FAMILY
Deteksi Dini Preeklamsia: Kunci Kurangi Risiko Kematian Ibu Hamil dan Janin
Raka Lestari
Rabu 13 Oktober 2021 / 10:35
Jakarta: Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal bagi ibu dan bayi jika tidak ditangani dengan segera. Sayangnya, preeklamsia sulit dideteksi sehingga sering kali terlambat untuk ditangani.
Preeklamsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi di Indonesia. Disebut sebagai “The Silent Killer” karena banyak gejalanya menyerupai keluhan umum kehamilan.
Dr. Aditya Kusuma, SpOG selaku Dokter Spesialis Kandungan RSIA Bunda menjelaskan, preeklamsia setidaknya telah menyebabkan 76.000 kematian pada ibu hamil dan 500.000 janin di seluruh dunia. Komplikasi ini biasanya ditandai dengan tekanan darah tinggi sehingga menyebabkan komplikasi, termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.
"Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal bagi ibu dan bayi, jika tidak ditangani dengan segera. Sayangnya, diagnosis preeklamsia terkadang terlewatkan karena banyak gejalanya tertutup oleh keluhan umum kehamilan seperti kaki bengkak, sakit kepala atau mual," ujar dr. Aditya, dalam diskusi media 'Deteksi Dini Preeklamsia untuk Kurangi Risiko Kematian Ibu dan Janin', Selasa, 12 Oktober 2021.

(Preeklamsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi di Indonesia. Foto: Ilustrasi. Dok. Unsplash.com)
Menurut dr. Aditya, gejala-gejala preeklamsia tidak dirasakan pada awal kehamilan dan baru terlihat saat memasuki usia kehamilan 20 minggu. Sehingga, banyak ibu hamil yang terlambat dalam mendapatkan penanganan yang tepat ketika kondisi preeklamsia yang dimiliki sudah membahayakan ibu dan janin.
"Preeklamsia memiliki berbagai risiko bagi ibu dan janin dalam jangka pendek ataupun panjang, misalnya persalinan prematur, berat badan bayi rendah saat lahir, placenta abruption, kejang yang dapat berkembang menjadi eklampsia, hingga berpotensi mengakibatkan kematian,” lanjut dr. Aditya.

(Semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka dokter dan ibu hamil dapat memberikan perawatan yang lebih cepat dan tepat. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Deteksi dini preeklamsia menjadi hal yang perlu diperhatikan sejak awal kehamilan. Di mana, para ibu hamil saat ini dapat mengakses pengujian preeklamsia lewat tes darah di berbagai rumah sakit dan laboratorium.
Salah satu inovasi untuk deteksi preeklamsia adalah tes darah dengan menggunakan biomarker sFlt-1/PlGF yang kini dapat memprediksi kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan, bahkan sejak trimester pertama kehamilan.
Tentunya semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka dokter dan ibu hamil dapat memberikan perawatan yang lebih cepat dan tepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(yyy)
Preeklamsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi di Indonesia. Disebut sebagai “The Silent Killer” karena banyak gejalanya menyerupai keluhan umum kehamilan.
Dr. Aditya Kusuma, SpOG selaku Dokter Spesialis Kandungan RSIA Bunda menjelaskan, preeklamsia setidaknya telah menyebabkan 76.000 kematian pada ibu hamil dan 500.000 janin di seluruh dunia. Komplikasi ini biasanya ditandai dengan tekanan darah tinggi sehingga menyebabkan komplikasi, termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.
"Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan fatal bagi ibu dan bayi, jika tidak ditangani dengan segera. Sayangnya, diagnosis preeklamsia terkadang terlewatkan karena banyak gejalanya tertutup oleh keluhan umum kehamilan seperti kaki bengkak, sakit kepala atau mual," ujar dr. Aditya, dalam diskusi media 'Deteksi Dini Preeklamsia untuk Kurangi Risiko Kematian Ibu dan Janin', Selasa, 12 Oktober 2021.

(Preeklamsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi di Indonesia. Foto: Ilustrasi. Dok. Unsplash.com)
Menurut dr. Aditya, gejala-gejala preeklamsia tidak dirasakan pada awal kehamilan dan baru terlihat saat memasuki usia kehamilan 20 minggu. Sehingga, banyak ibu hamil yang terlambat dalam mendapatkan penanganan yang tepat ketika kondisi preeklamsia yang dimiliki sudah membahayakan ibu dan janin.
"Preeklamsia memiliki berbagai risiko bagi ibu dan janin dalam jangka pendek ataupun panjang, misalnya persalinan prematur, berat badan bayi rendah saat lahir, placenta abruption, kejang yang dapat berkembang menjadi eklampsia, hingga berpotensi mengakibatkan kematian,” lanjut dr. Aditya.

(Semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka dokter dan ibu hamil dapat memberikan perawatan yang lebih cepat dan tepat. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Deteksi dini preeklamsia menjadi hal yang perlu diperhatikan sejak awal kehamilan. Di mana, para ibu hamil saat ini dapat mengakses pengujian preeklamsia lewat tes darah di berbagai rumah sakit dan laboratorium.
Salah satu inovasi untuk deteksi preeklamsia adalah tes darah dengan menggunakan biomarker sFlt-1/PlGF yang kini dapat memprediksi kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan, bahkan sejak trimester pertama kehamilan.
Tentunya semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka dokter dan ibu hamil dapat memberikan perawatan yang lebih cepat dan tepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(yyy)