tapi sekitar jam delapan malamnya dadanya semakin sesak, dan ia mulai curiga apakah ini yang dinamakan 'virus korona' atau covid-19.
"Jangan-jangan aku korona lagi nih, gara-gara aku bandel masih suka keluar-keluar gitu," tawanya saat diwawancarai Medcom.id.
Dua jam kemudian, badannya mulai terasa demam ringan hingga dengan keluhan sesak napas. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit terdekat.
.jpeg)
(Tersadar Wulan saat ini tak mau "adu nyali" dengan kondisi. Ia pun manut mengisolasi diri hingga kondisinya sembuh total. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Pertanyaan terakhir baru membuatnya tersadar karena misteri sesak yang tak bisa terobati itu seperti mendapatkan clue, "di mana alamat rumah kamu? oh, iya, Cilandak," ia bilang. "Red zone" Jakarta dari covid-19. Salah satu yang angka suspectnya menurut Wulan cukup banyak.
Tersadar, setelahnya ia langsung dites di sebuah bilik khusus untuk tes covid-19. Pemandangan dokter dan perawat yang lengkap dengan APD membuat perempuan berkulit putih ini merasa tegang.
"Saat itu aku takut banget. Deg-degan. Waduh aku covid-19 nih #&^*% (kata-kata sumpah serapah sesaat)"*tanda ia menyesali. "Padahal aku cuma dua kali doang keluar kosan saat sedang WFH," sesalnya. Rasanya kata Wulan, langsung menyesali perbuatannya yang hanya sesaat tempo hari itu.
Memasuki ruangan yang steril, pemeriksaan tensi darah, detak jantung, suhu tubuh diperiksa ulang. "Pertanyaannya mirip dengan di meja registrasi. Tapi bagian ini lebih detail lagi," papar Wulan.
Keluhan utama Wulan masih di antara batuk kering, tenggorokan gatal, serta ada rasa demam yang sedikit mengganggu. Tapi tetap ia bersikeras, rasa sesak mungkin karena asma atau terlalu lama berada di ruangan AC.
Yakin ia telah menjawab jujur, akhirnya dokter menawarkan cek rapid-test. Timbul lagi dugaan apakah ia terkena covid-19. "Jawab dokter gejalanya mirip tapi (untuk mendapatkan hasil yang jelas) harus tes," papar Wulan.
.jpeg)
(Wulan melakukan pekerjaannya melalui meeting Zoom bersama atasan dan teman kantornya. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Seingatnya ia lebih banyak asup protein dan serat, yang mana ini bagus dan bagian dari hidup sehat. Tapi, sepertinya ini berbanding terbalik dari proses pengambilan hasil rapid test-nya.
Pengambilan darah untuk pemeriksaan rapid test bagaikan bergulat dalam perang. "Diambil di lengan kiri darah aku enggak keluar. 15 menit kemudian ganti posisi. Dipijat tapi hasilnya enggak bisa keluar juga darahnya. Pindah titik masih di lengan yang sama, tapi darahnya enggak keluar juga," papar Wulan.
Setelah itu berjalan 15 menit minum dua gelas air putih dan kembali dicoba pindah ke lengan berikutnya. Sama hasilnya. "Padahal sudah minum satu botol air mineral sampai habis, keluar cuma lima tetes, sangat jauh dari batas ambil darah," ungkapnya.
Perjuangan Wulan, kembali lagi 15 menit kembali masuk ke ruangan pengambilan darah, minum dua botol, masuk lagi jarum nihil. "Darahnya kental hitam," kenang Wulan.
Timbul pertanyaan lagi dari dokter dan perawat. "Kakak (suka) begadang? Aku jawab iya. Kakak ngerokok? Aku jawab iya. Minun alkohol? Iya. Mereka menghela napas," kata Wulan. Seakan menjadi jawaban dari sulitnya pemeriksaan tes tersebut dilakukan.
Mungkin ini bagian dari punishment atau bukan, namun pemeriksaan harus bisa dilakukan. Sebanyak dua liter air ia harus habiskan. "Perut aku super kembung. Dan bukan pakai jarum suntik lagi. Tapi pakai spuit untuk menyedot darah. Karena enggak bisa pakai jarum selang, keburu keras darahnya," papar perempuan berzodiak Capricorn ini. Akhirnya darah pun keluar untuk pemeriksaan rapid test.
.jpeg)
("Akan ada waktunya kita akan bisa berjalan-jalan lagi dalam situasi yang sudah normal," papar Wulan mengajak semua bersabar dalam pandemi covid-19. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Mungkin saja ini bacterial infection yang menimpanya terang dokter. Mungkin bisa jadi dari udara. Dan kata Wulan kondisi seperti ini bisa rentan (terkena covid-19) jika ia masih "bandel" keluar rumah. Jadi ODP walau negatif, tetap self-quarantine 14 hari agar sembuh bisa maksimal. Ia bilang, ini diperlukan untuk imun tubuh sambil meminum berbagai obat yang diresepkan.
Selama 14 hari ia lalui isolasi mandiri sambil mengerjakan pekerjaan kantor yang masih ia sanggupi. Dan Wulan berbagi cerita inspiratif.
"Terkadang kita anak mudah menganggap enggak apa-apa keluar, kita kuat. Toh kita juga jaga kebersihan kok, aku ke coffee shop pilih yang kosong yang bahkan di coffee shop itu cuma aku yang duduk sendiri sambil ngerjain tugas kantor dengan laptop," ujar Wulan.
Tapi tersadar kala ia isolasi mandiri, mungkin saja bakteri yang membuatnya susah payah hingga enam jam di rumah sakit kemarin itu bisa jadi "karena bekas orang lain".
"Misalnya, saat aku naik kendaraan online, dia bersih, supir bersih, tapi kan kita enggak tahu yang tadi bekas duduk di sana itu apakah suspect, bisa jadi dari sana. Atau pas duduk di coffee shop tadi di sana bekas orang yang bagaimana," kata Wulan.
"Aku begitu menyepelekannya... Dan aku menyesalinya," papar Wulan. Penyesalan memang datang di belakang. Apalagi sebagai anak kos-kosan, semua serba mandiri. Dan pemikiran tentang apakah orang tua yang tak tinggal bersama ini harus mengetahui atau tidak diberi tahu.
"Aku stres mikirin itu. Aku takutnya orang tua aku malah datang ke Jakarta dan aku khawatir soal imunitas mereka," keluh Wulan.
Saat ini ia mengaku jera. "Walaupun hasilnya negatif tidak membuat aku ingin keluar rumah lagi, enggak. Sampai aku kayak berpikir gue enggak mau keluar rumah sampai tuh vaksin covid-19 ketemu deh," kelakar Wulan.
Ia bersikeras semua pekerjaan untuk dilakukan live meeting saja.
Jadi apa saran Wulan terhadap mereka yang masih bandel (entah mau nongkrong, resah ingin jumpa kawan, atau sekedar kangen ngopi atau makan di tempat favorit), sebaiknya berpikir dua kali.
"Jangan merasa kita muda, kita kuat kita bisa tahan. Enggak, karena semua usia bisa sakit," jelas Wulan. Ia bilang "Fine aku bebas dari korona, belum tentu bebas dari virus atau bakteri lain kan?" Hm, benar juga kan anak muda?
Jadi, jangan adu nyali dengan "si korona". Karena bisa jadi nyawa taruhannya.
.jpeg)
(Ia merasa bersyukur hasil akhir menyatakan negatif covid-19. Tapi ia jera dan meredam adrenalin berjalan-jalan di luar rumah untuk sesuatu yang lebih baik. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
2. Tidak keluar jika tidak untuk membeli bahan sembako yang sangat penting
3. Membawa tisu kering, basah antiseptik, hand sanitizer
4. Memakai masker kain, cuci selesai pakai
5. Jangan bosan cuci tangan setelah melakukan apa pun karena ungkap Wulan kita sering tak sadar memegang muka
6. Tidur yang cukup, artinya tidak begadang
7. Minum air putih yang banyak lebih dari dua liter dalam satu hari
8. Berjemur pagi
9. Mengonsumsi makanan yang sehat
10. Jika bosan di dalam rumah, cari aktivitas lain, baca buku, menonton serial atau drama, atau menonton Netflix dan lainnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Kesibukan pekerjaan mewarnai aktivitas sehari-hari. Tapi itu kemarin. Dan hari-hari ini, berbagai pandangan tersebut berubah. Tak terdengar lagi derap langkah-langkah sepatu high heels, bot, atau decit sepatu di lantai lobi, atau menunggu lift yang sampai antre.
Virus korona sedang "menguasai" kita. Tapi perubahan memang butuh waktu. Dan anak muda terkadang menjadi "gerah" dengan aturan yang baru-social distancing atau jaga jarak. Apalagi sulitnya adrenalin bersosialisasi untuk diredam.
Salah satu yang "kena batunya" adalah Wulan Angraeni (26). Gara-gara 'korona' bikin mati gaya anak muda, Wulan nekat tetap bekerja. Walaupun katanya hanya keluar dua kali saja. Tapi, perempuan cantik yang bekerja sebagai Media Strategic Planning di PT Vector kini menyesalinya.
.jpeg)
(Waktu itu Wulan menganggap tak apa bercafe ria. Namun ia mengatakan jangan "bandel" lagi dan ikuti peraturan pemerintan yang ingin menjaga kesehatan kita semua. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Kronologi sakit
Virus ini sempat membuatnya 'KO' hingga sempat membuatnya dinyatakan sebagai ODP atau Orang Dalam Pemantauan. "Awalnya aku merasa batuk saat itu, batuk kering semingguan. Dan aku saat itu masih merasa enggak takut," papar perempuan berkulit putih ini. Hempas pemikiran soal kena korona ia pun merasa akan baik-baik saja.Diawali dengan gejala batuk kering dan tenggorokan terasa gatal, ia masih pergi ke kantor. Di hari berikutnya ia sudah merasa sesak napas.
Dilalah, karena ia juga punya asma, si penyakit ini yang ia jadikan alasan. "Aku mikirnya, mungkin karena asma aku kambuh dan mungkin karena kelamaan berada di ruangan ber-AC. Ya udah deh, aku semprot inhaler aja. Getting better dan masih melakukan Zoom meeting," kenang Wulan.
Tapi sekitar jam delapan malamnya dadanya semakin sesak, dan ia mulai curiga apakah ini yang dinamakan 'virus korona' atau covid-19.
"Jangan-jangan aku korona lagi nih, gara-gara aku bandel masih suka keluar-keluar gitu," tawanya saat diwawancarai Medcom.id.
Dua jam kemudian, badannya mulai terasa demam ringan hingga dengan keluhan sesak napas. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit terdekat.
.jpeg)
(Tersadar Wulan saat ini tak mau "adu nyali" dengan kondisi. Ia pun manut mengisolasi diri hingga kondisinya sembuh total. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Mulai merasa panik
Awal discreening banyak pertanyaan dilemparkan pihak perawat. Tercatat 36,7 derajat celsius saat itu (Rabu, 8 April lalu) suhu tubuhnya ia ingat. Rentetan pertanyaan diberikan, "apakah 14 hari sebelumnya melakukan perjalanan dari luar kota atau luar negeri?" ia ingat tidak.Pertanyaan terakhir baru membuatnya tersadar karena misteri sesak yang tak bisa terobati itu seperti mendapatkan clue, "di mana alamat rumah kamu? oh, iya, Cilandak," ia bilang. "Red zone" Jakarta dari covid-19. Salah satu yang angka suspectnya menurut Wulan cukup banyak.
Tersadar, setelahnya ia langsung dites di sebuah bilik khusus untuk tes covid-19. Pemandangan dokter dan perawat yang lengkap dengan APD membuat perempuan berkulit putih ini merasa tegang.
"Saat itu aku takut banget. Deg-degan. Waduh aku covid-19 nih #&^*% (kata-kata sumpah serapah sesaat)"*tanda ia menyesali. "Padahal aku cuma dua kali doang keluar kosan saat sedang WFH," sesalnya. Rasanya kata Wulan, langsung menyesali perbuatannya yang hanya sesaat tempo hari itu.
Memasuki ruangan yang steril, pemeriksaan tensi darah, detak jantung, suhu tubuh diperiksa ulang. "Pertanyaannya mirip dengan di meja registrasi. Tapi bagian ini lebih detail lagi," papar Wulan.
Keluhan utama Wulan masih di antara batuk kering, tenggorokan gatal, serta ada rasa demam yang sedikit mengganggu. Tapi tetap ia bersikeras, rasa sesak mungkin karena asma atau terlalu lama berada di ruangan AC.
Yakin ia telah menjawab jujur, akhirnya dokter menawarkan cek rapid-test. Timbul lagi dugaan apakah ia terkena covid-19. "Jawab dokter gejalanya mirip tapi (untuk mendapatkan hasil yang jelas) harus tes," papar Wulan.
.jpeg)
(Wulan melakukan pekerjaannya melalui meeting Zoom bersama atasan dan teman kantornya. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Rapid test yang sangat challenging
Moment of truth, kalau kata anak-anak sekarang. Apakah hasil rapid test-nya negatif ataukah positif? Tawanya sedikit muncul. "Karena gaya hidupnya manusia-manusia seperti aku, anak muda yang kerja dan merasa kita kuat, sehat, ngerasa ya sehat-sehat aja," kenangnya.Seingatnya ia lebih banyak asup protein dan serat, yang mana ini bagus dan bagian dari hidup sehat. Tapi, sepertinya ini berbanding terbalik dari proses pengambilan hasil rapid test-nya.
Pengambilan darah untuk pemeriksaan rapid test bagaikan bergulat dalam perang. "Diambil di lengan kiri darah aku enggak keluar. 15 menit kemudian ganti posisi. Dipijat tapi hasilnya enggak bisa keluar juga darahnya. Pindah titik masih di lengan yang sama, tapi darahnya enggak keluar juga," papar Wulan.
Setelah itu berjalan 15 menit minum dua gelas air putih dan kembali dicoba pindah ke lengan berikutnya. Sama hasilnya. "Padahal sudah minum satu botol air mineral sampai habis, keluar cuma lima tetes, sangat jauh dari batas ambil darah," ungkapnya.
Perjuangan Wulan, kembali lagi 15 menit kembali masuk ke ruangan pengambilan darah, minum dua botol, masuk lagi jarum nihil. "Darahnya kental hitam," kenang Wulan.
Timbul pertanyaan lagi dari dokter dan perawat. "Kakak (suka) begadang? Aku jawab iya. Kakak ngerokok? Aku jawab iya. Minun alkohol? Iya. Mereka menghela napas," kata Wulan. Seakan menjadi jawaban dari sulitnya pemeriksaan tes tersebut dilakukan.
Mungkin ini bagian dari punishment atau bukan, namun pemeriksaan harus bisa dilakukan. Sebanyak dua liter air ia harus habiskan. "Perut aku super kembung. Dan bukan pakai jarum suntik lagi. Tapi pakai spuit untuk menyedot darah. Karena enggak bisa pakai jarum selang, keburu keras darahnya," papar perempuan berzodiak Capricorn ini. Akhirnya darah pun keluar untuk pemeriksaan rapid test.
.jpeg)
("Akan ada waktunya kita akan bisa berjalan-jalan lagi dalam situasi yang sudah normal," papar Wulan mengajak semua bersabar dalam pandemi covid-19. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Jadi ODP
Saat mendapatkan hasil, amplop dibuka pelan-pelan. Belum pernah sepanjang hidupnya ia merasakan senervous ini. Bagai genderang menyerta saat amplop terbuka, "Negatif". Hela napas lega.Mungkin saja ini bacterial infection yang menimpanya terang dokter. Mungkin bisa jadi dari udara. Dan kata Wulan kondisi seperti ini bisa rentan (terkena covid-19) jika ia masih "bandel" keluar rumah. Jadi ODP walau negatif, tetap self-quarantine 14 hari agar sembuh bisa maksimal. Ia bilang, ini diperlukan untuk imun tubuh sambil meminum berbagai obat yang diresepkan.
Selama 14 hari ia lalui isolasi mandiri sambil mengerjakan pekerjaan kantor yang masih ia sanggupi. Dan Wulan berbagi cerita inspiratif.
"Terkadang kita anak mudah menganggap enggak apa-apa keluar, kita kuat. Toh kita juga jaga kebersihan kok, aku ke coffee shop pilih yang kosong yang bahkan di coffee shop itu cuma aku yang duduk sendiri sambil ngerjain tugas kantor dengan laptop," ujar Wulan.
Tapi tersadar kala ia isolasi mandiri, mungkin saja bakteri yang membuatnya susah payah hingga enam jam di rumah sakit kemarin itu bisa jadi "karena bekas orang lain".
"Misalnya, saat aku naik kendaraan online, dia bersih, supir bersih, tapi kan kita enggak tahu yang tadi bekas duduk di sana itu apakah suspect, bisa jadi dari sana. Atau pas duduk di coffee shop tadi di sana bekas orang yang bagaimana," kata Wulan.
"Aku begitu menyepelekannya... Dan aku menyesalinya," papar Wulan. Penyesalan memang datang di belakang. Apalagi sebagai anak kos-kosan, semua serba mandiri. Dan pemikiran tentang apakah orang tua yang tak tinggal bersama ini harus mengetahui atau tidak diberi tahu.
"Aku stres mikirin itu. Aku takutnya orang tua aku malah datang ke Jakarta dan aku khawatir soal imunitas mereka," keluh Wulan.
Saat ini ia mengaku jera. "Walaupun hasilnya negatif tidak membuat aku ingin keluar rumah lagi, enggak. Sampai aku kayak berpikir gue enggak mau keluar rumah sampai tuh vaksin covid-19 ketemu deh," kelakar Wulan.
Ia bersikeras semua pekerjaan untuk dilakukan live meeting saja.
Jadi apa saran Wulan terhadap mereka yang masih bandel (entah mau nongkrong, resah ingin jumpa kawan, atau sekedar kangen ngopi atau makan di tempat favorit), sebaiknya berpikir dua kali.
"Jangan merasa kita muda, kita kuat kita bisa tahan. Enggak, karena semua usia bisa sakit," jelas Wulan. Ia bilang "Fine aku bebas dari korona, belum tentu bebas dari virus atau bakteri lain kan?" Hm, benar juga kan anak muda?
Jadi, jangan adu nyali dengan "si korona". Karena bisa jadi nyawa taruhannya.
.jpeg)
(Ia merasa bersyukur hasil akhir menyatakan negatif covid-19. Tapi ia jera dan meredam adrenalin berjalan-jalan di luar rumah untuk sesuatu yang lebih baik. Foto: Dok. Wulan Angraeni)
Tips dari Wulan agar terhindari dari penyakit:
1. Jaga kebersihan diri2. Tidak keluar jika tidak untuk membeli bahan sembako yang sangat penting
3. Membawa tisu kering, basah antiseptik, hand sanitizer
4. Memakai masker kain, cuci selesai pakai
5. Jangan bosan cuci tangan setelah melakukan apa pun karena ungkap Wulan kita sering tak sadar memegang muka
6. Tidur yang cukup, artinya tidak begadang
7. Minum air putih yang banyak lebih dari dua liter dalam satu hari
8. Berjemur pagi
9. Mengonsumsi makanan yang sehat
10. Jika bosan di dalam rumah, cari aktivitas lain, baca buku, menonton serial atau drama, atau menonton Netflix dan lainnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)