FAMILY
Moms, Terapkan Yuk! Begini Penanganan Tantrum pada Anak
Aulia Putriningtias
Jumat 26 April 2024 / 15:07
Jakarta: Sudah begitu biasa kita melihat anak mengalami tantrum. Namun, Moms perlu menerapkan penanganan tantrum yang baik, lho, untuk Si Kecil dan juga Moms.
Tantrum sendiri merupakan ledakan emosi yang sering ditunjukkan oleh anak. Ledakan ini biasanya dilakukan karena dipicu oleh amarah, frustrasi, atau kondisi di mana anak tidak dapat menerima sesuatu. Kondisi ini dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh, dan kondisi kesehatan anak baik.
Tantrum sendiri akan membuat anak sulit untuk fokus. Menurut Anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K), dengan terjadinya hal ini, dapat menyebabkan suatu kerusakan disfungsi otak eksekutifnya di bagian pre frontal cortex.
Baca juga: Bahasa Kasih Sayang kepada Anak Ibarat 'Baterai' yang Harus Diisi
"Anak tidak bisa meregulasi perasaan frustrasi yang dialami. Periode ini merupakan suatu hal yang ekstrem baginya, sangat tidak menyenangkan bagi anak, tantrum bisa terjadi di mana pun," jelasnya.
Tantrum biasanya dialami anak pada usia 18 bulan hingga 4 tahun. Ketika anak berusia 2 tahun, persentase tantrum sampai 20 persen dan angka tersebut terus turun seiring usia anak bertambah.
Menurut dr. Trisna, tantrum sendiri sebenarnya normal terjadi pada anak-anak. Namun, ini akan menjadi abnormal jika anak melakukannya berlebihan. Ada kondisi di mana anak perlu diantar ke fasilitas pelayanan kesehatan terkait tantrum.
Ia menambahkan bahwa tantrum yang normal tentu waktunya tidak selama tantrum abnormal. Kemudian tantrumnya tidak sehebat yang abnormal. Kedua ciri tersebut yang membedakan mana tantrum normal dan abnormal.
Penanganan tantrum abnormal berbeda dengan tantrum normal. Jika tantrumnya normal, maka penanganannya lebih mudah. Namun jika abnormal, maka perlu ada penanganan serius.
"Artinya jangan mudah tergoyah ‘ya udah kasih aja’ nah di dalam pikiran anak dia akan ingat ‘oh saya kalau mau dapat makanan itu saya harus guling-guling dulu’ nah itu yang harus diperhatikan," jelas dr. Trisna.
Adapun cara untuk melakukan penanganan tantrum normal, yakni:
- Tetap tenang, jangan ikut berteriak, nada suara pun harus tenang.
- Abaikan perilaku tantrum anak tapi jangan abaikan anaknya.
- Alihkan perhatian anak, orangtua atau pengasuh sementara boleh meninggalkan anak sambil menunggu tantrum anak berhenti.
- Berikan dia waktu untuk mengeluarkan energinya dengan tantrum. Pastikan, anak tetap aman selama ditinggalkan.
- Jangan menyerah pada permintaan anak.
Sementara itu, penanganan tantrum abnormal ini dibutuhkan terapis. Orang tua pun dapat membawa anak mereka ke klinik tumbuh kembang, ketika melihat gejala tantrum abnormal.
Cara untuk melihat gejala tantrum abnormal pun cukup mudah. Jika anak tantrum lebih dari 15 menit dan terjadi sekitar lima kali dalam sehari, disarankan memeriksakan anak ke fasiitas pelayanan kesehatan. Terutama, ketika anak mulai menyakiti diri sendiri.
Pun, tantrum anak disabilitas juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Penanganan tantrum pada anak disabilitas menjadi hal penting lantaran tantrum berlebih bisa membahayakan diri anak.
"Ya tantrum yang berlebih itu berbahaya, dia bisa membahayakan dirinya, melukai dirinya, bahkan melukai orang lain," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Tantrum sendiri merupakan ledakan emosi yang sering ditunjukkan oleh anak. Ledakan ini biasanya dilakukan karena dipicu oleh amarah, frustrasi, atau kondisi di mana anak tidak dapat menerima sesuatu. Kondisi ini dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh, dan kondisi kesehatan anak baik.
Tantrum sendiri akan membuat anak sulit untuk fokus. Menurut Anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K), dengan terjadinya hal ini, dapat menyebabkan suatu kerusakan disfungsi otak eksekutifnya di bagian pre frontal cortex.
Baca juga: Bahasa Kasih Sayang kepada Anak Ibarat 'Baterai' yang Harus Diisi
"Anak tidak bisa meregulasi perasaan frustrasi yang dialami. Periode ini merupakan suatu hal yang ekstrem baginya, sangat tidak menyenangkan bagi anak, tantrum bisa terjadi di mana pun," jelasnya.
Tantrum biasanya dialami anak pada usia 18 bulan hingga 4 tahun. Ketika anak berusia 2 tahun, persentase tantrum sampai 20 persen dan angka tersebut terus turun seiring usia anak bertambah.
Apakah normal anak mengalami tantrum?
Menurut dr. Trisna, tantrum sendiri sebenarnya normal terjadi pada anak-anak. Namun, ini akan menjadi abnormal jika anak melakukannya berlebihan. Ada kondisi di mana anak perlu diantar ke fasilitas pelayanan kesehatan terkait tantrum.
Ia menambahkan bahwa tantrum yang normal tentu waktunya tidak selama tantrum abnormal. Kemudian tantrumnya tidak sehebat yang abnormal. Kedua ciri tersebut yang membedakan mana tantrum normal dan abnormal.
Bagaimana cara penanganan tantrum normal dan abnormal?
Penanganan tantrum abnormal berbeda dengan tantrum normal. Jika tantrumnya normal, maka penanganannya lebih mudah. Namun jika abnormal, maka perlu ada penanganan serius.
"Artinya jangan mudah tergoyah ‘ya udah kasih aja’ nah di dalam pikiran anak dia akan ingat ‘oh saya kalau mau dapat makanan itu saya harus guling-guling dulu’ nah itu yang harus diperhatikan," jelas dr. Trisna.
Adapun cara untuk melakukan penanganan tantrum normal, yakni:
- Tetap tenang, jangan ikut berteriak, nada suara pun harus tenang.
- Abaikan perilaku tantrum anak tapi jangan abaikan anaknya.
- Alihkan perhatian anak, orangtua atau pengasuh sementara boleh meninggalkan anak sambil menunggu tantrum anak berhenti.
- Berikan dia waktu untuk mengeluarkan energinya dengan tantrum. Pastikan, anak tetap aman selama ditinggalkan.
- Jangan menyerah pada permintaan anak.
Sementara itu, penanganan tantrum abnormal ini dibutuhkan terapis. Orang tua pun dapat membawa anak mereka ke klinik tumbuh kembang, ketika melihat gejala tantrum abnormal.
Cara untuk melihat gejala tantrum abnormal pun cukup mudah. Jika anak tantrum lebih dari 15 menit dan terjadi sekitar lima kali dalam sehari, disarankan memeriksakan anak ke fasiitas pelayanan kesehatan. Terutama, ketika anak mulai menyakiti diri sendiri.
Pun, tantrum anak disabilitas juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Penanganan tantrum pada anak disabilitas menjadi hal penting lantaran tantrum berlebih bisa membahayakan diri anak.
"Ya tantrum yang berlebih itu berbahaya, dia bisa membahayakan dirinya, melukai dirinya, bahkan melukai orang lain," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)