FAMILY
UU TPKS Jadi Tonggak Sejarah Perlindungan Perempuan dan Anak
Yatin Suleha
Senin 15 September 2025 / 15:02
Jakarta: Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, mengatakan lahirnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi tonggak sejarah bangsa dalam perlindungan terhadap perempuan dan anak Indonesia.
"TPKS adalah undang-undang pertama yang berpihak pada korban. Ini milestone (tonggak sejarah) bagi sebuah peradaban yang menghargai perempuan dan melindungi anak-anak kita ke masa depan," kata Willy.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut UU ITE Tidak Sinkron dengan KUHP
Kekerasan seksual masih menjadi momok menakutkan bagi perempuan dan anak Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada 2024 terdapat 445.506 kasus kekerasan pada perempuan. Dari jumlah itu 26,94% di antaranya adalah kekerasan seksual.
Menurut Willy, kasus kekerasan seksual ibarat gunung es, di mana yang menyeruak hanya sebagian kecil dari begitu banyaknya kasus. UU TPKS membuat para korban lebih berani berbicara dan melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya.

(Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya mengatakan, "UU TPKS adalah capaian yang luar biasa, yang pertama di dunia. UU TPKS tidak mengenal keadilan restoratif." Foto: Ilustrasi/Unsplash.com)
"Tapi dengan adanya UU TPKS, korban yang speak up semakin banyak. Dengan adanya uandang-undang, korban dan saksi korban, itu semakin memiliki keberanian untuk bercerita, melaporkan, karena sudah ada legal standingnya," ujarnya.
Meski tidak secara serta merta menyelesaikan problem kekerasan seksual, menurut Willy, setidaknya hadirnya UU TPKS menjadi harapan ke depan untuk melindungi perempuan dan anak.
Di sisi yang lain, legislator Partai NasDem itu mengatakan masih ada beberapa hambatan kultural dalam implementasi UU TPKS.
"Misalnya, ada anak diperkosa bapaknya, yang nangis-nangis minta itu dicabut (kasus di kepolisian) adalah emaknya. Itu banyak terjadi. Faktor-faktor ini kita bilang, tindakan bejat ini tidak ada ruang dan tempat, ampunan apapun. Ini bejat luar biasa," tegas Ketua Panja RUU TPKS itu.
Baca juga: Komnas Perempuan Minta KPU Antisipasi KPPS Ambruk Akibat Kelelahan
Willy menegaskan bahwa UU TPKS tidak mengakomodasi mekanisme keadilan restiratif (retirative justice). Tidak ada pengampunan bagi pelaku kekerasan seksual.
"UU TPKS adalah capaian yang luar biasa, yang pertama di dunia. UU TPKS tidak mengenal keadilan restoratif," tegas Willy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
"TPKS adalah undang-undang pertama yang berpihak pada korban. Ini milestone (tonggak sejarah) bagi sebuah peradaban yang menghargai perempuan dan melindungi anak-anak kita ke masa depan," kata Willy.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut UU ITE Tidak Sinkron dengan KUHP
Kekerasan seksual masih menjadi momok menakutkan bagi perempuan dan anak Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada 2024 terdapat 445.506 kasus kekerasan pada perempuan. Dari jumlah itu 26,94% di antaranya adalah kekerasan seksual.
Menurut Willy, kasus kekerasan seksual ibarat gunung es, di mana yang menyeruak hanya sebagian kecil dari begitu banyaknya kasus. UU TPKS membuat para korban lebih berani berbicara dan melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya.

(Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya mengatakan, "UU TPKS adalah capaian yang luar biasa, yang pertama di dunia. UU TPKS tidak mengenal keadilan restoratif." Foto: Ilustrasi/Unsplash.com)
"Tapi dengan adanya UU TPKS, korban yang speak up semakin banyak. Dengan adanya uandang-undang, korban dan saksi korban, itu semakin memiliki keberanian untuk bercerita, melaporkan, karena sudah ada legal standingnya," ujarnya.
Meski tidak secara serta merta menyelesaikan problem kekerasan seksual, menurut Willy, setidaknya hadirnya UU TPKS menjadi harapan ke depan untuk melindungi perempuan dan anak.
Di sisi yang lain, legislator Partai NasDem itu mengatakan masih ada beberapa hambatan kultural dalam implementasi UU TPKS.
"Misalnya, ada anak diperkosa bapaknya, yang nangis-nangis minta itu dicabut (kasus di kepolisian) adalah emaknya. Itu banyak terjadi. Faktor-faktor ini kita bilang, tindakan bejat ini tidak ada ruang dan tempat, ampunan apapun. Ini bejat luar biasa," tegas Ketua Panja RUU TPKS itu.
Baca juga: Komnas Perempuan Minta KPU Antisipasi KPPS Ambruk Akibat Kelelahan
Willy menegaskan bahwa UU TPKS tidak mengakomodasi mekanisme keadilan restiratif (retirative justice). Tidak ada pengampunan bagi pelaku kekerasan seksual.
"UU TPKS adalah capaian yang luar biasa, yang pertama di dunia. UU TPKS tidak mengenal keadilan restoratif," tegas Willy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)