Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah. Dok. Istimewa
Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah. Dok. Istimewa

Indonesia Perlu Terapkan Pemulihan Berkelanjutan untuk Memperbaiki Lingkungan-Ekonomi

Achmad Zulfikar Fazli • 17 Maret 2022 22:31
Jakarta: Indonesia dinilai perlu menerapkan pemulihan berkelanjutan atau sustainable recovery untuk memperbaiki lingkungan sekaligus ekonomi nasional. Hal ini juga dapat memanfaatkan momentum pandemi covid-19, yang menyebabkan berbagai target SDGs berisiko sulit tercapai.
 
“Kita bisa memanfaatkan situasi krisis pandemi ini untuk mem-forward menuju masa depan yang bukan lagi kembali ke situasi sebelumnya, tapi lebih baik dengan sustainable recovery,” kata Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah dalam webinar Stockholm+50: a healthy planet for the prosperity of all-What are Indonesia’s lessons learned? yang digelar UNDP, Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar Swedia di Indonesia bersama Katadata, Kamis, 17 Maret 2022.
 
Namun, terang dia, Indonesia perlu melihat jauh ke depan untuk menerapkan pemulihan berkelanjutan. Seperti dampak apa saja yang mungkin diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan yang ada. Terlepas apakah kebijakan itu sudah mengarah pada ekonomi hijau atau masih berupa kebijakan konvensional.

Menurut dia, melihat lebih jauh dampak negatif dari kebijakan business as usual, sama artinya dengan Indonesia sedang memitigasi future losses atau kerugian di masa depan. “Mungkin benefitnya tidak terlihat, tapi kita ingin menghindari bencana di masa depan,” tutur Alin.
 
Alin menilai selama ini, khususnya saat pagebluk, kebijakan ekonomi yang diambil Indonesia lebih banyak memberikan kontribusi negatif terhadap lingkungan, ketimbang dampak positif. Untuk benar-benar menerapkan green economy, kata dia, Indonesia sangat perlu memerhatikan permasalahan global yang terjadi saat ini, yakni perubahan iklim.
 
“Dan, yang harus kita lakukan saat ini adalah dekarbonisasi, yang aksinya berupa mitigasi dan adaptasi,” tegas dia.
 
Selain itu, Indonesia harus mempertimbangkan permasalahan yang terjadi di dalam negeri, yaitu berupa eksploitasi sumber daya alam dan penurunan kualitas lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan menerapkan ekonomi melingkar (circular economy) dan membuat safe guard yang kuat, khususnya untuk perbaikan permasalahan lingkungan.
 
Baca: RI Negara Unik, Presidensi G20 Jadi Momentum Ekonomi Hijau untuk UMKM
 
Sementara itu, Dosen Departemen SKPM IPB University Soeryo Adiwobowo menjelaskan pembangunan yang selama ini dilakukan harus bersahabat dengan alam agar bisa menciptakan planet yang sehat. Dalam memulihkan dan menumbuhkan kembali relasi positif dengan alam, diperlukan perubahan radikal pada tatanan kehidupan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi sebagai mesin pertumbuhan.
 
“Selain itu, perlu perubahan paradigma ilmu pengetahuan sehingga muncul fondasi teoritik baru yang mampu menganalisis kompleksitas relasi sosial, ekonomi, dan politik di mana perubahan lingkungan terkandung di dalamnya,” kata Soeryo.
 
Soeryo mengatakan inti masalah ekologi berakar pada persoalan sosial dan ekonomi politik, bukan persoalan teknis dan manajemen. Sehingga, pemulihan dan regenerasi hubungan manusia dengan alam untuk Indonesia dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan green transformational leadership di kalangan remaja dan pemuda desa yang kontekstual dengan situasi sosial ekologi setempat
 
Pertumbuhan peserta Program Kampung Iklim juga harus diakselerasi. Saat ini telah terbentuk lebih dari 3 ribu Kampung Iklim di Indonesia dengan target 20 ribu Kampung Iklim pada 2024.
 
 

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran Arief Anshory Yusuf menilai, pemerintah juga harus mendorong pertumbuhan inklusif dari sisi sosial. Artinya, suatu negara harus terlebih dulu melakukan pemerataan sosial untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan mampu bertahan lama.
 
“Untuk kasus Indonesia, khususnya di daerah yang pendapatannya ditopang oleh sumber daya alam dia tinggi tapi fragile. Kadang tinggi, kadang rendah. Frigile itu agak berbahaya, tidak sustain,” jelas dia.
 
Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Norimasa Shimomura mengatakan untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan ekonomi kuat, tidak bisa hanya dilakukan pemerintah. Membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat sebagai akar rumput untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan ekonomi yang kuat.
 
Dengan ilmu yang dikembangkan para akademisi, akan lebih mudah untuk memahami sebab dan akibat yang terjadi dalam persoalan lingkungan. Sehingga, praktis dapat mendukung perumusan kebijakan inklusif yang dapat mengatasi permasalahan sekarang ini.
 
“Kami juga telah belajar bahwa tantangan sebesar ini tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah sendiri. Dibutuhkan pendekatan masyarakat, atau lebih tepatnya, pendekatan dunia untuk menangani dan akademisi menempati tempat penting dalam formula ini. Dengan cara itu tidak meninggalkan siapa pun,” kata Norimasa.
 
Hal ini diamini Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri Ibnu Wahyutomo. Dia mengatakan kolaborasi dan keterlibatan berbagai pihak berperan penting dalam mewujudkan lingkungan yang lebih sehat untuk masa depan masyarakat dunia.
 
“Kita harus keluar dari business as usual dan akademisi harus menjadi bagian advokasi, menuju perwujudan planet yang lebih hijau,” ujar dia.
 
Sementara itu, Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN, Marina Berg mengapresiasi salah satu cara Indonesia membantu mewujudkan lingkungan yang lebih hijau, salah satunya dengan penerbitan sukuk hijau atau green sukuk syariah. Namun, memperbaiki krisis lingkungan yang sudah banyak terjadi, Indonesia memerlukan lebih banyak lagi inovasi-inovasi luar biasa. Khususnya, inovasi yang dapat memperlambat perubahan iklim, mengurangi pencemaran lingkungan, hingga menjaga ekosistem yang ada.
 
“Ini adalah perkembangan yang luar biasa, namun dengan triliunan dolar yang dipertaruhkan di Indonesia saja, diperlukan lebih banyak inovasi,” ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan