COMMUNITY
Akademisi Ingin Kajian Ilmiah Tembakau Alternatif Diperbanyak
Medcom
Kamis 13 Oktober 2022 / 12:00
Jakarta: Peneliti Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB), Rahmana Emran Kartasasmita ingin kajian ilmiah terkait aspek manfaat dan keamanan tembakau alternatif lebih banyak di Indonesia. Terlebih lagi setelah beredarnya produk pengganti rokok konvensional di Indonesia.
"Produk tembakau yang dipanaskan sudah mulai beredar di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian literatur ilmiah yang komprehensif untuk mempelajari aspek manfaat keamanan dari produk ini," kata Rahmana Emran Kartasasmita.
SF-ITB sendiri sudah melakukan kajian ilmiah berjudul "Perbandingan Profil Risiko Kesehatan Produk Tembakau yang Dipanaskan Versus Rokok Kretek Indonesia". Kajian itu kemdian dipaparkan Emran dalam gelaran 5th Scientific Summit yang diadakan di Athena, Yunani pada 21-22 September 2022.
Kajian itu hendak mengetahui sejauh mana profil risiko dari produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok kretek sebagai bagian dari analisis risiko yang mencakup identifikasi dan kuantifikasi risiko.
Mereka juga melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik-non genoktosik) dan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotosik) berdasarkan Health Based Guidance Values (HBGV) yang terpilih sebagai senyawa berbahaya dan berpotensi berbahaya, serta penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk.
"Secara umum, tingkat risiko paparan atau zat senyawa penanda yang berasal dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dibandingkan dengan rokok," ucapnya.
Emran melanjutkan, karakteristik paparan senyawa HPHC Harmful and Potentially Harmful Constituents) dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah daripada rokok. HPHC merupakan senyawa yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan bagi orang-orang yang terpapar oleh asap rokok.
Tidak hanya perokok aktif, namun orang-orang di sekitar perokok juga dapat terpapar HPHC sehingga risiko ini perlu dikurangi. Karena itu, dia menekankan produk tembakau yang dipanaskan tidak sepenuhnya bebas risiko.
"Berdasarkan kajian ilmiah yang ada, produk tembakau yang dipanaskan secara komparatif lebih rendah risiko daripada rokok. Oleh karena itu, produk tersebut perlu diteliti lebih lanjut secara eksperimental oleh pihak-pihak yang terkait," paparnya.
Emran pun berharap semakin banyak penelitian terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Sebab, saat ini penelitian mengenai produk tersebut masih minim di Indonesia.
“Saya mengajak seluruh kalangan, mulai dari akademisi hingga peneliti lainnya untuk melakukan penelitian ini ini dan melakukan kajian lebih lanjut dari hasil temuan kami. Hasil kajian tersebut dapat dijadikan awalan untuk memperkaya teks akademik bagi pengambil kebijakan, peneliti lain, serta untuk pemahaman masyarakat umum," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(ELG)
"Produk tembakau yang dipanaskan sudah mulai beredar di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian literatur ilmiah yang komprehensif untuk mempelajari aspek manfaat keamanan dari produk ini," kata Rahmana Emran Kartasasmita.
SF-ITB sendiri sudah melakukan kajian ilmiah berjudul "Perbandingan Profil Risiko Kesehatan Produk Tembakau yang Dipanaskan Versus Rokok Kretek Indonesia". Kajian itu kemdian dipaparkan Emran dalam gelaran 5th Scientific Summit yang diadakan di Athena, Yunani pada 21-22 September 2022.
Kajian itu hendak mengetahui sejauh mana profil risiko dari produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok kretek sebagai bagian dari analisis risiko yang mencakup identifikasi dan kuantifikasi risiko.
Mereka juga melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik-non genoktosik) dan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotosik) berdasarkan Health Based Guidance Values (HBGV) yang terpilih sebagai senyawa berbahaya dan berpotensi berbahaya, serta penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk.
"Secara umum, tingkat risiko paparan atau zat senyawa penanda yang berasal dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dibandingkan dengan rokok," ucapnya.
Emran melanjutkan, karakteristik paparan senyawa HPHC Harmful and Potentially Harmful Constituents) dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah daripada rokok. HPHC merupakan senyawa yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan bagi orang-orang yang terpapar oleh asap rokok.
Tidak hanya perokok aktif, namun orang-orang di sekitar perokok juga dapat terpapar HPHC sehingga risiko ini perlu dikurangi. Karena itu, dia menekankan produk tembakau yang dipanaskan tidak sepenuhnya bebas risiko.
"Berdasarkan kajian ilmiah yang ada, produk tembakau yang dipanaskan secara komparatif lebih rendah risiko daripada rokok. Oleh karena itu, produk tersebut perlu diteliti lebih lanjut secara eksperimental oleh pihak-pihak yang terkait," paparnya.
Emran pun berharap semakin banyak penelitian terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Sebab, saat ini penelitian mengenai produk tersebut masih minim di Indonesia.
“Saya mengajak seluruh kalangan, mulai dari akademisi hingga peneliti lainnya untuk melakukan penelitian ini ini dan melakukan kajian lebih lanjut dari hasil temuan kami. Hasil kajian tersebut dapat dijadikan awalan untuk memperkaya teks akademik bagi pengambil kebijakan, peneliti lain, serta untuk pemahaman masyarakat umum," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)