FAMILY

Dokter Sebut Anak Rentan Alami Adiksi jika Bermain Gadget Berlebihan

Medcom
Minggu 23 Juli 2023 / 08:05
Jakarta: Dunia kian berkembang pesat dengan kehadiran internet. Internet memang memudahkan banyak hal, baik aspek pekerjaan, pendidikan, hingga hiburan. Namun, apa dampaknya jika terlalu berlebihan, khususnya pada anak?

Menurut dr. Anggia Hapsari, Sp. K. J, Subsp. A. R. (K), selaku Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Subspesialis Anak dan Remaja, kecanduan gadget dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental. Tentunya hal ini dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

"Dampaknya terhadap anak itu bisa depresi, anxiety (gelisah dan takut), tapi ada juga dampak yang lebih berat," kata dr. Anggi dalam temu media secara virtual, Jumat lalu.

Selain itu, anak juga rentan mengalami adiksi perilaku bila menggunakan internet berlebihan yakni lebih dari empat jam sehari. Sebenarnya, ada peraturan-peraturan di mana paparan internet harus dibatasi sesuai umur mereka.
 

Adapun batasan paparan internet yang dianjurkan, antara lain:

 
  • - Umur 0-18 bulan, tidak boleh menggunakan gadget
  • - Umur 18-24 bulan, paparan minim sekali, dianjurkan tidak menggunakan. Jika menggunakan, harus di bawah satu jam per hari


(Dr. Anggia Hapsari, Sp. K. J, Subsp. A. R. (K), selaku Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Subspesialis Anak dan Remaja. Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
 
  • - Umur 2-6 tahun, paparan maksimal satu jam per hari dengan dibagi dua, 30 menit setiap bagiannya
  • - Umur 7-13 tahun, paparan maksimal di angka 3-4 jam saja
  • - Umur 13-15 tahun, paparan gadget lebih diperhatikan dengan memberikan pemahaman positif dan negatif internet


Menurutnya, anak di bawah umur yang mengakses internet berlebihan rentan terkena gangguan pengendalian impuls berupa gerakan psikomotor atau vokal yang tak disadari. Hal ini akan membuat anak-anak terlihat berbeda dari anak-anak seusianya.

"Anak sulit mengendalikan dorongan dalam diri mereka untuk misalnya setop main game," kata dr. Anggi.

Masalah lain yang muncul adalah gangguan subtipe obsesif kompulsif. Dokter memberi permisalan, anak-anak yang terbiasa bermain game online, kemudian karena suatu sebab tak bisa memainkannya, akan terus menerus memikirkan hal ini.

Karena merasa tidak bisa memainkannya, entah karena paksaan atau lainnya, Si Kecil bisa menyikapi dengan perilaku-perilaku tertentu untuk meniadakan pikiran tersebut. Selain itu, kemudahan akses internet bagi si kecil rentan terkena eksploitasi dan kekerasan secara daring.

Luasnya efek media sosial, orang tua cenderung tak sadar hadirnya bentuk eksploitasi secara daring. Interaksi terkait kekerasan seksual berupa sexting atau praktik mengirim pesan, foto atau video yang eksplisit secara seksual melalui pesan teks, serta live video adalah eksploitasi yang dilakukan.

Efeknya ia akan merasa malu dan menimbulkan adanya kecemasan dan gangguan psikologis lainnya. Selain itu, anak akan merasa tertuduh oleh orang tua mereka sendiri, hingga bisa merasa dikhianati oleh orang terdekat.

"Dampaknya terhadap anak kalau mengalami kekerasan secara online bisa mereka menjadi malu terhadap apa yang mereka alami," pungkasnya.



Aulia Putriningtias 


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)

MOST SEARCH