FAMILY
Bantu Anak Atasi FOMO dengan Ketahanan Emosional
Yatin Suleha
Minggu 28 September 2025 / 09:35
Jakarta: FOMO bisa membuat anak merasa cemas dan tidak bahagia karena selalu membandingkan hidupnya dengan orang lain, tetapi orang tua punya kekuatan besar untuk membantu mereka membangun ketahanan emosional.
Dengan langkah-langkah sederhana yang fokus pada komunikasi terbuka dan pemahaman tentang dunia digital, anak bisa belajar menghargai pengalaman pribadinya tanpa merasa tertinggal.
Baca juga: 5 Gangguan Kesehatan Mental yang Kerap Dialami Anak Muda
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi dampak negatif FOMO, tetapi juga memperkuat hubungan keluarga, membuat anak lebih percaya diri dan menikmati momen sehari-hari.
Dikutip dari Parents, berikut adalah lima tips praktis yang bisa diterapkan untuk membangun ketahanan emosional lewat komunikasi terbuka dan pemahaman digital.
.jpg)
(“Mengajarkan mereka untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka lihat di media sosial dapat membantu mereka memahami perbedaan antara kehidupan online dan kenyataan," ucap Dr Wijesekera. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Mulai dengan lingkungan nyaman agar anak berbagi tanpa takut dihakimi. “Kamu dapat melakukannya dengan bersikap terbuka dan tidak menghakimi,” kata Kanchi Wijesekera, PhD, psikolog klinis dan pendiri serta direktur klinis Milika Center for Therapy & Resilience.
Dengarkan aktif saat anak cerita pesta dilewatkan, tanya lembut seperti, "Bagaimana perasaanmu soal teman hari ini?" Ini bikin anak merasa didukung.
Bagikan kisah sendiri soal ketinggalan, seperti lewatkan acara teman dulu, agar anak tahu FOMO biasa dan bisa diatasi.
Misalnya, "Dulu mama sedih tak ikut piknik, tetapi mama belajar menikmati hal kecil." Ini akan membangun empati dan sikap terbuka di diri anak.
Dorong anak sebut perasaan, seperti "Aku sedih tak ikut pesta," biar paham dan kurangi intensitasnya. Pandu dengan tanya "Apa yang bikin sedih hari ini?".
Bantu pahami medsos tunjukkan sisi bagus saja, bukan kenyataan utuh. “Ajak mereka untuk menyadari saat mereka membandingkan diri dengan apa yang mereka lihat dan bagaimana hal itu sering kali tidak mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi,”
Dr Wijesekera merekomendasikan, “Mengajarkan mereka untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka lihat di media sosial dapat membantu mereka memahami perbedaan antara kehidupan online yang dikurasi dan kenyataan.”
Diskusikan foto pesta, "Mungkin momen ini seru, tetapi ada bagian bosan juga." Hal ini akan membantu anak mengatasi rasa irinya dan menjelaskan kenyataan.
Baca juga: Tak Dianjurkan Menikah Dini, Remaja Sebaiknya Kenali 5 Konsep Diri
Bahas foto pesta yang ambil saat puncak fun, tetapi ada capek seperti perjalanan jauh atau ribut teman. Tunjuk video behind-the-scenes influencer buktikan editan. Ini dapat mengurangi FOMO medsos, bangun keterampilan kritis seumur hidup, ragu iklan palsu agar membuat anak bijak digital.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Dengan langkah-langkah sederhana yang fokus pada komunikasi terbuka dan pemahaman tentang dunia digital, anak bisa belajar menghargai pengalaman pribadinya tanpa merasa tertinggal.
Baca juga: 5 Gangguan Kesehatan Mental yang Kerap Dialami Anak Muda
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi dampak negatif FOMO, tetapi juga memperkuat hubungan keluarga, membuat anak lebih percaya diri dan menikmati momen sehari-hari.
Dikutip dari Parents, berikut adalah lima tips praktis yang bisa diterapkan untuk membangun ketahanan emosional lewat komunikasi terbuka dan pemahaman digital.
1. Ciptakan ruang aman bicara soal FOMO
.jpg)
(“Mengajarkan mereka untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka lihat di media sosial dapat membantu mereka memahami perbedaan antara kehidupan online dan kenyataan," ucap Dr Wijesekera. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Mulai dengan lingkungan nyaman agar anak berbagi tanpa takut dihakimi. “Kamu dapat melakukannya dengan bersikap terbuka dan tidak menghakimi,” kata Kanchi Wijesekera, PhD, psikolog klinis dan pendiri serta direktur klinis Milika Center for Therapy & Resilience.
Dengarkan aktif saat anak cerita pesta dilewatkan, tanya lembut seperti, "Bagaimana perasaanmu soal teman hari ini?" Ini bikin anak merasa didukung.
2. Ceritakan pengalaman pribadi untuk normalisasi
Bagikan kisah sendiri soal ketinggalan, seperti lewatkan acara teman dulu, agar anak tahu FOMO biasa dan bisa diatasi.
Misalnya, "Dulu mama sedih tak ikut piknik, tetapi mama belajar menikmati hal kecil." Ini akan membangun empati dan sikap terbuka di diri anak.
3. Ajak ungkap emosi pakai kata-kata
Dorong anak sebut perasaan, seperti "Aku sedih tak ikut pesta," biar paham dan kurangi intensitasnya. Pandu dengan tanya "Apa yang bikin sedih hari ini?".
4. Ajarkan literasi media untuk pikir kritis
Bantu pahami medsos tunjukkan sisi bagus saja, bukan kenyataan utuh. “Ajak mereka untuk menyadari saat mereka membandingkan diri dengan apa yang mereka lihat dan bagaimana hal itu sering kali tidak mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi,”
Dr Wijesekera merekomendasikan, “Mengajarkan mereka untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka lihat di media sosial dapat membantu mereka memahami perbedaan antara kehidupan online yang dikurasi dan kenyataan.”
Diskusikan foto pesta, "Mungkin momen ini seru, tetapi ada bagian bosan juga." Hal ini akan membantu anak mengatasi rasa irinya dan menjelaskan kenyataan.
Baca juga: Tak Dianjurkan Menikah Dini, Remaja Sebaiknya Kenali 5 Konsep Diri
5. Pakai contoh harian jelaskan literasi media
Bahas foto pesta yang ambil saat puncak fun, tetapi ada capek seperti perjalanan jauh atau ribut teman. Tunjuk video behind-the-scenes influencer buktikan editan. Ini dapat mengurangi FOMO medsos, bangun keterampilan kritis seumur hidup, ragu iklan palsu agar membuat anak bijak digital.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)