Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK, Agus Justianto. Foto: Branda Antara
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK, Agus Justianto. Foto: Branda Antara

KLHK Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan

Antara • 07 Februari 2022 20:35
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. Hal ini mengacu pada berbagai peraturan pemerintah hingga analisis historis dan kajian akademik berlapis.
 
"Dan pemerintah belum ada rencana merevisi berbagai peraturan tersebut," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK Agus Justianto, seperti dilansir dari Antara, Senin, 7 Februari 2022.
 
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, ia mengatakan, sawit juga tidak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Pemerintah saat ini lebih fokus menyelesaikan penanaman sawit yang ekspansif di dalam kawasan hutan yang non-prosedural dan tidak sah.

Menurutnya, praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non-prosedural di dalam kawasan hutan telah menimbulkan beragam masalah. Mulai dari persoalan hukum, ekologis, hidrologis, hingga sosial.
 
"Mengingat hutan memiliki fungsi ekologis yang tidak tergantikan. Kebun sawit pun telah mendapatkan ruang tumbuhnya sendiri. Saat ini belum ada pilihan untuk memasukkan sawit sebagai jenis tanaman hutan ataupun untuk kegiatan rehabilitasi," papar Agus.
 
Terkait infiltrasi sawit yang tidak sah atau keterlanjuran sawit dalam kawasan hutan, maka penyelesaiannya dilakukan dengan memenuhi unsur-unsur keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Nantinya, penegakan hukum yang dikedepankan.
 
KLHK, kata dia, akan mengatur regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestri tertentu. Hal ini disertai dengan komitmen kelembagaan dengan sejumlah pihak terkait.
 
Baca: RI Batasi Ekspor Sawit, Harga CPO Sumut Kian Tinggi
 
Menurutnya, Kebijakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), yaitu Permen LHK Nomor 8 dan 9 Tahun 2021, telah memuat regulasi terkait jangka benah. Yaitu, kegiatan menanam tanaman pohon kehutanan di sela tanaman kelapa sawit. Adapun jenis tanaman pokok kehutanan untuk hutan lindung dan hutan konservasi harus berupa pohon penghasil hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan dapat berupa pohon berkayu serta tidak boleh ditebang.
 
Dalam peraturan tersebut, menurut Agus, diberlakukan larangan menanam sawit baru. Dan setelah selesai satu daur, maka lahan tersebut wajib kembali diserahkan kepada negara.
 
Untuk kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan hutan produksi, kegiatan itu diperbolehkan satu daur selama 25 tahun. Sedangkan yang berada di hutan lindung atau hutan konservasi hanya dibolehkan satu daur selama 15 tahun sejak masa tanam. Setelah itu akan dibongkar dan kemudian ditanami pohon.
 
"Jangka benah wajib dilakukan sesuai tata kelola perhutanan sosial," kata dia.
 
Agus juga mengatakan bahwa UU Cipta Kerja telah memosisikan bahwa sawit tetap tergolong tanaman perkebunan. Ruang tanam sawit secara sah sudah ada ruang mekanismenya dan sudah terang benderang pula pengaturannya. 
 
Baca: Pemerintah Cabut Izin Usaha Perkebunan 4 Perusahaan di Sulteng
 
"Saat ini yang terpenting adalah bagaimana pelaksanaan PP24/2021 dapat kita kawal bersama agar efektif implementasinya, sehingga hutan bisa lestari dan rakyat tetap sejahtera," ujar Agus.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan