FITNESS & HEALTH

Jangan Tunggu Tua! Kepadatan Tulang Harus Dijaga Sejak Masa Pertumbuhan

A. Firdaus
Rabu 22 Oktober 2025 / 12:08
Jakarta: Mencegah osteoporosis atau tulang rapuh penting dilakukan sejak dini. Menurut Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dr. Frida Soesanti, SpA, Subs Endo(K), PhD, ada beberapa faktor yang berperan dalam membantu kepadatan tulang pada anak dan remaja guna mencegah osteoporosis atau tulang rapuh.

“Anak dan remaja itu bisa tumbuh tulang padatnya optimal karena ini merupakan tabungan untuk mencegah terjadinya osteoporosis, patah tulang baik pada masa anak, remaja, maupun di masa tua nanti,” kata dr. Frida melansir Antara.

Dokter yang tergabung dalam anggota Unit kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu menjelaskan, di dalam tulang terdapat lempeng pertumbuhan atau growth plate. Dalam hal ini, anak akan masih bisa tumbuh berapapun usianya jika lempeng pertumbuhan tersebut masih terbuka.
 
“Jadi, kalau dia 12 tahun semuanya udah nutup, dia akan nutup, enggak bisa nambah tinggi lagi,” tutur dr. Frida.
 

Dua proses perkembangan tulang pada anak


Lebih lanjut, dr. Frida menjelaskan tulang pada anak itu akan akan mengalami dua proses yaitu modeling dan remodeling. Pada proses modeling tulang pada anak itu akan akan mengalami masa pertumbuhan yaitu bertambah panjang dan tebal.

Sementara itu, proses remodeling merupakan pergantian jaringan tulang lama dengan yang baru, di mana proses ini juga dialami orang tua.

Kepala Divisi Endrokrinologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta itu menggambarkan tulang terbentuk dari dua bagian yaitu mineral terdiri ada kalsium, fosfat dan bagian kolagen terdiri dari protein kolagen jaringan ikat yang akan mengikat dari kalsium.

“Kalau kita umpamakan adalah tulang rangka kita ini kayak rumah, bagian mineralnya itu batu batanya, bagian kolagen itu semennya. Jadi, bayangkan kalau rumah kita cuma batu batanya ditumpuk aja kena angin roboh, supaya kuat maka batu batanya perlu direkatkan satu sama lain dengan menggunakan kolagen. Begitu juga dengan tulang kita,“ imbuh dr. Frida.

Ia menambahkan tulang tidak hanya tumbuh panjang dan tebel, namun juga tumbuh dalam densitas atau kepadatannya. Pada masa remaja, terjadi kenaikan densitas tulang paling tinggi.


Puncak kepadatan tulang


Sementara itu, puncak kepadatan tulang terjadi sekitar usia 20–30 tahun, kemudian setelahnya kepadatan tulang akan menurun secara alami.

Terdapat faktor yang berperan memengaruhi kepadatan tulang, seperti faktor genetik yang tidak bisa dimodifikasi. Namun, masih ada faktor yang bisa dimodifikasi, perbaiki, dan optimalkan, seperti memastikan anak mengalami pubertas yang normal.

“Pengaruh dari hormon jadi peningkatan kepadatan tulang yang paling tinggi itu saat remaja, hormon estrogen pada anak perempuan dan hormon testosteron pada anak laki-laki. Kedua, hormon ini merupakan antiosteoporotik yang paling kuat,” tutur dr. Frida.

Tak hanya faktor hormon, aktivitas fisik seperti olahraga juga menjadi faktor yang diperlukan sebagai tekanan mekanik (mechanical force) akan membantu untuk meningkatkan kekuatan tulang.

Menurut dr. Frida, pada anak-anak maupun remaja olahraga yang dianjurkan adalah yang bisa memberikan beban yang berulang repetitif terhadap tulang dan otot. Misalnya, olahraga lari terdapat beban dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Selain itu, faktor yang berperan terhadap kepadatan tulang adalah nutrisi, di mana ada yang makronutrien dan mikronutrien. Dalam hal ini yang banyak berperan seperti vitamin D, kalsium, mineral hingga fosfat.

“Anaknya enggak boleh gemuk banget, enggak boleh kurus banget. Kalau dari makronutrien itu contohnya karbohidrat, protein. Kalau yang penting sekali untuk tulang vitamin D harus optimal, kemudian kalsiumnya dan mineral yang penting, magnesium, zinc penting,” jelas Frida.


Osteoporosis pada anak


Kemudian dr. Frida menambahkan osteoporosis pada anak pada anak terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Pada osteoporosis primer karena ada kelainan bawaan yang disebabkan kelainan genetik, paling sering namanya dikenal osteogenesis imperfecta (OI).

Sedangkan osteoporosis sekunder pada anak bisa disebabkan oleh penyakit tertentu Misalnya, terjadi pada anak penderita leukemia, rheumatoid arthritis, ginjal, dan dengan kelainan endokrin seperti terlambat pubertas.

Menurut dr. Frida, tanda-tanda yang perlu dicurigai bahwa anak itu mengalami OI, seperti dari dalam kandungan pada saat USG anaknya mengalami patah atau tidak tulangnya.

“Begitu lahir, akan kelihatan juga tulangnya lebih bengkok-bengkok. Kalau ada keluarga yang punya riwayat yang sama ada kemungkinan bahwa bisa meningkatkan resiko, anak pendek terus kaki atau tungkai, lengannya bengkok-bengkok, itu ada kemungkinan juga bisa OI,” pungkas dr. Frida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)

MOST SEARCH