Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan terdapat 23 regulasi tata niaga yang menjadi ketentuan larangan terbatas (Lartas) impor dan ekspor yang terbit dalam masa Paket Kebijakan Ekonomi (PKE), baik yang tidak terkoordinasi dengan Satgas Deregulasi maupun yang sifatnya melengkapi pelaksanaan PKE.
"Pada tahun pertama deregulasi, peraturan tata niaga itu menurun. Namun di 2016, dia naik lagi bahkan lebih tinggi dari sebelum pelaksanaan deregulasi," ujar Darmin saat memimpin Rapat Koordinasi Pembahasan Tata Niaga, di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu 5 April 2017.
Baca: Presiden Kesal Masih Ada Aturan yang Ruwet
Hadir dalam rapat koordinasi antara lain Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi serta perwakilan kementerian dan lembaga terkait.
Darmin mengatakan, pihaknya akan meninjau ulang 23 aturan baru yang disinggung Jokowi dan diminta dikurangi.
"Kita mesti minta mereka (K/L) me-review, kalau mau dipertahankan alasannya apa, kalau enggak cukup kuat ya kita hapus," jelas Darmin.
Baca: Pemerintah Cabut 23 Peraturan Menteri Penghambat Investasi
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Edy Putra Irawady menyebut ada 12 peraturan yang merupakan Lartas Baru, di mana sembilan di antaranya belum sesuai dengan arahan PKE.
"Juga ada 11 peraturan Lartas bukan dalam rangka PKE, lima di antaranya bersifat restriktif," kata Edy.
Saat ini, posisi lartas di Indonesia sebesar 51 persen dari 10.826 pos tarif Harmonized System (HS) (BTKI – Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017) barang impor yang tata niaganya diatur oleh 15 Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai ketentuan lartas.
Sebagai pembanding, rata-rata negara ASEAN memiliki ketentuan lartas hanya sebesar 17 persen. Hal ini disebabkan dalam ketentuan Lartas masing-masing K/L memberlakukan syarat edar (perlindungan konsumen) menjadi syarat impor, seperti SNI dan SKI BPOM.
Di sisi lain, terdapat 18 kasus tata niaga yang kalah dalam sengketa WTO, karena telah melanggar ketentuan import licensing (WTO-GATT Article VIII) dan komitmen internasional (WTO Schedule XXI) untuk mentransformasikan non tariff barriers menjadi tarif dengan ikatan maksimal tarif 40 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News