FAMILY
5 Cara Menghadapi Anak Remaja yang Emosinya Labil
Kumara Anggita
Senin 30 November 2020 / 15:15
Jakarta: Beberapa orang tua kadang merasa bingung ketika anaknya sudah mulai masuk masa remaja. Sebab pada periode ini, emosi anak jadi tak stabil dan orang tua suka serba salah meresponnya.
Anissa Rizky Andriany M.Psi., Psikolog, selaku Educational Psychologist menjelaskan bahwa, orang tua perlu mengingat periode ini adalah masa mereka sedang mencairkan identitas diri. Untuk itu, jangan tersinggung dan cobalah memahami anak.
“Tidak jarang di usia ini anak-anak terlihat ‘nakal’ dan sulit diatur atau bahkan meledak-meledak usianya,” ujar Annisa dalam Rompi di Aplikasi Orami Parenting.
Menurutnya ada langkah-langkah yang bisa diambil oleh orang tua. Di antarannya sebagai berikut:
Mengenali emosi adalah salah satu hal yang perlu dipahami anak. Dengan seperti itu, anak bisa mengekspresikannya dengan tepat, tidak destruktif.
“Ajarkan kepada anak terkait dengan emosi-emosi dasar serta cara mengekspresikan emosi-emosi tersebut kepada orang lain,” paparnya.
“Ajak anak untuk lebih banyak berinteraksi dengan sebayanya, jika tidak ada mungkin orang tua yang perlu mulai mencoba memposisikan diri sebagai teman mereka. Ketika ini terjadi, coba dengarkan lebih banyak cerita mereka tanpa menghakimi sama sekali,” ungkap Annisa.
Menurut Annisa, wawasan yang luas akan membantu anak untuk masuk pada situasi sosial. Perbanyak informasi yang tepat dan sampaikan pada anak untuk membantunya mendapatkan informasi yang luas.
“Perluas wawasan anak, terkait situasi-situasi sosial yang bisa saja ditemukan saat berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan memperluas wawasan anak, diharapkan mereka akan bisa 'siap' saat berhadapan dengan situasi-situasi yang tidak diinginkannya,” jelasnya.
Annisa mengungkapkan bahwa orang tua perlu ajak anak untuk berdiskusi dua arah guna melatih mereka memandang masalah dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga saat dihadapkan pada kondisi yang baru atau tidak sesuai dengan harapan mereka, anak-anak bisa mencari solusinya, bukan menetap dengan masalahnya.
“Ini juga jadi penting karena anak itu cenderung akan meniru pola komunikasi dan interaksi dari orang tua mereka. Jadi usahakan sebisa mungkin orang tua mengajarkan atau mencontohkan tutur perilaku santun saat bicara, dan juga kebesaran hati untuk menerima setiap masukan dari orang lain,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Anissa Rizky Andriany M.Psi., Psikolog, selaku Educational Psychologist menjelaskan bahwa, orang tua perlu mengingat periode ini adalah masa mereka sedang mencairkan identitas diri. Untuk itu, jangan tersinggung dan cobalah memahami anak.
“Tidak jarang di usia ini anak-anak terlihat ‘nakal’ dan sulit diatur atau bahkan meledak-meledak usianya,” ujar Annisa dalam Rompi di Aplikasi Orami Parenting.
Menurutnya ada langkah-langkah yang bisa diambil oleh orang tua. Di antarannya sebagai berikut:
1. Bantu anak mengenali emosi
Mengenali emosi adalah salah satu hal yang perlu dipahami anak. Dengan seperti itu, anak bisa mengekspresikannya dengan tepat, tidak destruktif.
“Ajarkan kepada anak terkait dengan emosi-emosi dasar serta cara mengekspresikan emosi-emosi tersebut kepada orang lain,” paparnya.
2. Ajak anak berinteraksi
“Ajak anak untuk lebih banyak berinteraksi dengan sebayanya, jika tidak ada mungkin orang tua yang perlu mulai mencoba memposisikan diri sebagai teman mereka. Ketika ini terjadi, coba dengarkan lebih banyak cerita mereka tanpa menghakimi sama sekali,” ungkap Annisa.
3. Kembangkan wawasan anak
Menurut Annisa, wawasan yang luas akan membantu anak untuk masuk pada situasi sosial. Perbanyak informasi yang tepat dan sampaikan pada anak untuk membantunya mendapatkan informasi yang luas.
“Perluas wawasan anak, terkait situasi-situasi sosial yang bisa saja ditemukan saat berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan memperluas wawasan anak, diharapkan mereka akan bisa 'siap' saat berhadapan dengan situasi-situasi yang tidak diinginkannya,” jelasnya.
4. Berdiskusi dua arah
Annisa mengungkapkan bahwa orang tua perlu ajak anak untuk berdiskusi dua arah guna melatih mereka memandang masalah dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga saat dihadapkan pada kondisi yang baru atau tidak sesuai dengan harapan mereka, anak-anak bisa mencari solusinya, bukan menetap dengan masalahnya.
5. Modelling
“Ini juga jadi penting karena anak itu cenderung akan meniru pola komunikasi dan interaksi dari orang tua mereka. Jadi usahakan sebisa mungkin orang tua mengajarkan atau mencontohkan tutur perilaku santun saat bicara, dan juga kebesaran hati untuk menerima setiap masukan dari orang lain,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)