Meski demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, harus ada kehati-hatian untuk menginterpretasikan sektor jasa. Pasalnya ada sektor jasa yang formal dan memiliki value added sangat tinggi dan sektor jasa yang sifatnya informal serta menyerap tenaga kerja yang banyak.
"Kalau kita bicara tentang keadilan maka kita harus khawatir kalau sektor jasa tumbuh tinggi tapi hanya di tempat yang eksklusif dan capital intensive. Sementara sektor jasa informal, labour intensive, nilai tambahnya sangat kecil," ujar Ani, biasa ia disapa, di HUT Media Indonesia, Jakarta Barat, Kamis (19/1/2017).
Baca: Pertumbuhan Ekonomi Belum Sejalan dengan Penurunan Tingkat Kemiskinan
Dirinya menambahkan pertumbuhan yang timpang antara kedua sektor ini memperlebar jurang antara orang kaya dengan orang miskin. Bahkan kesenjangan ini terjadi di negara-negara Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Selain itu, kesenjangan juga terjadi karena sektor jasa keuangan. Bukan hanya di sektor perbankan, tetapi juga pasar modal, industri keuangan non bank seperti asuransi dan dana pensiun. Tentu hal semacam ini perlu menjadi perhatian tersendiri bagi semua pihak.
Baca: Menkeu Sebut APBN Bukan Satu-satunya Instrumen Kelola Ekonomi
"Itu dia bisa tumbuh sustainable double digit bahkan di situasi yang krisis dia bisa rebound seperti di AS. Sedangkan sektor-sektor kecil atau jasa informal yang sifatnya low value added, dia struggle," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News