Rencana pemerintah lainnya ialah mengevaluasi regulasi ekspor dan impor yang berjalan, merasionalisasi peraturan, dan menghilangkan duplikasi atau pengulangan dan pengurangan tata niaga.
Itu dilakukan karena sejumlah regulasi tata niaga perdagangan yang ada sekarang dinilai masih menghambat dan menimbulkan ketidakpastian usaha serta mendistorsi kegiatan ekonomi masyarakat yang berdampak kepada industri, investasi, ekspor, dan inflasi.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet paripurna, Selasa 4 April mengkritik soal masih adanya regulasi yang dinilainya masih rumit dan tidak ramah terhadap investasi meskipun peraturan yang dicabut sendiri sudah mencapai 3.143 buah.
"Pada tahun pertama deregulasi, peraturan tata niaga itu menurun. Namun, 2016, naik lagi, bahkan lebih tinggi daripada sebelum pelaksanaan deregulasi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat koordinasi pembahasan tata niaga di Jakarta, Rabu 5 April.
Baca: Pemerintah akan Hapus Aturan yang Buat Jokowi Kesal
Darmin menyebut saat ini beberapa kementerian/lembaga (K/L) cenderung ingin mengatur tata niaga perdagangan yang malah menimbulkan keluhan dari para pelaku usaha karena mengganggu proses bisnis yang telah berjalan.
Ia mengatakan terdapat 23 regulasi tata niaga yang menjadi ketentuan larangan terbatas (lartas) impor dan ekspor yang terbit dalam masa paket kebijakan ekonomi, baik yang tidak terkoordinasi dengan Satgas Deregulasi maupun yang bersifat melengkapi pelaksanaan paket kebijakan.
"Bentuknya bisa macam-macam. Ada yang rekomendasi. Kalau tidak ada itu, tidak jalan (usahanya)," tambah Darmin.
Baca: Pemerintah Cabut 23 Peraturan Menteri Penghambat Investasi
Kementerian Koordinator Perekonomian selanjutnya berencana memanggil kementerian terkait guna membahas aturan yang dianggap menghambat dan tidak sesuai dengan semangat deregulasi.
"Kita akan minta mereka untuk me-review. Kalau mau dipertahankan, alasannya apa? Kalau alasannya tidak cukup, kita akan hapus," kata Darmin.
Belum sesuai arahan
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawady menambahkan, soal 9 dari 12 peraturan lartas baru yang belum sesuai dengan arahan dalam paket kebijakan ekonomi.
"Ada juga 11 peraturan lartas bukan dalam rangka paket kebijakan ekonomi, lima di antaranya bersifat restriktif," kata Edy.
Saat ini, posisi lartas di Indonesia mencapai 51 persen dari 10.826 pos tarif harmonized system barang impor yang tata niaganya diatur 15 kementerian/lembaga. Sebagai pembanding, rata-rata negara ASEAN memiliki ketentuan lartas hanya sebesar 17 persen.
Di sisi lain, terdapat 18 kasus tata niaga yang kalah dalam sengketa WTO karena dinilai melanggar ketentuan perizinan impor dan komitmen internasional.
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki menyebut pihaknya akan melakukan pembahasan awal soal penyederhanaan atau penghapusan 23 aturan tata niaga sebelum dibawa ke rapat terbatas dengan Presiden. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News