FEATURE
Perjuangan Minanty Mencari Tabung Oksigen untuk Sang Ayah yang Positif Covid-19
Kumara Anggita
Kamis 15 Juli 2021 / 10:14
Jakarta: Pasien covid-19 di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Hal ini membuat banyak dari warga kita berbondong-bondong mencari rumah sakit atau melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing dengan bermodalkan tabung oksigen dan alat saturasi oksigen.
Ironisnya, tabung oksigen ini pun sulit untuk didapatkan. Minanty Rochanta, keluarga pasien Covid-19 mengalami kejadian ini. Dia mengungkapkan bahwa, pengalamannya itu begitu menyulitkan dirinya dan keluarga.
Minanty bercerita kondisi ayahnya yang menderita diabetes dan ginjal, ternyata terindikasi positif covid-19. Kondisi sang ayah kian menderita, karena juga harus merasakan pusing, batuk, pilek, sesak, mual dan terasa begah di perutnya, akibat gejala covid-19.
“Saya langsung homecare PCR. Ayah saya sudah kondisinya diamputasi karena diabetes. Ketika homecare PCR hasilnya H+1 saya cek di tanggal 26 Juni, dan keluar 27 Juni, benar saja dinyatakan positif,” ucap Minanty ketika diwawancarai Newsline Metro TV.
Berita ini membuat Minanty langsung berpikir untuk membawa sang ayah ke rumah sakit. Ia tahu betul bahwa orang dengan komorbid adalah orang yang berisiko tinggi mengalami dampak buruk dari covid-19.
“Karena kondisi komorbid ayah saya sudah diabetes dan ginjal. Saya sempat pikir apakah Isoman atau ke rumah sakit. Ketika positif itu, kondisi ayah saya sedang sesak,” jelasnya.
Namun, Minanty menahan niat tersebut. Sebab waktu itu, ia masih memiliki tabung oksigen yang dipinjamkan oleh kenalannya.
Masalah mulai muncul ketika orang yang meminjamkan tabung oksigen sudah positif covid-19 juga. Tabung tersebut pun diambil kembali oleh kenalannya, dan ayah Minanty harus bernapas tanpa bantuan tabung oksigen.
Kemudian Minanty mencari tabung oksigen lagi dan akhirnya ia mendapatkan tabung dengan ukuran besar yaitu 6 meter kubik. Dari ukurannya, Minanty sempat merasa aman karena ia berpikir bahwa tabung itu cukup untuk memberikan pertolongan untuk ayahnya. Namun sayangnya tidak demikian, ia butuh oksigen tambahan untuk sang ayah.
Minanty pergi ke seluruh tempat yang bisa ia cari. Mirisnya, tidak ada isi ulang oksigen yang dibutuhkan.
“Di mana-mana ditolak. Mulai Jakarta Timur, Bekasi, Jakarta Pusat, Sampai Jakarta Barat itu ditolak semua. Karena mereka bilang permintaan sedang tinggi, dan mereka hanya menerima tabung oksigen yang kecil ukuran 1 meter kubik. Sempat kewalahan karena kondisi ayah waktu itu sedang sesak,” jelasnya.
Tapi untungnya, Minanty tetap mendapat pertolongan. Teman-temannya datang menolong dan akhirnya ia mendapatkan tabung oksigen 1 meter kubik 2 buah. Tentunya dua buah tabung ini hanya membantu untuk sementara waktu karena kondisi ayahnya membutuhkan oksigen tambahan 24 jam penuh.
“Dan menurut puskesmas, ayah saya harus pakai oksigen terus. Ayah saya saturasi oksigennya juga rendah,” ungkap Minanty.

Minanty Rochanta (Foto: Newsline Metro TV)
Melanjutkan pencarian tabung, Minanty di tengah keputusasaan. Ia berjalan ke Pasar Pramuka dan seseorang datang padanya memberikan sebuah harapan.
“Ada satu orang tiba-tiba datang dan menawarkan tabung oksigen, diberi nomornya namun dia bilang tidak ada regulator. Dan, ternyata saya menemukan tabung oksigen tanpa regulator,” jelas Minanty.
“Sampai sekarang yang regulator itu susah dicari. Sekalinya ada, harganya mahal sekali. Bila normalnya 230-300 ribu rupiah, sekarang dijual dengan harga 1 juta ke atas hingga 2 juta,” terangnya.
Tidak hanya tabung oksigen yang membuat keluarga Minanty kesulitan, namun juga rumah sakit. Dalam proses perawatan ayahnya, ia mengatakan bahwa ada momen ketika ayahnya dalam keadaan buruk sekali sehingga membuatnya segera membawa sang ayah ke rumah sakit.
“Ada momen di mana ayah saya sesak, lemas, bergerak saja ke kiri kanan dan kanan saja susah. Kita sudah berpikir ke UGD. Karena kita memang dapat alternatif diinformasikan oleh Kepala Perawat RS Polri. Jika masih kuat bisa konsultasi ke dokter paru diberikan obat. Obatnya pun habis dalam waktu sehari. Dan kita konsultasi ke dokter puskesmas, mereka sarankan ke UGD,” jelas Minanty.
Tidak ada rumah sakit yang bisa menerima pasien covid-19 lagi waktu itu. Karena itu, ayahnya tidak bisa dirawat.
"Ketika kondisi ayah sesak sekali dan lemah saya bawa ke UGD, namun hasilnya saya bawa ke UGD RS Polri ditolak dengan alasan ‘bisa dilihat sendiri dua ruangan khusus covid sudah penuh, kita sudah tidak ada oksigen lagi’ Saya coba ke RS Duren Sawit, saya kaget dengan kondisi yang sudah ada tenda di depan UGD,” jelasnya.
Melihat pasien dalam keadaan parah berada di tenda UGD, Miannty merasa sesak karena mentalnya jatuh. Ayahnya pun meminta agar dirawat di rumah saja.
“Melihat kondisi itu, ayah saya meminta untuk dirawat di rumah saja. Kita memikirkan sisi mental biar tidak drop,” katanya.
Minanty dan keluarga mau tak mau harus merawat ayahnya di rumah dengan semangat dan harapan yang besar.
“Yang penting adalah positive thinking, mau makan, yang bahagia, itu sangat-sangat membantu. Kalau merawat di rumah, konsultasikan pada dokter, saya selalu pantau saturasi oksigen, tensi saya cek, pernapasan selama satu menit juga dicek. Itu yang paling diperhatikan,” jelasnya.
Saat ini ayahnya sudah tidak terinfeksi dari covid-19 lagi. Ia ke rumah sakit untuk mengambil hasil darah, rontgen, dan PCR dan hasilnya negatif.
“Saya ingin kasih semangat buat keluarga yang ada pasien covid-19, untuk tetap semangat karena semangat penting. Karena bisa dibilang pasien covid ini mentalnya sangat diserang. Kalau tidak ada dukungan dari keluarga, pasien itu akan tetap drop,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Ironisnya, tabung oksigen ini pun sulit untuk didapatkan. Minanty Rochanta, keluarga pasien Covid-19 mengalami kejadian ini. Dia mengungkapkan bahwa, pengalamannya itu begitu menyulitkan dirinya dan keluarga.
Minanty bercerita kondisi ayahnya yang menderita diabetes dan ginjal, ternyata terindikasi positif covid-19. Kondisi sang ayah kian menderita, karena juga harus merasakan pusing, batuk, pilek, sesak, mual dan terasa begah di perutnya, akibat gejala covid-19.
“Saya langsung homecare PCR. Ayah saya sudah kondisinya diamputasi karena diabetes. Ketika homecare PCR hasilnya H+1 saya cek di tanggal 26 Juni, dan keluar 27 Juni, benar saja dinyatakan positif,” ucap Minanty ketika diwawancarai Newsline Metro TV.
Berita ini membuat Minanty langsung berpikir untuk membawa sang ayah ke rumah sakit. Ia tahu betul bahwa orang dengan komorbid adalah orang yang berisiko tinggi mengalami dampak buruk dari covid-19.
Penyakit komorbid
“Karena kondisi komorbid ayah saya sudah diabetes dan ginjal. Saya sempat pikir apakah Isoman atau ke rumah sakit. Ketika positif itu, kondisi ayah saya sedang sesak,” jelasnya.
Namun, Minanty menahan niat tersebut. Sebab waktu itu, ia masih memiliki tabung oksigen yang dipinjamkan oleh kenalannya.
Masalah mulai muncul ketika orang yang meminjamkan tabung oksigen sudah positif covid-19 juga. Tabung tersebut pun diambil kembali oleh kenalannya, dan ayah Minanty harus bernapas tanpa bantuan tabung oksigen.
Kemudian Minanty mencari tabung oksigen lagi dan akhirnya ia mendapatkan tabung dengan ukuran besar yaitu 6 meter kubik. Dari ukurannya, Minanty sempat merasa aman karena ia berpikir bahwa tabung itu cukup untuk memberikan pertolongan untuk ayahnya. Namun sayangnya tidak demikian, ia butuh oksigen tambahan untuk sang ayah.
Minanty pergi ke seluruh tempat yang bisa ia cari. Mirisnya, tidak ada isi ulang oksigen yang dibutuhkan.
“Di mana-mana ditolak. Mulai Jakarta Timur, Bekasi, Jakarta Pusat, Sampai Jakarta Barat itu ditolak semua. Karena mereka bilang permintaan sedang tinggi, dan mereka hanya menerima tabung oksigen yang kecil ukuran 1 meter kubik. Sempat kewalahan karena kondisi ayah waktu itu sedang sesak,” jelasnya.
Langkanya tabung oksigen mengakibatkan harga meroket
Tapi untungnya, Minanty tetap mendapat pertolongan. Teman-temannya datang menolong dan akhirnya ia mendapatkan tabung oksigen 1 meter kubik 2 buah. Tentunya dua buah tabung ini hanya membantu untuk sementara waktu karena kondisi ayahnya membutuhkan oksigen tambahan 24 jam penuh.
“Dan menurut puskesmas, ayah saya harus pakai oksigen terus. Ayah saya saturasi oksigennya juga rendah,” ungkap Minanty.

Minanty Rochanta (Foto: Newsline Metro TV)
Melanjutkan pencarian tabung, Minanty di tengah keputusasaan. Ia berjalan ke Pasar Pramuka dan seseorang datang padanya memberikan sebuah harapan.
“Ada satu orang tiba-tiba datang dan menawarkan tabung oksigen, diberi nomornya namun dia bilang tidak ada regulator. Dan, ternyata saya menemukan tabung oksigen tanpa regulator,” jelas Minanty.
“Sampai sekarang yang regulator itu susah dicari. Sekalinya ada, harganya mahal sekali. Bila normalnya 230-300 ribu rupiah, sekarang dijual dengan harga 1 juta ke atas hingga 2 juta,” terangnya.
Sulitnya mencari rumah sakit
Tidak hanya tabung oksigen yang membuat keluarga Minanty kesulitan, namun juga rumah sakit. Dalam proses perawatan ayahnya, ia mengatakan bahwa ada momen ketika ayahnya dalam keadaan buruk sekali sehingga membuatnya segera membawa sang ayah ke rumah sakit.
“Ada momen di mana ayah saya sesak, lemas, bergerak saja ke kiri kanan dan kanan saja susah. Kita sudah berpikir ke UGD. Karena kita memang dapat alternatif diinformasikan oleh Kepala Perawat RS Polri. Jika masih kuat bisa konsultasi ke dokter paru diberikan obat. Obatnya pun habis dalam waktu sehari. Dan kita konsultasi ke dokter puskesmas, mereka sarankan ke UGD,” jelas Minanty.
Tidak ada rumah sakit yang bisa menerima pasien covid-19 lagi waktu itu. Karena itu, ayahnya tidak bisa dirawat.
"Ketika kondisi ayah sesak sekali dan lemah saya bawa ke UGD, namun hasilnya saya bawa ke UGD RS Polri ditolak dengan alasan ‘bisa dilihat sendiri dua ruangan khusus covid sudah penuh, kita sudah tidak ada oksigen lagi’ Saya coba ke RS Duren Sawit, saya kaget dengan kondisi yang sudah ada tenda di depan UGD,” jelasnya.
Melihat pasien dalam keadaan parah berada di tenda UGD, Miannty merasa sesak karena mentalnya jatuh. Ayahnya pun meminta agar dirawat di rumah saja.
“Melihat kondisi itu, ayah saya meminta untuk dirawat di rumah saja. Kita memikirkan sisi mental biar tidak drop,” katanya.
Minanty dan keluarga mau tak mau harus merawat ayahnya di rumah dengan semangat dan harapan yang besar.
“Yang penting adalah positive thinking, mau makan, yang bahagia, itu sangat-sangat membantu. Kalau merawat di rumah, konsultasikan pada dokter, saya selalu pantau saturasi oksigen, tensi saya cek, pernapasan selama satu menit juga dicek. Itu yang paling diperhatikan,” jelasnya.
Saat ini ayahnya sudah tidak terinfeksi dari covid-19 lagi. Ia ke rumah sakit untuk mengambil hasil darah, rontgen, dan PCR dan hasilnya negatif.
“Saya ingin kasih semangat buat keluarga yang ada pasien covid-19, untuk tetap semangat karena semangat penting. Karena bisa dibilang pasien covid ini mentalnya sangat diserang. Kalau tidak ada dukungan dari keluarga, pasien itu akan tetap drop,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)