"COP26 ini sebagai arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato dan Bapak Presiden (Presiden Joko Widodo). Ini akan menopang kepemimpinan presidensi Indonesia di G20 pada 2022. Jadi, kita punya banyak misi di sini," kata Siti dalam Kick off Meeting Persiapan Delegasi Indonesia menuju Konferensi Perubahan Iklim Glasgow secara daring diikuti di Jakarta, seperti dilansir Antara, awal pekan ini.
Ia juga mengatakan Delegasi Republik Indonesia (Delri) yang ikut dalam COP26 ini harus bisa berperan aktif dan mengambil manfaat sebesar-besarnya. Pertemuan akan berlangsung pada 31 Oktober sampai 12 November 2021.
"Jaga selalu kepentingan, kedaulatan, dan posisi nasional. Ambil manfaat yang sebesar-besarnya serta gaungkan nama besar Indonesia pada COP26 nanti," katanya.
Ia menegaskan agar Delri juga dapat membumikan dimensi-dimensi perubahan yang telah dicapai Indonesia pada tingkat tapak, serta ada makna dan artinya bagi rakyat.
Target COP26
Siti mengatakan Indonesia sudah memiliki poin-poin yang menjadi target nasional dalam pertemuan tingkat tinggi perubahan iklim PBB tersebut. Tetapi, secara agregat dan secara politik, apa yang telah Indonesia lakukan dalam pengendalian perubahan iklim tidak ketinggalan dan relatif baik.Indonesia sudah memiliki dukungan dasar hukum yang sangat kuat mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, undang-undang, pada level operasional, sampai kepada instrumen yang disiapkan oleh National Focal Point (NFP).
Itu artinya, kata Siti, seluruh kementerian telah bekerja sama membuat sistem registrasi nasional, peta jalan mitigasi, dan peta jalan adaptasi. Ia menegaskan semua hal tersebut bukan pekerjaan gampang.
Baca: Komitmen-Komitmen G7 untuk Mengatasi Krisis Iklim
"Coba saja deh, berapa negara yang sudah selesaikan begitu itu, saya rasa tidak banyak. Juga hasil kerja, menurut saya sudah cukup lama dan kita miliki kerja sama dalam REDD+, itu juga sangat menolong," katanya menjelaskan salah satu program Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) yang sudah berjalan untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia.
Misi lain dari Delri, yakni menjalankan pesan Presiden Jokowi agar membumi untuk rakyat. Dalam konteks global, artinya Indonesia harus bisa mengajak dunia untuk melihat atau beraktualisasi secara membumi.
"Jadi, dengan kata lain sebetulnya 'knowledge' yang ada di Indonesia itu menjadi sangat baik disampaikan kepada dunia," katanya.
Rancangan Paviliun Indonesia di COP26 bertema "Leading Climate Actions Together". Paviliun ini disiapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto. Menurutnya, paviliun ini mengakomodasi berbagai elemen pemangku kepentingan untuk menampilkan aksi baiknya.
Agus menyambut baik usulan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, yang hendak mengangkat masyarakat adat Suku Anak Dalam di Jambi yang ritme hidupnya selaras dengan alamnya di Taman Nasional Bukit Dua Belas.
"Memang alam itu salah satu fungsinya sebagai 'life support system'. Pada bagian mana kemudian dia terganggu, nah di situlah kita jadi saling belajar. Itulah yang selalu diangkat dan coba 'dikolek' di ruang Pojok Iklimnya KLHK," kata Agus.
Misi lain COP26
Misi lain di COP26 saat ini, kata Siti, adalah menjelaskan bagaimana Indonesia bisa mendapatkan dukungan. Paling tidak jejaring kerja sama internasional untuk teknologi dan pendanaan termasuk dari swasta."Kalau lihat investasinya yang cukup tinggi untuk mengatasi reduksi atau pengurangan emisi, di samping 'hi-tech' di sektor energi itu memang akhirnya membutuhkan dukungan kerja sama swasta yang sangat bagus banget ya. Oleh karena itu, saya kira secara agregat baik 'official negotiation' maupun 'outreach' seperti tadi dibilang melalui paviliun dan negosiasi, kita bisa bangun jejaring," kata Siti.
Selain itu, yang lebih penting lagi, Indonesia harus bisa menjadi contoh dengan hasil-hasil kerjanya dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kondisi kebatinan Delri di COP26 nanti tentu berbeda dengan COP21 di mana peristiwa karhutla besar dari September hingga awal November 2015 memberikan tekanan di mata internasional.
"Tapi yang muncul di situ itu Pak Presiden bilang 'Saya akan lakukan perubahan besar-besaran kebijakan dalam penanggulangan karhutla', begitu loh itu saya selalu ingat karena kita setengah mati mempersiapkannya pada waktu itu bersama-sama banyak menteri," katanya.
"Sudah ada sesuatu yang baik yang dihasilkan dari kebijakan korektif pemerintah untuk mengatasi karhutla, karenanya tidak boleh lagi pihak lain tidak melihat Indonesia," katanya menegaskan.
Pendanaan iklim
Sementara itu, Laksmi Dhewanthi yang juga merupakan National Focal Point Indonesia dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) mengatakan Indonesia masih akan mendorong tercapainya perundingan isu pendanaan iklim jangka panjang terutama untuk negara-negara berkembang. Atau janji negara maju untuk menyalurkan 100 miliar dolar AS dapat direalisasikan di COP26 nanti.Delri, lanjutnya, juga akan merundingkan agar "clean development mechanism" (CDM) yang diatur di bawah Protokol Kyoto yang habis masa berlakunya sampai 31 Desember 2020, dapat dilanjutkan untuk mendukung capaian Kesepakatan Paris atau Paris Agreement. Karena jika tidak maka sumber dana adaptasi tentu saja akan berkurang.
"Jadi masih berkisar seperti itu dan kita terus ingin mendorong agar ada kepastian dan ada riil aksi negara maju untuk mengalirkan pendanaan bagi negara berkembang dalam rangka pencapaian target-target NDC," kata dia.
Indonesia juga akan menampilkan keberhasilan REDD+, Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan di akar rumput, biofund di Jambi, juga Global Climate Fund di COP26. Sehingga, ia mengatakan program seperti penurunan emisi dari pengurangan deforestasi dan degradasi hutan atau "result base payment" memang sesuatu skema yang perlu didorong dan punya kemanfaatan yang banyak untuk negara seperti Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News