COMMUNITY
Sebanyak 78% Gen Z dan Milenial, Tertarik untuk Lakukan Zero Waste Movement
Yatin Suleha
Selasa 09 Januari 2024 / 17:50
Jakarta: Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, anak muda memiliki peran strategis dalam pencapaian target zero waste, zero emission. Terlebih, saat ini Indonesia memiliki 70,72 persen penduduk usia produktif, yang diharapkan dapat membantu Indonesia mencapai masa keemasan di tahun 2045 mendatang.
Zero waste adalah konsep yang mengajak kita untuk menggunakan produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari sampah. Sedangkan, zero emission atau nol emisi karbon adalah kondisi saat jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi.
Survei yang dilakukan Jakpat, melibatkan 990 generasi muda untuk mengetahui perspektif dan implementasi mereka terhadap zero waste movement. Survei yang terdiri dari Gen Z (40 persen) dan Milenial (60 persen) menunjukkan pemahaman mereka terhadap konsep zero waste, alasan-alasan yang mendasari mereka menerapkannya, keuntungan yang mereka rasakan, hingga kesulitan apa saja yang dihadapi saat mereka melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil survei menyatakan 78 persen generasi muda tertarik untuk melakukan zero waste, bahkan 16 persen responden sudah melakukannya. Kurang dari 1 tahun menjadi durasi terbanyak bagi mereka yang tertarik dan sudah menerapkannya. Selain itu, durasi 3-5 tahun didominasi oleh laki-laki sebanyak 13 persen dan perempuan 8 persen.
Gen Z dan Milenial tampaknya menyadari pentingnya menjaga bumi sehingga mereka tertarik untuk mengimplementasikan zero waste movement. Hal ini dengan ditunjukkannya sebesar 94 persen yang memilih alasan ingin turut menjaga dan melestarikan bumi dengan mengurangi sampah, diikuti alasan menyelamatkan bumi dan bekal generasi mendatang sebesar 48 persen.
Selain itu, tertarik dengan produk eco-friendly (22 persen), lingkungan menerapkannya (14 persen), terpapar berita lingkungan (11 persen), hingga terinspirasi influencer (6 persen) menjadi alasan generasi muda tertarik untuk menerapkan zero waste.
.jpg)
(Sulit menemukan waste bank terdekat menjadi kesulitan terbesar yang dirasakan dalam gerakan zero waste movement. Waste bank sendiri merupakan fasilitas atau program di mana seseorang dapat menyetorkan sampah daur ulang seperti kertas, plastik, gelas dan lainnya. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Berdasarkan hasil survei tersebut, Head of Research Jakpat, Aska Primardi menilai bahwa mayoritas generasi muda sebenarnya sudah sadar tentang pentingnya isu zero waste ini. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari mereka yang sudah menerapkan aktivitas ini.
Belajar dari sekelompok generasi muda yang sudah menerapkannya, terlihat bahwa salah satu alasan populernya adalah tren dari lingkungan sekitar yang sudah menerapkannya, dan juga inisiatif mengikuti apa yang dilakukan oleh teman.
“Oleh karena itu, gerakan ini sejatinya tidak cukup hanya dengan menyebarkan informasi tentang pentingnya zero waste, tetapi harus diikuti juga dengan adanya program dari pihak terkait untuk memfasilitasi aktivitas zero waste mereka, ataupun yang paling ekstrem adalah hukuman/denda jika mereka tidak bisa melakukan hal ini,” jelas Aska.
Beberapa penerapan zero waste movement antara lain:
Selain itu, penerapannya juga melingkupi berbelanja sesuai kebutuhan saja (49 persen), menggunakan tempat makan sendiri saat membeli makanan (46 persen), hingga penggunaan produk eco-friendly (15 persen).
Jika dilihat dari segi Social Economic Status (SES), penggunaan produk eco-friendly paling banyak dilakukan oleh kalangan upper (21 persen), diikuti middle (13 persen), dan lower (10 persen).
Sulit menemukan waste bank terdekat menjadi kesulitan terbesar yang dirasakan. Waste bank sendiri merupakan fasilitas atau program di mana seseorang dapat menyetorkan sampah daur ulang seperti kertas, plastik, gelas dan lainnya yang akan ditukarkan dengan rewards.
Selain itu, keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung penerapan zero waste menjadi alasan kedua yang dirasakan oleh generasi muda sebagai kesulitan, hal ini tampaknya dipengaruhi oleh sebagian besar dari mereka yang masih tinggal bersama orang tuanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Zero waste adalah konsep yang mengajak kita untuk menggunakan produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari sampah. Sedangkan, zero emission atau nol emisi karbon adalah kondisi saat jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi.
Survei yang dilakukan Jakpat, melibatkan 990 generasi muda untuk mengetahui perspektif dan implementasi mereka terhadap zero waste movement. Survei yang terdiri dari Gen Z (40 persen) dan Milenial (60 persen) menunjukkan pemahaman mereka terhadap konsep zero waste, alasan-alasan yang mendasari mereka menerapkannya, keuntungan yang mereka rasakan, hingga kesulitan apa saja yang dihadapi saat mereka melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil survei menyatakan 78 persen generasi muda tertarik untuk melakukan zero waste, bahkan 16 persen responden sudah melakukannya. Kurang dari 1 tahun menjadi durasi terbanyak bagi mereka yang tertarik dan sudah menerapkannya. Selain itu, durasi 3-5 tahun didominasi oleh laki-laki sebanyak 13 persen dan perempuan 8 persen.
Alasan anak muda tertarik zero waste movement
Gen Z dan Milenial tampaknya menyadari pentingnya menjaga bumi sehingga mereka tertarik untuk mengimplementasikan zero waste movement. Hal ini dengan ditunjukkannya sebesar 94 persen yang memilih alasan ingin turut menjaga dan melestarikan bumi dengan mengurangi sampah, diikuti alasan menyelamatkan bumi dan bekal generasi mendatang sebesar 48 persen.
Selain itu, tertarik dengan produk eco-friendly (22 persen), lingkungan menerapkannya (14 persen), terpapar berita lingkungan (11 persen), hingga terinspirasi influencer (6 persen) menjadi alasan generasi muda tertarik untuk menerapkan zero waste.
(Sulit menemukan waste bank terdekat menjadi kesulitan terbesar yang dirasakan dalam gerakan zero waste movement. Waste bank sendiri merupakan fasilitas atau program di mana seseorang dapat menyetorkan sampah daur ulang seperti kertas, plastik, gelas dan lainnya. Foto: Ilustrasi/Dok. Unsplash.com)
Berdasarkan hasil survei tersebut, Head of Research Jakpat, Aska Primardi menilai bahwa mayoritas generasi muda sebenarnya sudah sadar tentang pentingnya isu zero waste ini. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari mereka yang sudah menerapkan aktivitas ini.
Belajar dari sekelompok generasi muda yang sudah menerapkannya, terlihat bahwa salah satu alasan populernya adalah tren dari lingkungan sekitar yang sudah menerapkannya, dan juga inisiatif mengikuti apa yang dilakukan oleh teman.
“Oleh karena itu, gerakan ini sejatinya tidak cukup hanya dengan menyebarkan informasi tentang pentingnya zero waste, tetapi harus diikuti juga dengan adanya program dari pihak terkait untuk memfasilitasi aktivitas zero waste mereka, ataupun yang paling ekstrem adalah hukuman/denda jika mereka tidak bisa melakukan hal ini,” jelas Aska.
Bagaimana penerapan zero waste movement
Beberapa penerapan zero waste movement antara lain:
- - Menggunakan tote bag saat berbelanja (55 persen)
- - Lalu menggunakan tumbler (55 persen), dan
- - Mengurangi penggunaan plastik (54 persen), menjadi tiga teratas sebagai bentuk dari implementasi zero waste yang mereka lakukan
Selain itu, penerapannya juga melingkupi berbelanja sesuai kebutuhan saja (49 persen), menggunakan tempat makan sendiri saat membeli makanan (46 persen), hingga penggunaan produk eco-friendly (15 persen).
Jika dilihat dari segi Social Economic Status (SES), penggunaan produk eco-friendly paling banyak dilakukan oleh kalangan upper (21 persen), diikuti middle (13 persen), dan lower (10 persen).
Lalu, apa saja kesulitan menerapkan zeri waste movement?
Sulit menemukan waste bank terdekat menjadi kesulitan terbesar yang dirasakan. Waste bank sendiri merupakan fasilitas atau program di mana seseorang dapat menyetorkan sampah daur ulang seperti kertas, plastik, gelas dan lainnya yang akan ditukarkan dengan rewards.
Selain itu, keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung penerapan zero waste menjadi alasan kedua yang dirasakan oleh generasi muda sebagai kesulitan, hal ini tampaknya dipengaruhi oleh sebagian besar dari mereka yang masih tinggal bersama orang tuanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)
Copyright © 2025, Medcom.id, All Rights Reserved. 0.0153 [51]