FAMILY

Internet Belum Merata, Kehadiran Buku Cetak Dinilai Penting

K. Yudha Wirakusuma
Senin 15 Maret 2021 / 19:42
Jakarta : Minat baca anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Sebab, anak lebih memiliki kecenderungan belajar dengan cara meniru. Mereka meniru siapa saja yang ada di lingkungannya. Orang tua sebagai role model hendaknya memberikan contoh kepada anak. Oleh karena itu, perlu dibangun budaya membaca dari lingkup keluarga.

Untuk saat ini, kehadiran buku cetak dinilai penting. Selain itu buku cetak masih dibutuhkan masyarakat. Khususnya yang berada di pedesaan mengingat kondisi jaringan internet yang belum merata. 

Karenanya, dibutuhkan dukungan dari stakeholder agar memastikan buku cetak dengan konten ilmu terapan bisa terus diterbitkan dan didistribusikan untuk masyarakat pedesaan.

“Standar UNESCO, target kita minimal tiga buku baru setiap orang setiap tahun, sehingga dibutuhkan kurang lebih 810 juta buku yang beredar di masyarakat,” kata Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando dalam sosialisasi Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial 2021 dengan tema ‘Perpustakaan Bertransformasi, Solusi untuk Masyarakat Desa Berdaya di Masa Pandemi’ yang diselenggarakan secara daring pada Senin, 15 Maret 2021.

Menurut Syarif, masyarakat di pedesaan pun dapat merasakan manfaat dari buku. Salah satu contohnya buku-buku ilmu terapan yang ada di perpustakaan.

Dengan membaca buku ilmu terapan, masyarakat pedesaan dibekali keterampilan yang bisa menjadi upaya awal untuk membangun wirausaha. Selain dapat membaca buku, masyarakat juga didampingi dan dimotivasi oleh pustakawan dan tenaga profesional untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya.

“Bagaimana meyakinkan bahwa kita harus mau berubah, mau bekerja keras untuk mau berubah, dengan buku-buku ilmu terapan yang bisa didapatkan. Bagaimana kita dampingi, kita motivasi, sampai akhirnya dia bisa yakin bahwa saya sudah bisa jalan dengan segala keterbatasan,” jelasnya.

Syarif berharap buku sebagai bahan informasi dapat merata ke seluruh Indonesia. Menurutnya  pembangunan sumber daya manusia terkait erat dengan literasi. Karenanya, peran negara sangat dibutuhkan untuk membangun infrastruktur agar orang gemar membaca. 

Perpustakaan turut berperan memberdayakan ekonomi masyarakat untuk bangkit dalam masa pandemi Covid-19. Perpustakaan yang bertransformasi berbasis inklusi sosial menjadi pusat pemberdayaan bisa menjadi solusi dalam memberikan keterampilan kepada masyarakat, khususnya di desa.

Saat ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa) memberikan dukungan berupa regulasi yang terkait dengan perpustakaan daerah.

Deputi Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan PPN/Bappenas Subandi Sardjoko menyatakan literasi merupakan komponen esensial dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa pada revolusi industri 4.0. Pada era ini, terjadi transformasi digital yang membawa dampak pada perubahan kebutuhan pasar kerja.

Berdasarkan sejumlah kajian disebutkan, sebanyak 60 persen pekerjaan di dunia akan menggunakan otomasi dan 30 persen profesi digantikan oleh mesin canggih.

“Kecakapan literasi akan menjadi salah satu indikator penting bagi para pemberi kerja dalam merekrut pekerja. Pencari kerja dengan kecakapan literasi akan dengan mudah beradaptasi dan mampu mengadopsi baik itu alat, proses, prosedur, dan cara kerja baru,” jelasnya.

Literasi memiliki kontribusi positif dalam menciptakan tenaga kerja terampil dan berkeahlian serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan produktif. Karenanya, literasi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan SDM yang berkualitas dan berdaya saing.

Subandi menambahkan, upaya pembangunan literasi membutuhkan keterlibatan kementerian/lembaga. Sinergi antarinstansi di tingkat pusat harus dilakukan agar bisa mewujudkan program prioritas nasional budaya literasi, inovasi, dan kreativitas. Untuk daerah, dia meminta pemerintah daerah melibatkan organisasi perangkat daerah (OPD) agar ikut bersinergi untuk membangun masyarakat.

Tahun ini, program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial mengalami perluasan ke 450 perpustakaan desa baru yang ada di 159 kabupaten dari 32 provinsi. Sejak 2018, program ini terus mengalami perluasan ke berbagai perpustakaan desa. Pada 2018, program menyasar 60 kabupaten dan 21 provinsi.

Pada 2019, program mengalami perluasan ke 300 perpustakaan desa di 59 kabupaten dari 21 provinsi. Pada 2020, transformasi perpustakaan mengalami perluasan ke 100 kabupaten baru dan 500 perpustakaan desa baru yang mencakup 159 kabupaten di 32 provinsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(YDH)

MOST SEARCH