Ilustrasi. (Foto: MI/Atet Dwi Pramadia).
Ilustrasi. (Foto: MI/Atet Dwi Pramadia).

Kaleidoskop 2016

Ekonomi 2016 Kokoh Tangkis Dampak Kenaikan Suku Bunga AS

Eko Nordiansyah • 30 Desember 2016 06:08
medcom.id, Jakarta: Federal Reserve atau the Fed resmi mengumumkan kenaikan suku bunga pada 14 Desember lalu. Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan suku bunga Amerika Serikat (AS) naik menjadi 0,50 hingga 0,75 persen didukung ekspektasi kondisi-kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi di AS.
 
Kenaikan suku bunga AS langsung berdampak pada penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Tercatat euro mengalami kejatuhan ke posisi USD1,0578 dari sebelumnya sebesar USD1,0619, dan pound Inggris turun menjadi sebesar USD1,2616 dari sebelumnya sebesar USD1,2668. Dolar dibeli 116,20 yen Jepang, lebih tinggi dari 115,28 yen di sesi sebelumnya.
 
Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan imbas kenaikan suku bunga the Fed. Data Bloomberg, Kamis, 15 Desember, rupiah berada pada Rp13.384 per USD atau melemah sebanyak 90 poin atau 0,68 persen. Rupiah bergerak pada kisaran Rp13.325 hingga Rp13.413 per USD.

Baca: Sepanjang November 2016, Kurs Rupiah Melemah di Perdagangan Global
 
Sedangkan Yahoo Finance melansir nilai tukar rupiah pada Rp13.395 per USD atau melemah sebanyak 103 poin atau 0,77 persen. Rupiah bergerak pada kisaran Rp13.290-Rp13.395 per USD. Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah berada pada Rp13.367 per USD atau melemah ketimbang pada perdagangan sebelumnya. 
 
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kenaikan suku bunga acuan AS tidak berpengaruh besar terhadap Indonesia. Hal ini karena perekonomian Indonesia cukup baik dengan mampu menjaga defisit anggaran, serta mampu menjaga piutang negara.
 
"Jika sampai dengan akhir tahun rasio defisit APBN bisa ditutup di angka 2,5 atau 2,7 persen, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) lima persen, kenaikan cadangan devisa, hal itu akan memberikan dampak positif," kata dia.
 
Kenaikan suku bunga AS di akhir tahun memang telah diprediksi oleh banyak pihak. Pasalnya sepanjang tahun ini, the Fed berulang kali menunda rencana kenaikan suku bunga karena sejumlah indikator ekonomi di AS yang belum stabil.
 


 
Bank Indonesia (BI) menyebut, penahanan Fed Fund Rate di awal tahun berdampak baik bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Negara berkembang akan mengalami risk on sehingga dana-dana segar berbentuk dolar diperkirakan mengalir lebih banyak.
 
"Dampaknya untuk negara-negara berkembang itu risk on, risk on artinya flight from quality. Jadi uang akan banyak longgar dan lain-lain. Jadi istilahnya, mungkin hanya satu kali naik (Fed Rate) di 2016," kata Gubernur BI, Agus Martowardojo.
 
Adapun pada pertengahan tahun ini, rencana kenaikan suku bunga AS kembali mengendur. Hal ini seiring dengan adanya referendum di Inggris yang memutuskan jika Inggris Raya akan keluar dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit).
 
Baca: Ekonomi Indonesia Siap Antisipasi Dampak Brexit
 
Kedua gejolak eksternal ini sempat membuat kondisi ekonomi dipenuhi ketidakpastian. Meskipun begitu, lagi-lagi kondisi ekonomi Indonesia yang lebih baik di tahun ini menjadi alasan dampak yang ditimbulkan tidak signifikan.
 
Indikasi membaiknya ekonomi Indonesia ditandai dengan inflasi yang terkendali serta defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) yang terjaga. Dengan begitu, Indonesia lebih siap menghadapi dampak buruk yang ditimbulkan dari Brexit.
 
Ketidakpastian mengenai rencana kenaikan suku bunga AS di 2017 memang masih akan berlanjut. Ditambah lagi, arah kebijakan ekonomi AS masih terus menjadi perdebatan usai kemenangan Donald Trump yang akan menjadi Presiden AS.
 
Sebelumnya BI memprediksi the Fed akan menaikan suku bunga dua kali tahun depan namun masih bisa berubah. Ini tergantung bagaimana Presiden AS terpilih Donald Trump akan mengarahkan kebijakan ekonomi AS sehingga juga memengaruhi arah kebijakan the Fed di 2017.
 
"Tahun depan (Fed rate) naik dua kali, bahkan ada yang bilang naik satu kali. Analisa-analisa tersebut sekarang harus ditinjau kembali karena kita mau memastikan, semua global mau memastikan ke mana arah ekonomi AS, karena akan memengaruhi arah kebijakan Fed," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan